"Hey, masih mual?" Tanya Kakashi pada Sakura yang baru saja kembali dari kamar mandi.
Sakura duduk di pinggir ranjang membelakangi Kakashi yang menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang.
"Iya, ini wajar kan karena usia kandunganku juga masih muda," Sakura tersenyum simpul sambil memegangi perutnya.
Kakashi bergerak mendekati Sakura dan memeluknya dari belakang. Ia menciumi permukaan leher Sakura yang putih. Aroma cherry menyeruak dari tubuh Sakura. Kakashi sangat menyukai aroma tubuh wanitanya itu. Aromanya sangat memabukkan.
Sakura membelai lembut tangan kekar Kakashi yang melingkar di perutnya. Kehangatan yang diberikan telapak tangan pria itu membuat mualnya sedikit membaik.
"Hari ini Hokage menyuruh kita datang ke kantornya,"
"Buat apa?" Tanya Sakura.
"Tidak tau,"
Sakura hanya menanggapinya dengan ber-oh ria. Ia bangkit dari duduknya dan menghadapkan tubuhnya ke Kakashi.
"Aku akan membuat sarapan, mandilah dulu sementara aku menyiapkannya."
"Baiklah, sayang." Goda Kakashi sukses membuat Sakura merona merah. Sakura melangkah dengan cepat agar Kakashi tak melihat rona merah yang dipancarkan wajahnya.
Seperti hari-hari biasanya, ia membuat sarapan untuk Kakashi dan dirinya-tak lupa nutrisi yang ia tambahkan untuk kesehatan janinnya.
Kakashi memeluk Sakura dari belakang. Tangan kekarnya mengelilingi pinggang ramping wanita yang sedang mengandung anaknya.
Sakura hanya pasrah setiap Kakashi memeluknya secara tiba-tiba saat ia sedang masak. Mau diberitahu berapa kalipun Kakashi tidak akan mendengarkannya. Pria itu sangat keras kepala.
"Setelah dari kantor Hokage, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ucap Kakashi di telinga Sakura.
"Kemana?" Tanya Sakura tanpa mengurangi kelincahan tangannya menata makanan di atas piring putih di hadapannya.
"Rahasia."
Sakura memutar tubuhnya menghadap Kakashi yang lebih tinggi darinya. Dahinya berkerut, "sekarang kau main rahasia-rahasiaan, ya?"
"Bukan kejutan lagi kalau aku memberitahumu, sayang," Kakashi mengecup singkat bibir Sakura.
Senyum Sakura merekah, "aku tidak sabar melihatnya!"
.
.Kakashi tak melepaskan genggamannya dari tangan Sakura hingga membuat para pejalan kaki menatapnya iri. Ia sangat protektif terhadap wanitanya saat berada di luar ruangan apalagi di tempat yang sangat ramai. Ia tidak ingin jika sesuatu terjadi pada Sakura dan calon bayinya.
Sakura tersenyum kecut menyadari tatapan di sekitarnya. Genggaman Kakashi terlalu erat dan tubuhnya terlalu dekat dengan tubuh pria itu. Ia merasa tidak nyaman karena menjadi pusat perhatian.
"Kakashi, kupikir ini terlalu berlebihan," bisik Sakura tanpa melepas senyum kecut yang masih setia mengekspresikan perasaannya saat ini.
"Bersikaplah biasa saja," ucap Kakashi datar. Sakura melirik Kakashi karena nada dingin dari pria itu membuatnya geli.
Sikap Kakashi di rumah dan di depan umum sangat berbeda. Ia terlihat dingin di depan umum, mungkin karena tidak biasa bersikap romantis terhadap perempuan dan ini pertama kalinya Kakashi menggandeng perempuan di depan umum.
"Kenapa tertawa?" Kakashi melirik Sakura yang lebih pendek darinya.
"Kau lucu, Kakashi. Kau memasang wajah datar, tapi lihat kau menggenggamku sangat erat bahkan selalu menarikku mendekatimu, dan itu cukup romantis. Tapi terlihat aneh,"
Kakashi mendengus pelan. Romantis? Aneh? Jadi yang mana di antara kedua kata itu yang lebih dominan untuknya? Romantis, tidak, ini bukanlah hal romantis tapi ini sangat aneh karena Kakashi menggandeng seorang wanita di sampingnya. Apalagi wanita itu adalah salah satu kunoichi terhebat di Konoha.
"Kau terdengar mengejekku, Sakura," gerutu Kakashi agak kesal.
