Gadis bersurai pink itu tak bisa menahan ekspresi bahagianya. Ia terus bersenandung ria, mengabaikan tatapan heran dari orang-orang yang melihatnya.
Ino yang kebetulan lewat dan melihatnya sangat bahagia menghampiri Sakura. "Ceritakan padaku kenapa kau sangat bahagia hari ini?"
Sakura hanya melirik Ino sekilas lalu kembali fokus pada kertas di hadapannya. Bukannya ia tidak mau memberitahu Ino tentang Kakashi, tapi ia menunggu waktu yang pas untuk memberitahu teman-temannya.
Merasa diabaikan, Ino menarik kertas yang sedang Sakura baca. "Apa menariknya kertas ini dibanding Ino yang cantik dan seksi?"
Sakura menatap tajam Ino yang juga belik menatapnya. Sakura mendengus pelan. Kesabarannya sudah diambang batas.
"Kau lihat aku sedang kerja, kan? Jangan ganggu aku!" Sakura menaikkan suaranya satu oktaf.
"Aku tau, makanya cepat beritahu aku!" Ino ikut menaikkan oktaf suaranya.
"Tentang apa?!"
"Tentang kenapa kau terlihat bahagia hari ini?"
"Memangnya aku tidak boleh bahagia?!"
"Bukan begitu! Aku ingin tau alasannya, SA-KU-RA!"
"Uhmm..." Sakura terdiam. "Nanti akan kuberitahu." Lanjutnya.
"Aku ingin taunya sekarang!"
"Kau keras kepala sekali, Ino." Sakura berdiri dari kursinya lalu menjauhi Ino yang kesal karena diacuhkan lagi. Gadis itu beranjak dari rumah sakit menuju ke kantor Hokage—lagi.
Ia ingin mendengar apa yang Tsunade katakan pada Kakashi. Ia sangat tidak bisa menahan rasa senangnya setelah mendapat restu dari Tsunade.
Seperti ada hembusan api yang menerpanya saat menuju ke kantor Hokage. Iris emeraldnya menangkap seorang wanita dan pria berciuman di tengah jalan yang sepi ini. Sakura sangat mengenal siapa kedua orang itu. Ia tidak dapat merasakan kakinya lagi. Darahnya berdesir. Tubuhnya gemetar. Apa maksudnya melamarnya tapi dia malah melakukan itu di hadapannya!
"Ka..ka-shii." Suaranya bergetar menahan tangis yang akan pecah.
Yang dipanggilpun menoleh seketika. Matanya membulat lebar saat melihat Sakura tak jauh darinya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya keluh.
"Saku—" Barusaja Kakashi hendak menghampiri Sakura. Gadis itu segera melarangnya. Ia dapat melihat rasa sakit yang gadis itu rasakan dari emeraldnya.
"Tidak!" Teriak Sakura melepas tangisnya. Ia merasa dipermainkan oleh Kakashi.
"Jangan, aku.. aku melihatnya." Sakura perlahan mundur. Ia tidak bisa terus melihat orang yang dicintainya bermesraan di depan matanya. Rasanya sangat sakit.
"Sakura, ini—"
"Aku tidak tau harus menjawab apa. Biarkan aku sendiri." Sakura lagi-lagi menahan langkah Kakashi yang ingin mendekatinya.
Gadis itu segera berbalik dan berlari meninggalkan Kakashi dan Hanare. Hanare hanya diam melihat mereka. Ia tidak mengerti dengan situasi yang ia hadapi. Ada apa dengan Kakashi dan Sakura yang tiba-tiba menangis?
Kakashi tak tinggal diam. Ia mengejar Sakura kemanapun gadis itu berlari. Ini kesalahannya. Ia tau dia salah, tapi ini kesalahpahaman. Ia tak tahu kalau Hanare akan menciumnya setelah wanita itu menyatakan perasaannya.
"Sakura!" Panggil Kakashi. Ia mengabaikan tatapan bingung dari pejalan kaki yang ia lewati. Yang ada di pikirannya saat ini adalah Sakura.
Kakashi menambah kecepatan larinya menyusul Sakura. Jarak mereka semakin dekat. Kakashi dapat menggenggam tangan Sakura lalu membopong tubuh gadis itu ke tempat yang sepi agar tak ada orang yang terganggu karena mereka.
Sakura meronta ingin diturunkan, tapi chakra gadis itu melemah saat Kakashi menekan titik chakranya.
Kakashi menurunkan Sakura di depan kediaman Uchiha yang tak ditinggali lagi. Disana sepi, tak ada orang yang berlalu lalang di sekitarnya.
"Sakura, ini bukan seperti yang kau lihat." Kakashi coba menenangkan Sakura dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Kakashi menghimpit tubuh Sakura dengan kedua tangannha. Ia tau Sakura akan kabur kalau pria itu memberi ruang pada gadis itu.
"Kau mau menjelaskan apalagi? Aku lihat dengan mataku sendiri kalau kalian berciuman!" Bentak Sakura. Kesabarannya sudah habis.
"Aku juga tidak tau kalau Hanare akan menciumku. Aku juga terkejut dan tak bisa mencerna apa yang terjadi saat itu. Itu kesalahpahaman, Sakura. Kumohon, percayalah."
"Tidak, bagaimana bisa aku mempercayaimu lagi?" Gadis itu makin terisak. Ia tak bisa menahan tangisnya lagi. Beban yang ia rasakan keluar begitu saja.
"Kau tau ujian terberat saat seseorang saling mencintai? Itu adalah saat mereka tak saling mempercayai. Kau tahu aku mencintaimu dan tak akan melakukan hal seperti itu, Sakura." Kakashi membelai lembut wajah Sakura. Menghapus setiap air mata yang membasahi wajah cantiknya.
Sakura terdiam. Ia menyetujui perkataan Kakashi tadi. Ujian terberat sepasang kekasih adalah hilangnya kepercayaan mereka. Saat kepercayaan itu hilang, yang ada hanya emosi yang meluap-luap hingga hubungan itu merenggang dan tak bisa diteruskan lagi. Ia tidak mau itu terjadi. Ia mencintai Kakashi. Kakashi juga mencintainya. Kakashi tak mungkin melakukan hal itu, ia mengenal Kakashi selama bertahun-tahun dan pria itu tak pernah berbohong dan tak akan mengingkari ucapannya sendiri.
"Tsunade-sama akan membunuhku saat membuat murid kesayangannya menangis." Kakashi tak melihat ada perlawanan lagi di mata Sakura. Gadis itu sudah dapat mengontrol emosinya. Ia segera memeluk tubuh Sakura yang masih terdiam.
"Aku akan bertemu Hokage kelima, tapi aku harus melewati dua perempuan yang menghalangi jalanku."
"Jadi aku hanya penghalang?" Sakura melepaskan tubuhnya dari dekapan Kakashi. Iris emerald itu menatap tajam ke onyx Kakashi yang sedang tersenyum di balik maskernya.
Kakashi menghela napas pelan dan akhirnya menyerah. Ia tidak mau menambah masalah dengan gadis ini lagi.
"Mau temani aku ke kantor Hokage?" Kakashi menggenggam tangan Sakura erat.
Sakura tersenyum seolah mengiyakan ajakan Kakashi.
"Senyummu membuatku rileks sebelum bertemu Hokage." Kakashi mengacak puncak kepala Sakura dengan lembut.
"Kau selalu bisa membuatku luluh, Kakashi-sensei."
"Tidak ada yang bisa menolak pesonaku, sayang."
"Cih." Sakura hanya tersenyum miris mendengar kata 'sayang' dari Kakashi.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fiksi Penggemar[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...