Sebuah kertas dengan deretan nomor ponsel pemberian Irene masih tergeletak tanpa daya di meja ruang makannya.
Seulgi baru saja menghabiskan semangkuk jajangmyun yang ia pesan dari layanan delivery order, malas untuk melangkah keluar karena cuacana terlalu dingin. Desember yang lebih dingin dari tahun sebelumnya.
Tanpa ada minat untuk membersihkan bekas makanannya, Seulgi terus memandangi kertas itu hingga mungkin akan melubanginya lewat tatapannya. Kertas itu masih tetap dalam posisi yang sama, tidak bergerak sedikit pun.
“Seharusnya kau mengatakan padaku, apa yang harus aku lakukan! Ck. Kenapa kau diam saja?” maki Seulgi, entah pada siapa. Tapi pandangannya sedari tadi tidak lepas dari kertas itu.
“Kalau kau hanya diam, untuk apa kau ada disini?!” gerutunya makin menjadi.
Jarinya mengetuk-ngetuk ringan meja dengan irama yang tidak beraturan, ia berulang kali menghirup dan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Memikirkan bagaimana caranya menghubungi nomor itu tanpa harus merasa sungkan.
Jelas. Seulgi merasa sungkan karena sebelumnya ia menolak Oh Sehun dan dengan sangat sopan mengguyur wajah tampan itu dengan segelas air.
Lalu kini ia harus menarik kembali kata-katanya tempo hari hanya karena ketakutannya pada seseorang?
Demi Tuhan, ia membutuhkan sosok berkuasa semacam Sehun.
Dengan gerakan perlahan, Seulgi mengetik satu per satu nomor yang tertera di kertas itu dengan ponselnya. Ia sangat hati-hati, memastikan berulang kali bahwa nomor yang ia masukkan ke dalam daftar kontak ponselnya adalah nomor yang benar.
Sebelum benar-benar melakukan panggilan, Seulgi menarik napas panjang lalu memasang senyum semanis mungkin. Meski ia tahu bahwa lawan bicaranya tidak bisa menikmati senyum itu.
“Taeyong-ah…”
***
Perasaannya campur aduk. Mau tidak mau Seulgi harus menebalkan muka dan membuang jauh egonya untuk menemui Sehun lagi setelah satu minggu berlalunya kejadian itu. Digamitnya erat lengan Taeyong yang entah sejak kapan mulai basah karena tangannya sendiri memproduksi keringat melebihi batas wajar.
Ya. Seulgi menghubungi Taeyong karena ia merasa tidak memiliki nyali untuk menemui Sehun seorang diri.
Dengan adanya Taeyong, ia harap perlindungan dari pria itu bisa memberinya sedikit kekuatan untuk berbicara dengan Sehun.
Tapi sial sekali Oh Sehun. Pria itu merekomendasikan tempat yang sama dengan meja yang sama untuk pertemuan kedua mereka kali ini.
Sepertinya dia paham betul bagaimana menyerang mental orang lain dengan cara yang menyebalkan.
“Noona, jadi kenapa kau mengajakku kemari?” tanya Taeyong bingung. Seulgi memang tidak menjelaskan apa pun terkait permintaannya beberapa saat lalu.
Seulgi melihat keadaan sekitar, khawatir jika Sehun tiba-tiba muncul disana. Kemudian pandangannya teralihkan pada arloji kecil yang menghiasi pergelangan tangannya, masih ada waktu 15 menit jika pria itu tepat waktu.
“Aku ingin menemui seseorang, yang perlu kau lakukan disini hanya diam dan menggenggam tanganku saja. Jangan menyela pembicaraan apalagi mengajukan pertanyaan!” tutur Seulgi, gadis itu bahkan berbisik pelan dengan matanya yang masih awas menelanjangi setiap sudut restoran ini.
Tentu saja, Taeyong bertambah bingung. Tanda tanya yang mulanya hanya satu kini menggandakan diri menjadi dua, tiga, empat, lima ahh banyak sekali di kepalanya. Bukannya mendapat pencerahan, otaknya semakin buntu memikirkan apa yang sebenarnya ia lakukan disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pieces Of Happiness
Fanfiction"Awalnya aku pikir aku sudah hidup bahagia, tapi setelah bertemu denganmu, aku sadar bahwa sebelumnya aku hanya mengingkari robekan di hatiku dengan sebuah tawa" (Kang Seulgi) "Kau memberikan sepotong kebahagiaan yang menyempurnakan hidupku, tapi me...