"Syukurlah masalah ini tidak berkepanjangan," tutur Kakashi sambil mengaitkan jari jemarinya dengan Sakura.
Sakura tersenyum tipis, ia sangat bersyukur tidak ada pertumpahan darah dalam masalah ini. Lucu kalau harus berpikir sampai kesana, tapi itu bisa terjadi kalau kedua wanita itu sangat egois dengan diri mereka sendiri, tak ingin mendengar pendapat orang lain.
Kakashi dan Sakura berjalan beriringan. Kakashi mengantar Sakura sampai ke depan rumah sakit. Ia masih ingin bersama Sakura saat ini, tapi pekerjaan wanita itu menghalanginya untuk bermanja bersama Sakura.
"Berhati-hatilah, ingat kandunganmu, aku tidak ingin mendengar sesuatu terjadi padamu dan kandunganmu, mengerti?" Titah Kakashi seraya menarik tengkuk Sakura mendekat ke wajahnya dan mencium kening lebar gadis itu.
Wajah Sakura memanas. Dicium Kakashi di depan rumah sakit? Di depan orang banyak? Itu bukanlah Kakashi. Tapi entah kenapa pria itu tiba-tiba bersikap romantis padanya.
Sakura hendak membuka mulut. Kakashi langsung menyambarnya sebelum berbicara terlebih dahulu. Ia sangat tahu arah pembicaraan Sakura. Sebelum wanita itu menggodanya, ia harus bertindak.
"Jangan. Jangan bicara, aku juga tidak tau apa yang kupikirkan," Kakashi mengelus tengkuknya salah tingkah.
Sakura terkikik geli melihat Kakashi yang gugup dan salah tingkah di depannya.
"Oh, ayolah, siapa yang ingin melihat adegan romantis kalian saat ini? Ada banyak pasien yang membutuhkanmu sekarang, Sakura." Tegur Ino sedikit jengkel. Bukan karena ia tak suka melihat ke-romantisan pasangan di hadapannya. Ia hanya tidak ingin iri.
Dua pasang mata berbeda warna itu menatap Ino gugup. Sakura langsung menghampiri Ino seraya melambaikan tangannya pada Kakashi yang masih setia menunggunya hingga masuk ke dalam rumah sakit.
.
."Kau senyum terus daritadi, cerita padaku!" Seru Ino tak bisa membendung rasa ingin tahunya. Gadis itu menarik pundak Sakura dan memaksanya untuk duduk di kursi. Seperti sedang mengintrogasi mata-mata dari desa sebelah.
"Itu karena dua hari lagi adalah hari pernikahannya dan Kakashi-sensei." Sela Tenten yang kebetulan lewat dan mendengar pembicaraan mereka.
"Tenten? Sedang apa kau di sini?" Tanya Ino. "Belakangan ini kau sering datang ke rumah sakit, kau sakit ya?"
Tenten menggeleng cepat. "Itu karena aku sedang tidak ada misi jadi aku datang kesini untuk membantu mengangkat barang saja," kekehnya yang hanya di jawab 'oh' oleh kedua temannya.
"Benar juga! Aku hampir melupakan hari pernikahan sahabatku sendiri," Ino membuat kehebohan sendiri. Beberapa orang mengacungkan jari telunjuknya di depan bibir pada Ino, karena ini rumah sakit bukan taman.
"Jam kerjaku sudah selesai, aku mau pulang." Sakura bengkit mendahului Ino dan Tenten keluar dari rumah sakit. Ia ingin pulang dan mengistirahatkan tubuhnya yang cepat lelah ini.
Ino dan Tenten saling memberi kode lewat tatapan mata. Mereka seperti bisa melakukan telepati. Kedua gadis itu berjalan cepat menghampiri Sakura dan merangkul lengannya. Sakura sedikit terkejut dan memberontak, tapi tenaganya sangat tidak memadai. Ia pun pasrah akan diseret kemana dengan kedua gadis itu.
