"Hei, jidat!" Seru Ino mengagetkan Sakura yang termenung sambil melihat orang berlalu lalang di sekitar rumas sakit dari kaca jendela di lantai atas RS Konoha.
"Kau mengagetkanku, Ino!" Sakura menatap tajam sahabat pirangnya itu.
Ino hanya tertawa kecil agar tidak menjadi pusat perhatian di rumah sakit. Ia sangat suka dengan ekspresi gadis itu saat menjahilinya.
"Kau terlihat tidak bersemangat dari kemarin? Ada apa?" Tanya Ino yang ikut melihat keluar kaca jendela besar rumah sakit.
Sakura hanya terdiam. Ia tidak berminat untuk menceritakan perasaannya sekarang. Bukan karena tidak mempercayai gadis pirang itu, hanya saja dia malu untuk memberitahu tentang perasaannya tentang Kakashi.
Ino melirik Sakura yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Sudut bibirnya terangkat naik. Ia tahu apa yang dipikirkan Sakura hingga membuat gadis itu terdiam dan melayang bersama pikiran-pikirannya.
"Kakashi-sensei?"
Sakura membulatkan matanya mendengar nama itu disebut. Bagaimana Ino bisa tau? Atau dia hanya asal menyebut nama pria itu?
Tubuhnya menegang. Ia tak tahu harus berkata apa. Lidahnya kaku. Ia menjadi salah tingkah.
"Tidak kusangka kau yang akan melahirkan Klan Hatake selanjutnya."
"Ino!" Bentak Sakura. Ia tidak ingin kalau orang mendengar hal itu. Toh, dia juga belum menjalin hubungan resmi dengan Kakashi. Mengetahui tentang perasaan pria itu juga belum.
"Wajahmu memerah, jidat!" Ejek Ino tak berhenti menertawai Sakura yang wajahnya sudah memerah padam.
"Kau heboh sekali, Ino. Ada apa?" Gadis bercepol dua yang mengangkat kardus menyapa Ino dan Sakura.
"Tenten? Tumben kau ke rumah sakit?" Sakura balik bertanya. Ia sangat kesal karena Ino terus menertawakannya.
Tenten menggeleng. "Aku hanya disuruh mengantar kardus ini oleh Tsunade-sama."
"Mau kubantu?" Tawar Sakura. Ia hanya ingin menjauh dari Ino saat ini. Ia tidak tahan terus membicarakan pria itu sampai wajahnya merah merona.
"Kau tau, Tenten? Teman kita yang satu ini sedang jat—" Sakura segera membekap mulut Ino dan menarik gadis pirang itu keluar dari rumah sakit.
"Tenten, aku duluan, sepertinya Ino kehabisan obatnya karena terus meracau tanpa henti. Sampai jumpa." Pamit Sakura sambil menyeret Ino.
Ino meronta ingin dilepaskan. ia butuh pasokan udara untuk masuk ke tubuhnya.
"Jidat! Apa-apaan kau? Kau mau membunuhku, ya?"
"Salahmu sendiri." Bentak Sakura tak mau kalah.
"Berarti yang dikatakan Sai memang benar, kan? Kau menyukainya?" Lirih Ino agar tidak didengar oleh pejalan kaki yang berlalu lalang di sekitar rumah sakit. Alasan lainnya kenapa suaranya mengecil agar Sakura benar-benar tidak membunuhnya.
Sakura memicingkan matanya saat mengetahui dalang gossip ini. Ia terus mengumpati Sai dalam benaknya. Ia siap membunuhnya kalau saja ia tidak mengingat bahwa sahabat pirangnya ini menyukai Sai.
Mereka benar-benar pasangan yang serasi. Mereka sangat serasi dalam hal ber-gossip.
Sakura tak berniat untuk menjawab pertanyaan Ino. Ia memilih untuk kembali ke flat-nya. Ia terlalu malas untuk membicarakan pria itu.
Memikirkan Kakashi saja membuatnya rindu. Apalagi kalau membicarakan pria yang tak tahu diri itu karena membuatnya jatuh cinta. Ia bisa mati ditelan rindu.
