Sakura terkikik geli melihat tingkah Naruto yang belum juga berubah. Pria kuning itu masih saja menyatakan perasaannya terang-terangan. Apa dia tidak melihat kalau dirinya tengah hamil besar? Pikir Sakura bertanya-tanya.
"Hm, tidak salah lagi.." gumam Jiraiya yang mendapat tatapan penuh tanya dari ketiga pasang mata di hadapannya.
"Oh iya, Sakura-chan, ada yang aneh dengan perutmu. Kenapa perutmu terlihat membuncit?" Tanya Naruto polos. Ia mengabaikan gumaman Jiraiya yang tidak lebih penting dari pertanyaannya tentang perut Sakura yang membuncit.
Ino memutar bola matanya jengkel. Sedongkol apakah pemikiran pria yang telah menyelamatkan dunia shinobi ini?
"Itu namanya HAMIL, Naruto, bukan buncit, BAKA!" Desis Ino memberi penekanan pada kata hamil.
Mata Naruto seketika membulat tak percaya, begitupun dengan Jiraiya yang mulutnya sudah menganga lebar mendengar penjelasan Ino. Teka teki tentang perut Sakura terjawab oleh wanita berambut pirang itu.
"A-A.. APA?? SAKURA HAMILLLL?" Pekik Naruto frustasi. Pria kuning itu berlari kencang mendekati Sakura dan menghentikan langkahnya tepat di depan perut wanita itu. Sakura tersenyum samar melihat tingkah Naruto yang membuatnya was-was.
"Naruto," lirih Sakura.
"Sakura-chan," tangis Naruto pecah saat setelah ia menempelkan telinganya di depan perut Sakura dan merasakan adanya sumber kehidupan di dalam sana.
"Si-siapa? Siapa yang telah melakukan ini padamu?" Naruto meremas erat kedua lengan Sakura, membuat wanita itu mengerang kecil untuk meminta penjelasan langsung dari wanita di hadapannya.
Bertahun-tahun ia menunggu agar perasaan Sakura terhadap Sasuke menghilang, tapi kenapa ia sampai di dahului orang lain. Atau, jangan-jangan Sasuke sudah kembali ke desa sebelum dirinya?
"Apa itu Sasuke? Benarkah? Apa dia sudah kembali?" Antara senang dan sedih yang harus Naruto rasakan. Ia senang bahwa sahabat Uchiha-nya itu sudah kembali ke desa, atau ia harus sedih karena ia gagal mendapatkan hati Sakura.
Sakura mengedikkan bahu lalu beranjak pergi meninggalkan Naruto dengan seribu pertanyaan di kepalanya.
"Sakura-chan, katakan padaku, siapa yang tega menghamilimu?"
Sakura tersenyum simpul melihat Naruto yang sangat penasaran siapa ayah dari bayi dalam kandungannya. Ia seperti memiliki kesenangan baru saat melihat Naruto tak berhenti berbicara sampai kaki mereka menginjak kantor Hokage.
Sakura mengabaikan Naruto yang tak henti-hentinya berbicara sejak pertemuan mereka di depan toko bunga milik Ino. Suara yang keluar dari mulut pria itu hanyalah angin lalu untuk Sakura. Ia masih ingin membuat Naruto larut dalam penasarannya. Jahat? Memang.
Tangan kanannya yang kosong memegang gagang pintu kantor Hokage dan diayunkannya ke bawah. Sakura sedikit meminggir memberi ruang agar Naruto dapat langsung melihat Kakashi di dalam sana.
Mata Naruto langsung bertemu dengan onyx Kakashi. Ia tak habis pikir kenapa Kakashi bisa duduk di kursi kehormatan Hokage. Pertanyaan-pertanyaan baru dibenaknya kembali menyerbu. Ia pusing, bingung, dan frustasi karena tak tahu apa yang terjadi di Konoha. Terlalu banyak perubahan yang membuatnya stres tak terhingga.
"Ka-kashi-sensei, apa yang kau lakukan di sana?" Naruto melupakan sejenak tentang Sakura dan beralih pada Kakashi dengan mata yang terlihat sangat lelah.