"Kalian ingin menyeretku kemana? Kakiku sudah lelah diseret tanpa tujuan." Gerutu Sakura kesal. Mereka sudah berada jauh dari rumah sakit, sudah melewati kedai Ichiraku, dan kemana tujuan kedua gadis ini membawanya?
"Ino-chan, Sakura-chan, Tenten-chan?" Suara lembut yang hanya dimiliki oleh Hinata membuat tiga perempuan itu berhenti untuk menoleh ke sumber suara.
"Hinata? Kebetulan sekali kita bertemu disini," sahut Ino tanpa menghilangkan lengkungan indah di wajahnya.
Hinata memiringkan sedikit kepalanya. Bertanya-tanya apa maksud yang dikatakn Ino tadi? Apa mereka akan mengajaknya ke suatu tempat juga?
"Ada apa?"
"Rencananya, kami akan makan daging panggang sebanyak-banyaknya, Sakura yang bayar,"
Sakura melotot tak suka pada Ino. Yang benar saja ia harus membayar yang tidak akan ia kira harganya. Bisa habis uang tabungannya untuk masa depan keluarganya—ralat, calon keluarga kecilnya.
Sakura cepat-cepat menghentakkan tangan Ino dan Tenten yang mulai melonggar. Tangannya sedikit sakit karena ditarik-tarik oleh dua kunoichi hebat itu.
"Tidak! Aku tidak pernah bilang akan mentraktir kalian makan!" Sanggah Sakura acuh.
"Oh! Ayolah Sakura, ini perayaan terakhirmu sebagai perawan." Ino berkecak pinggang.
Sakura sedikit gugup saat Ino mengatakan perawan. Ia merasa bersalah karena menutup-nutupi kehamilannya di depan sahabat-sahabatnya. Bukan karena ia tak suka kehamilannya, ia hanya malu akan cibiran mereka yang tak bisa Sakura bayangkan. Apa yang akan dikatakn mereka jika tau ia hamil sebelum menikah? Mereka pasti akan mengatainya perempuan yang tak bisa menjaga diri dan berlanjut mengatai janinnya. Ia tak mau jika seseorang berkata kasar terhadap cabang bayinya.
Oh, ayolah Sakura! Kenapa tiba-tiba ia mudah tersinggung hingga memikirkan yang aneh-aneh seperti itu? Tidak mungkin sahabat-sahabatnya berkata seperti itu. Tidak ada dari wajah mereka yang akan mencibirnya saat mengetahui kehamilannya.
"Kenapa tidak kau iyakan saja, Sakura?" Suara bariton yang sangat memekakan telinga Sakura itu membuat darahnya berdesir.
"Kakashi-sensei! Kebetulan sekali kau disini, bujuklah Sakura atau kami akan melakukan kekerasan padanya," canda Ino diselingi tawa gadis itu.
"Boleh aku bergabung?"
"Sai? Tumben sekali kau ingin bergabung di pesta kecil seperti ini." Ejek Sakura yang sebenarnya untuk menggoda Ino. Gadis pirang itu berdiri tegang. Wajahnya memerah. Ia masih tidak bisa mengontrol ekspresinya jika berada di sekitar Sai.
"Kupikir aku juga ingin bergabung."
"Taichou?" Pekik Sakura. Ok, tenang. Sudah berapa orang yang akan ia traktir malam ini. Habis sudah uang tabungannya. Ia melirik Kakashi di depannya.
"Kau bersama dua orang ini? Baiklah, kalau begitu kau yang bayar," Sakura berjalan lebih dulu lalu diikuti Ino, Tenten, dan Hinata di sampingnya.
Kakashi terdiam mematung di tempatnya. Ia bahkan tak berniat bergabung dengan para remaja itu, tapi kenapa ia harus membayar tagihan pesanan mereka? Dasar Sakura.
"Ayolah, senpai, jarang sekali kau membuang uangmu untuk mentraktir kami. Mungkin sekarang waktunya," kekeh Yamato mengikuti Sakura dari belakang bersama Sai. Meninggalkan Kakashi yang akhirnya pasrah pada takdirnya.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Hayran Kurgu[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...