Gadis bersurai merah muda itu mengacuhkan Ino yang sedang marah karena terus diabaikan olehnya. Sumpah serapah terus dilontarkan gadis pirang itu. Sakura hanya tersenyum mendengar amukan Ino di belakangnya.
.
.Tiga pasang mata menatap lurus ke suatu objek yang sedang mereka teliti, atau sekedar mengamati objek yang berada di atas meja.
Ketiga ninja medis itu mengelilingi meja Hokage tanpa berkedip sedikitpun dengan objek yang mereka lihat.
"Tumbuhan jenis apa ini, Sakura?" Tanya Tsunade saat pertama kali melihat tanaman berbunga merah itu.
"Terlihat seperti bunga mawar?" Komentar Shizune.
Sakura mengerutkan dahinya. Ini jelas bukan tanaman mawar. Warnanya saja yang hampir sama tapi fisik dari tumbuhan ini jelas jauh dari mawar.
"Aku mendapatkannya dari Ino, katanya tumbuhan ini ia dapatkan dari pengelana yang menjual tanaman ini ke dia." Jelas Sakura.
"Ohh." Shizune manggut-manggut setelah mendengar penjelasan Sakura.
"Lebih baik kau menelitinya, Sakura. Aku tidak ingin tanaman ini berdampak buruk bagi Konoha." Ucap wanita bermata hazel dengan tegas.
Dengan patuh, Sakura mengangguk mengambil tanaman itu untuk diteliti.
"Bagaimana bisa tanaman cantik itu membahayakan Konoha, Tsunade-sama." Ucap Shizune memanyunkan bibirnya.
Tsunade mengangkat bahunya acuh. "Bisa saja. Jangan mempercayai sesuatu yang diluarnya bagus, Shizune. Cantik diluar belum tentu cantik di dalam juga."
Shizune mengaku kalah. Ia tidak akan pernah menang saat beradu pendapat dengan Tsunade.
Sakura hanya mengulum senyum melihat perdebatan kecil di antara mereka.
"Oh, Kakashi?"
Ia barusaja akan berbalik meninggalkan ruangan Hokage tiba-tiba mematung di tempatnya saat Tsunade menyebut satu nama yang ia rindukan.
Bunyi langkah kaki milik pria itu memenuhi indera pendengaran Sakura dengan jelas. Jantungnya berdetak kencang. Tubuhnya seperti terkena racun hingga membuatnya tidak bisa bergerak.
Tidak, ia tidak boleh terlalu mengekspos sikapnya yang selalu kaku saat berhadapan dengan pria itu. Bisa-bisa pria itu akan tahu kalau ia menyukainya.
"Saya akan ke laboratorium. Permisi." Pamit Sakura lalu berbalik untuk keluar dari ruang Hokage.
Emerald miliknya melirik iris onyx Kakashi yang juga ikut meliriknya. Saat itu juga, ia ingin terjun dari jurang terdalam di negeri ini. Jantungnya berpacu dengan cepat. Ia juga merasakan panas di wajahnya, sepertinya wajahnya memerah lagi.
"Mari bertemu di tempat biasa kalau kau tidak sibuk." Lirih Kakashi saat Sakura melewatinya.
Tsunade memicingkan matanya melihat gerak-gerik dua orang yang berlawan jenis itu seperti shinobi yang sedang menjalankan misi rahasia setelah mengumpulkan informasi desa yang mereka mata-matai.
Indera pendengaran Sakura bekerja dengan baik. Ia menangkap suara Kakashi di telinganya. Betapa bahagianya dia saat ini sampai menabrak pintu di hadapannya.
BUKK
"Sakura-chan, kau baik-baik saja?" Tanya Shizune yang segera menghampiri gadis merah muda yang mengelus-elus jidat lebarnya setelah mencium pintu dengan keras.
Ia merasa sangat konyol di depan Kakashi yang meliriknya. Gadis itu dapat melihat ekspresi Kakashi yang menahan tawa di balik masker menyebalkan itu.
"Aku tidak apa-apa." Ucap Sakura dengan cepat meninggalkan ruang Hokage dengan rasa malu yang besar. Mau ditaruh dimana wajahnya saat bertemu Kakashi nanti.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfiction[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...