"Kau tau? Ada yang aneh dengan Ino akhir-akhir ini."
"Dia suka meminta suatu hal yang sangat aneh, bahkan di buku yang kubaca tidak dapat membuatku mengerti. Dia bahkan membangunkanku tengah malam dan ingin dibuatkan udon, bahkan aku harus ke desa lain untuk mencarikannya bunga aneh yang dimintanya, dia akan menangis jika permintaannya diabaikan," jelas Sai.
Sakura tertawa, ia pikir Sai adalah orang yang pintar, tapi dalam urusan seperti ini Sai sangat bodoh. Ia akan memakluminya karena Sai tidak pernah mempelajari tentang wanita yang sedang hamil. Dan mereka adalah pasangan baru.
"Itu tidak aneh, Sai, itu memang sering dialami oleh semua wanita hamil."
Sai mengerutkan dahinya, ia masih belum mengerti dan meminta penjelasan lebih dari Sakura lagi.
"Itu namanya ngidam. Ngidam bisa datang kapan saja. Banyak yang bilang ngidam seorang wanita hamil itu merepotkan, haha.. aku setuju karena memang ngidam itu merepotkan untuk para suami karena permintaan wanita yang kadang aneh,"
"Kenapa wanita harus ngidam? Kalian para wanita benar-benar aneh dan merepotkan,"
Sakura mengerutkan dahinya kesal, ia akui bahwa wanita memang merepotkan, tapi tidak seharusnya Sai berkata sekasar itu langsung di hadapannya. Sakura menghirup napas dalam agar dapat mengontrol emosinya yang sudah diujung tanduk. Tangannya terasa gatal ingin memukul Sai dengan wajah tanpa ekspresinya. Untung saja Naruto langsung berbicara sebelum ia melayangkan bogem mentah untuk Sai.
"Setidaknya mereka lebih kuat karena bisa menjaga kehidupan baru yang ada di perut mereka sampai berbulan-bulan dan tidak merasa direpotkan sama sekali, benar kan Sakura-chan?" Naruto melirik Sakura dengan wajah bangganya setelah mengucapkan kalimat yang terlintas di pikirannya begitu saja.
"Ya betul sekali, kalau memang tidak ingin repot, jangan tanam benih di rahim wanita!"
Sai melotot tak percaya dengan respon Sakura yang sedikit memojokkannya, ditambah lagi Naruto yang bahkan belum merasakan bagaimana posisi seorang suami dengan bangganya mengatakan hal seperti itu. Sai memutar matanya jenuh. Sekarang ia sudah tau sedikit tentang wanita hamil, dan ia harus mengingat baik-baik pesan-pesan yang Sakura berikan padanya. Entah itu untuk dirinya maupun untuk Ino yang tengah mengandung anaknya.
.
."Naruo, aku tidak butuh bantuanmu!" Bentak Sakura kesal. Bagaimana tidak kesal kalau sejak pria kuning ini kembali ke desa, Naruto tidak berhenti mengikutinya kemanapun ia melangkah. Sakura dibikin naik pitam.
"Tunggu sebentar, Sakura-chan," Naruto menarik Sakura agar duduk di bangku yang tersedia di bawah pohon di depan kantor hokage.
Sakura dengan patuhnya langsung duduk. Sudah seharian ini ia berdebat dengan Naruto dan perdebatan itu sangat melelahkan karena tidak ada habisnya. Kali ini ia menuruti kemana Naruto menariknya.
"Aku tidak men—"
"Wah.. wah.. reuninya mungkin sudah cukup. Ayo pulang, Sakura," suara bariton khas milik Kakashi langsung membuat senyum Sakura mengembang. Sudah berjam-jam ia menunggu Kakashi menyelesaikan tugasnya sampai matahari hampir tenggelam, akhirnya pria yang ia tunggu seharian ini muncul lebih cepat dari dugaannya.
"Kakashi-sensei!" Tegur Naruto kesal. Barusaja ia ingin bicara, tapi Kakashi memotong kalimatnya. Lenyap sudah pertanyaan—lebih tepatnya, curhatan— yang ingin ia lontarkan pada Sakura.
"Yo, Naruto?"
"Kau sudah selesai?" Tanya Sakura bangkit dari duduknya menghampiri Kakashi.
Kakashi melangkah lebih cepat mendekati Sakura agar wanita itu tidak terlalu banyak bergerak. Ia takut jika Sakura berjalan terlalu lama dengan perutnya yang besar membuat kaki Sakura goyah dan jatuh. Oh tidak, jangan sampai seperti itu.
"Iya, maaf membuatmu menunggu terlalu lama,"
Sakura menggeleng kecil, "tidak apa-apa, ada Naruto yang menemaniku." Sakura tersenyum simpul seraya menoleh ke Naruto.
"Hehehe, kau bisa mempercayakan Sakura padaku, sensei. Aku bisa menjaganya seperti istriku sendiri,"
Kakashi menatap tajam Naruto dan menarik Sakura untuk lebih drkat dengannya. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi dari ucapan Naruto barusan.
"Huwaa.. tatapanmu mengerikan, sensei," kata Naruto ngeri.
"Kami pulang duluan, Naruto. Sampai jumpa," suara Sakura mengintrupsi kedua pria di hadapannya. Takut-takut jika emosi Kakashi terpancing oleh Naruto yang suka asal bicara dan Naruto akan tergeletak di atas tanah dengan kondisi yang mengenaskan sama seperti yang terjadi pada Lee beberapa bulan lalu yang mendekatinya dan berakhir di rumah sakit karena pukulan bertubi-tubi Kakashi.
Kakashi menarik tubuh Sakura ke gendongannya. Jarak dari kantor dan rumah mereka terbilang cukup jauh dan Kakashi tak mau Sakura meneteskan keringat sedikitpun.
"Kakashi, kau tau aku berat, kan?"
"Makanya diamlah selagi aku menggendongmu," sahut Kakashi sarkas.
Sakura memanyunkan bibirnya. Ia tak menyangka Kakashi akan menyetujui ucapannya. Padahal ia hanya memancing Kakashi, tapi ia salah memberi umpan.
Kakashi menyadari raut wajah Sakura yang berubah. Ia tipikal pria peka jadi tau kapan wanita sedang kesal maupun tidak. Kakashi menarik tengkuk Sakura mendekati wajahnya dan mencium bibir wanitanya sekilas.
"Kakashi," gumam Sakura malu.
"Hei! Kalian tidak seharusnya melakukan se-seperti itu di.. di depan pria tak beristri!" Gerutu Naruto.
Kakashi mengabaikan Naruto yang hatinya sedang panas dengan seringai kecil di sudut bibirnya. Ia puas. Setidaknya Naruto bisa sadar dan tidak mendekati wanita yang sudah bersuami.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfiction[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...