17 - Beban

7K 476 7
                                    

Pria berambut perak dengan masker yang selalu melekat di wajahnya tak henti menghela napas berat yang membuatnya sedikit stres. Ia baru saja kembali dari pertemuan petua dan Daimyo untuk mengusulkan dirinya menjadi Hokage selanjutnya. Menggantikan Tsunade yang sudah tak sabaran ingin lepas dari gelar itu dan menikmati masa tuanya tanpa kertas-kertas sialan itu lagi.

Permintaan para petua terlalu berat untuknya. Menjadi Hokage, memimpin Desa Konoha yang ramai akan penduduknya? Menjaga teman saja ia tidak bisa apalagi menjaga desa.

Ia mengacak rambut peraknya dengan gusar. Ia ingin cepat pulang dan bermanja dengan Sakura. Ia tidak peduli lagi dengan usianya yang tua dan tidak pantas melakukan itu, tapi bersama wanitanya itu dapat meredahkan semua beban yang dipikulnya.

Sakura seperti oase di tengah padang pasir. Setidaknya ia masih memiliki harapan hidup dengan bertemu wanitanya.

"Kakashi?" Suara Sakura membuat darah Kakashi berdesir. Ingin sekali Kakashi memeluk Sakura jika mereka bukan di tengah keramaian pasar Konoha.

Senyum Kakashi mengembang walau terutup masker hitamnya. Sakura dapat melihatnya dari mata hitam pria itu. Rambut Kakashi terlihat kacau. Apa pria itu sedang terbebani oleh sesuatu? Sakura bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Kau belum pulang?" Tanya Kakashi membuka pembicaraan.

"Belum, tadi aku bertemu Ino jadi kami bertegur sapa dan berbicara banyak hal. Kau tau, sepertinya Sai dan Ino akan menyusul kita," seru Sakura bersemangat. Ia membicarakan tentang hubungan Ino dan Sai pada Kakashi. Tidak tau kenapa, tapi semuanya keluar begitu saja. Mungkin karena Kakashi adalah pendengar yang baik untuknya.

Kakashi terlihat tertarik dengan cerita yang Sakura katakan. Ia merespon dengan baik cerita wanitanya itu seraya berjalan bersama kembali ke apartemennya— apartemen mereka.

"Benarkah? Bagaimana kau tau?"

"Aku hanya menebak-nebak. Sai juga mengajak Ino makan siang bersama, tidak biasanyakan dia bersikap seperti itu?"

"Jangan membuat Ino berharap banyak, kita tidak tau apa yang sedang Sai pikirkan," Kakashi menasehati.

"Kalau sampai dia menyakiti Ino aku tidak akan segan-segan membunuhnya," Sakura memasang ekspresi lucu yang membuat Kakashi melupakan sejenak bebannya.

"Jangan bertingkah yang aneh, kau sedang hamil," Kakashi mempersilahkan Sakura masuk terlebih dulu barulah dia masuk juga.

Mendengar ucapan Kakashi membuat tangannya bergerak seperti telah diintruksi untuk mengelus perutnya yang belum membesar. Di dalam perutnya ada kehidupan lain yang akan lahir ke dunia ini dan mengisi hari-harinya dengan ceria.

Sakura masuk ke dalam pikirannya sendiri. Bagaimana rasanya menjadi ibu? Tapi sebelum itu, bagaimana rasanya melahirkan? Apakah sakit atau malah menyenangkan karena akan melahirkan seorang anak, darah dagingnya sendiri?

"Masih harus menungu delapan bulan lagi agar bisa melihat dia terlahir ke dunia," tangan Kakashi membelai lembut puncak kepala Sakura seraya mengecup singkat kening wanitanya.

Sakura tersenyum simpul. Ia sangat bahagia bersama Kakashi. Kali ini ia memilih egois, ia tidak akan membuat prianya terlepas dari genggamannya. Terlalu sakit walau hanya membayangkannya.

"Jadi bagaimana? Kapan kau mengganti jabatan Tsunade-sama?" Tanya Sakura. Ia dapat melihat jelas raut wajah Kakashi yang seketika berubah ketika ia menanyakan tentang jabatan Hokage.

"Ada apa? Kau takut?" Sakura menarik Kakashi duduk di sofa tanpa melepas genggamannya dari tangan pria itu. Ia membawa wajah Kakashi untuk menatap matanya.

"Kau masih teringat masa lalumu?" Tanya Sakura dengan lembut. Ia tau masa lalu pria itu dan terlalu sakit untuknya jika itu terjadi padanya. Tapi pria ini sangat tegar menghadapi bayangan masa lalu yang menghantuinya hingga bisa bertahan sampai sekarang.

Kakashi memandang iris emerald Sakura. Mata itu terlalu nyaman untuknya. Ia tidak bisa mengalihkan tatapan penuh kasih sayang dari iris mata Sakura.

"Bagaimana mungkin aku melindungi desa kalau aku saja tidak bisa melindungi kedua temanku. Aku benar-benar tidak berguna, Sakura," lirih Kakashi.

Sakura tersenyum simpul menanggapi ucapan Kakashi. "Siapa bilang kalau kau tidak bisa melindungi desa? Kau kan tidak ada tandingannya, si ninja copying Hatake Kakashi akan menjadi Hokage," Sakura membelai lembut wajah Kakashi.

"Aku takut—"

"Kenapa harus takut? Ada banyak orang yang mengelilingimu untuk membantu melindungi desa. Ada aku di sampingmu yang akan setia menemanimu, mendukungmu, dan membantumu. Kau tidak sendirian, ada banyak shinobi yang menaruh harapan padamu, mereka mempercayaimu bukan karena kau hebat tapi karena kau memang pantas," ujar Sakura menyemangati Kakashi agar pria itu tak terbebani oleh posisi Hokage yang akan ia sandang.

Rasa gelisah dan beban yang menyelimutinya seperti hilang bersamaan dengan ia memejamkan mata, merasakan ketulusan Sakura dalam setiap katanya. Ia tidak tau harus berkata apa lagi, sejak Sakura datang dalam hidupnya—bukan sebagai murid tetapi sebagai seseorang yang menghabiskan masa tua bersamanya—ia seperti memiliki tujuan hidup yang jelas. Melindungi desa dan wanita yang sedang mengandung anaknya. Ia tak tau harus mengespresikannya bagaimana lagi. Ia sangat bersyukur dengan takdirnya. Ia tidak boleh terus dibayangi oleh masa lalu kelamnya, masa depannya sudah menunggu di depan untuk memperbaiki yang terjadi di masa lalu. Dan inilah saatnya.

"Terima kasih, Sakura," Kakashi menenggelamkan wajahnya di pelukan Sakura. Ia akan melakukan yang terbaik untuk desa, terutama calon keluarga kecilnya.

Sakura mengelus rambut Kakashi dengan lembut. Ia ikut senang merasakan kegelisahan Kakashi selama ini mulai menghilang. Sakura berjanji akan selalu di samping Kakashi dan mendukung setiap keputusan pria itu. Karena hidupnya tidak akan seterang ini lagi jika tak ada Kakashi. Dan ia akan mempertaruhkan nyawanya untuk membantu Kakashi melindungi desa bersama dengan shinobi lainnya. Ia tidak akan membuat Kakashi mengulang masa lalu yang kelam itu. Ia akan menjadi petunjuk untuk Kakashi.

.
.
.

T B C

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang