Tok.. tok..
Suara ketukan pintu terdengar disela-sela kesibukannya yang sedang memasak makan siang. Sakura mengintip sedikit ke pintu kamar yang terbuka lebar sebelum memanggil Kakashi.
"Kakashi, tolong bukakan pintu." Seru Sakura agak keras.
Tidak ada jawaban. Sakura sedikit kesal bukan karena ada tamu yang tak diundang menganggu kesibukan masaknya, tapi karena Kakashi yang tak mendengar panggilannya padahal suaranya jelas sudah cukup keras hingga merambat ke ruangan lain.
Sakura berdecak kesal. Ia melepas kaitan celemek dari lehernya dan menaruhnya di atas meja makan. Ia tidak peduli lagi dengan air yang sedang dipanaskan dan bahan makanan lainnya. Yang terpenting adalah siapa tamu tak diundang datang disaat yang tidak tepat ini?
Sebelum membukakan pintu untuk tamu tersebut, Sakura mengintip ke dalam kamar untuk mengecek Kakashi yang tak menjawab panggilannya daritadi.
Terdengar suara air kran mengalir dari arah kamar mandi. Sakura hanya ber-oh ria mengetahui Kakashi sedang di dalam kamar mandi. Ia pikir pria itu diam-diam kabur dan malah kelayapan tanpa sepengetahuannya.
Tok.. tok..
Suara ketukan pintu terdengar lagi. Sepertinya tamu ini mulai tak sabaran menunggu.
Sakura memutar knop pintu. Di depan sana seorang wanita yang ia kenal sebagai Hanare menatapnya bingung. Sakura diam kaku, tak tau harus berkata apa. Apa yang dilakukannya kesini?
"Ha.. hanare-san?"
"Sakura?"
Keduanya saling memanggil nama lawan bicara mereka. Sakura menelan salivanya dengan susah payah. Ada banyak pertanyaan mengapa dia kesini yang terus terputar di pikirannya.
"Aku tidak salah alamat, kan?"
"Maksudmu Kakashi?" Sakura balik bertanya.
Hanare mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Sakura. Hanare melihat masuk ke dalam sekeliling ruangan di belakang Sakura. Benar, inu rumah Kakashi. Apa yang dilakukan Sakura di sini? Oh, itu wajar mengingat Sakura akan menikah dengan Kakashi. Kabar itu sudah terdengar di desa.
"Jadi kau tinggal disini?" Pertanyaan demi pertanyaan Hanare lontarkan. Sakura diam membisu tak tahu harus menjawab apa.
"Anu—"
"Sakura, sepertinya masakanmu hangus." Kata Kakashi yang baru saja keluar dari kamar setelah mencium bau aneh dari arah dapur. Matanya tak mendapatkan Sakura di dapur, hanya ada asap hitam kecil yang mengepul di sana. Kakashi dengan sigap mematikan kompor dan mencari Sakura.
Langkahnya terhenti saat melihat Hanare yang berada di seberang pintu sedang bercengkrama dengan Sakura. Apa akan terjadi sesuatu yang buruk? Perasaannya tidak enak.
"Sakura?" Panggil Kakashi sekali lagi.
Sakura berbalik bersamaan dengan Hanare yang masuk tanpa permisi ke dalam apartemen Kakashi. Sakura sedikit terhuyung karena Hanare yang bergerak tiba-tiba.
"Kakashi!" Tegur Hanare agak kasar. Ia terlihat marah.
Kakashi hanya bisa diam. Ia tak tau harus berkata apa. Dan tujuan Hanare kesini buat apa?
"Jadi alasanmu menolakku karena Sakura?" Tanya Hanare yang hampir menitikkan air matanya.
Kakashi hanya bisa terdiam di tempatnya. Ia merasa sangat bersalah pada wanita di depannya. Ia tak bermaksud menyakiti perasaan Hanare yang sudah menyatakan cinta berkali-kali padanya tapi ia tolak karena dihatinya hanya ada Sakura, tidak ada yang lain.
"Kenapa kau hanya diam, Kakashi? Kupikir dulu kau menyukaiku saat kita bertemu di desa dan kau menolongku dari desaku?"
"Maaf," hanya itu yang bisa Kakashi katakan. Ia melirik Sakura was-was yang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
Hanya ada satu orang dipikirannya. Sakura. Kakashi tidak ingin membuat wanitanya marah karena hal ini. Tapi ia juga tak tega melihat Hanare yang sudah menitikkan air mata di hadapannya. Kenapa ia harus di hadapkan oleh pilihan yang cukup rumit seperti ini.
"Reuni kecil? Aku akan menyiapkan teh kalau begitu," sela Sakura meninggalkan kedua orang berlawanan jenis itu ke dapur.
"Sakura," lirih Kakashi yang hanya bisa di dengar oleh Hanare.
Bagaikan tersambar petir di siang bolong. Hati Hanare menjadi remuk saat Kakashi menyebut nama Sakura dan hanya bisa didengar olehnya.
"Kenapa kau lebih memilih bocah itu dibanding aku yang lebih dewasa dan.." Hanare langsung menghambur kepelukan Kakashi membuat pria itu terkejut dan hampir terjatuh karena beban tubuh Hanare.
Sakura melirik ke belakang saat mendengar suara gaduh yang membuatnya penasaran. Entahlah, bagaimana bisa elemen petir tiba-tiba masuk ke dalam tubuhnya dan menyengat setiap sel kulitnya saat melihat sesuatu yang harusnya tak ia lihat. Walau Kakashi tidak membalas pelukan wanita itu, tapi tetap saja itu membuatnya sakit hati.
Sakura menarik kursi yang tak jauh darinya. Bokongnya langsung menempel di bantalan kursi dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Kakashi dan Hanare? Haha itu terdengar lucu.
Sekarang ia memercayakan semuanya pada Kakashi. Ia terlalu lemah untuk mengurus cinta segitiga antara ia, Kakashi, dan Hanare. Ia yakin Kakashi akan memilihnya dibanding wanita itu.
Tangan Kakashi mengelus surai merah muda Sakura dengan lembut. Ia tau stress itu tidak baik untuk kesehatan janin. Dan sekarang ia harus memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Hanare agar Sakura tidak terganggu dengan pikiran-pikiran negative yang mungkin saja hinggap di kepalanya dan membuat kesehatannya menurun.
"Sakura," lirih Kakashi dengan suara lembutnya. Sakura menoleh mendapati Kakashi berdiri di sampingnya.
"Apa reuni kalian sudah selesai?" Tanya Sakura sarkas.
"Maaf kalau membuatmu sedih, aku akan menyelesaikan semuanya saat ini juga." Kakashi membawa Sakura ke pelukannya seraya mencium kening wanitanya.
Perlahan Kakashi menarik Sakura ke ruang tengah, mengajak wanita itu berbicara langsung dengan Hanare. Tangannya tak lepas merangkul Sakura di sampingnya.
Dengan langkah gontai, ia kembali menemui Hanare. Ini saatnya untuk mengusir Hanare dari hidup Kakashi dan tak mengganggu prianya lagi. Ia akan egois dalam menyangkut kehidupannya apalagi jika seseorang mencoba memisahkannya dari orang yang ia cintai.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Fanfiction[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...