"Yo, Naruto. Kau sudah kembali, ya," sapa Kakashi dengan senyum yang ia paksakan. Ia benar-benar lelah selama beberapa hari ini berkutat dengan kertas-kertas yang selalu berdatangan entah dari mana. Ia bahkan tak tidur dan tak pulang beberapa hari ini. Dan kedatangan Sakura siang ini membangkitkan secercah semangat yang terkubur jauh di dalam dirinya.
Mata pandanya menatap gelisah ke belakang Sakura. Takut jika Tsunade tiba-tiba datang lagi dan menggebrak mejanya hingga terbelah menjadi dua hanya karena membuat Sakura khawatir terhadapnya. Kakashi juga tidak menginginkan Sakura terbebani pikirannya, tapi pekerjaannyalah yang menghambatnya untuk pulang ke rumah. Kakashi menghela napas legah saat tak melihat tanda-tanda kehadiran Tsunade.
"Oh... jadi.. sensei.. jangan bilang sensei," Naruto berdecak kagum setelah menerima jawaban dari menyusun setiap perincian yang dilihatnya. Kakashi telah menjadi Hokage keenam, menggantikan Tsunade yang sudah tua, tapi memiliki wajah yang awet muda.
"Tapi, kenapa kau tidak memberitahuku!" Gerutu Naruto kesal. Ia menatap tajam pada Kakashi yang bersandar santai di kursi kebesarannya.
"Aku mengundangmu, Naruto, kau saja yang tidak datang." Elak Kakashi tak ingin disalahkan. Memang benar ia mengirimkan Naruto undangan pernikahannya, dan disaat itu jugalah ia diberi jabatan Hokage yang tak pernah ia inginkan. Itu bukan salah Kakashi kan, itu salah Naruto kenapa tidak datang saat pernikahannya dengan Sakura.
"Kau berbohong. Aku tidak menerima undangan apa-apa," Naruto mendekati Kakashi hingga wajah mereka beradu pandang dengan jarak yang dekat, Naruto juga menaikkan oktaf suaranya karena kesal.
"Tidak mungkin aku tidak mengirimkanmu surat pernikahanku dan Sakura,"
Empat kata terakhir dari kalimat yang Kakashi sebutkan itu membuat darah Naruto naik.
"APAAA?!"
"Naruto," lirih Sakura tak kuat lagi menahan tubuhnya, tapi ia tetap ingin menenangkan Naruto agar tidak membuat kerusuhan di kantor Hokage.
Sejak tadi Sakura terus berdiri dengan bobot tubuhnya yang tak terbilang ringan. Dan kakinya sudah lelah menahan berat badannya itu. Ia butuh duduk, tapi kakinya sudah tak bisa membantunya untuk berjalan lagi.
Dengan sigap Naruto menahan tubuh Sakura yang hampir terjatuh. Untung saja Sakura memanggilnya, jika tidak, ia tidak akan melihat kondisi Sakura dan wanita itu akan jatuh. Kondisi tubuh Sakura adalah di atas segala-galanya, apalagi wanita itu sedang hamil.
Kakashi kalah cepat dengan Naruto yang sedang memapah Sakura ke kursi untuk mengistirahatkan Sakura. Darahnya berdesir melihat tangan Naruto melingkar di pinggang Sakura. Kenapa ia jadi sepencemburu itu? Kakashi hanya mendengus kesal seraya melangkahkan kakinya menghampiri Sakura.
"Kau tidak apa-apa, Sakura-chan?" Tanya Naruto khawatir melihat muka Sakura yang tidak seperti biasanya.
Sakura tersenyum simpul. "Aku tidak apa-apa, Naruto, kau tau aku kuat, kan?"
"Kami tau kau kuat, tapi kau tidak boleh lelah, Sakura. Kandunganmu sudah semakin membesar," cercah Kakashi duduk di samping Sakura.
"Makanya pulanglah,"
Kakashi mendengus. Hari ini ia harus menyelesaikan dokumen-dokumen di atas mejanya dan pulang secepatnya, seperti permintaan Sakura. Ia tidak ingin Sakura terus datang ke kantornya hanya untuk mengantarkannya makanan atau memintanya untuk pulang, bukan karena ia pikir Sakura mengganggunya, itu karena Sakura sedang hamil besar dan Kakashi tidak ingin mengambil resiko karena Sakura yang keras kepala tak ingin mendengarnya untuk tak usah datang ke kantornya.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfiction[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...