Sakura lagi-lagi terkikik mendengar suara bariton yang tak kalah dingin dengan es. Pria itu membuatnya gemas setiap kali seperti ini, terlihat sangat kaku tapi membuat darahnya berdesir hebat.
"Apa yang akan dikatakan shisou melihat kita seperti ini, ya? Dia mungkin akan bahagia."
"Atau menelanku hidup-hidup saat tau kalau murid kesayangannya hamil sebelum menikah," lanjut Kakashi lebih seperti menyindir dirinya sendiri yang telah menanamkan benihnya di rahim Sakura.
Kakashi melepas genggamannya di tangan Sakura dan mempersilahkan wanitanya masuk terlebih dulu ke ruang Hokage.
Tsunade dengan setia menunggu kedatangan tamu istimewanya sambil bertopang dagu di atas meja yang dikelilingi oleh kertas-kertas sialan dan dengan setia menunggu Tsunade untuk membaca mereka dan menandatanganinya.
Tapi saat ini ia mengenyampingkan pekerjaan untuk bertemu calon menantunya. Ya, Sakura telah ia anggap sebagai anak sendiri dan Sakura sebentar lagi akan menikah dengan penggantinya sebagai Hokage Keenam yang tak lain adalah calon menantunya sendiri, Hatake Kakashi.
Kakashi dan Sakura menunduk hormat kepada Tsunade yang duduk di kursi kebesarannya.
"Aku sudah menyebarkan undangan pernikahan kalian, para Kage mungkin akan datang juga," jelas Tsunade langsung ke inti.
Kakashi dan Sakura melongo. Buat apa mengundang para Kage? Apa Tsunade ingin membuat rapat disela-sela pernikahan mereka?
"Kenapa harus mengundang para Kage, Hokage-sama?" Tanya Kakashi.
Tsunade memutar bola matanya jenguh, Kakashi pasti menyadari maksud dan tujuannya mengundang para Kage karena sekalian ingin meresmikan Rokudaime Hokage yang tak lain adalah Hatake Kakashi. Tapi dugaannya salah, Kakashi tak memikirkan hal seperti itu, biarkanlah itu menjadi hadiah pernikahan mereka.
"Aku tidak membuka sesi tanya jawab, Hatake Kakashi. Aku menyuruh kalian kesini hanya untuk menyampaikan bahwa surat pernikahan kalian telah diedarkan dan aku ingin mendengar bagaimana persiapan yang kalian urus," kata Tsunade dengan suara tegasnya.
Shizune yang bahkan telah bertahun-tahun menjadi asisten Tsunade masih takut mendengar suara Tsunade yang tegas dan membuatnya merinding itu.
Berbeda dengan Kakashi yang tidak takut apapun dan selalu bersikap dingin terhadap sekitar. Tapi tolong kecualikan Sakura, ok?
"Aku sudah mengurus semuanya shisou, terima kasih sudah membantu mengurus undangan pernikahan kami," Sakura menunduk hormat pada Tsunade.
"Aku turut senang membantu kalian, ini seperti menyiapkan pesta pernikahan untuk anakku sendiri."
"Makanya Hokage-sama cepatlah menikah dan memiliki anak agar bisa seperti ini," Shizune angkat bicara.
Tsunade melemparkan tatapan mematikannya pada Shizune yang tersenyum kecut setelah menyadari perkataannya.
"Apa kau sudah bosan menjadi asistenku?" Teriak Tsunade penuh amarah. Selain karena faktor usia yang menjadi penghambatnya, juga karena kekasihnya, satu-satunya orang ia cintai selama hidupnya telah meninggalkannya lebih dulu dan itu adalah kenangan menyakitkan untuknya. Ia tidak ingin mengingat itu lagi, saat dimana ia gagal menyelamatkan kekasihnya sendiri.
"Shisou, aku yakin Shizune-san tidak bermaksud berkata seperti itu," Sakura melerai perdebatan di antara mereka. Ia tidak ingin terjadi baku hantam hingga membuat Shizune harus mendekam di rumah sakit.
Kakashi mendengus jenuh melihat keributan di hadapannya. Ia memilih untuk diam daripada ikut terbawa masalah.
.
.
.T B C
Jangan lupa check out
my new work judulnya
CANOPUS HEHEHEHE
genrenya teen fiction.
Pengen cobain aja bikin
genre teenfic setelah
fanfic. Tinggalin comment
ya, menurut kalian cerita
saya yang baru itu gimana?
Tapi, tenang aja, saya akan memprioritaskan
Serendipity ok :DMana coba penggemar KAKASAKU
Yuhuuuu~
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfic[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...