30

687 130 19
                                    

Taeyong gusar, pun dengan Sehun, belum ada kabar apapun tentang Seulgi. Gadis itu sudah menghilang hampir 24 jam. Seharusnya baik oranng-orang Taeyong ataupun Sehun bisa memberikan kabar lebih cepat.

“Dimana Seulgi…” Sehun memijat pelipisnya, pening. Belum usai tentang hilangnya Seulgi, ia juga dihadapkan pada tuntutan hatinya. Sebelum menemukan Seugi, urusan hatinya harus segera dituntaskan.

“Sejujurnya aku curiga pada Wendy.” Ujar  Taeyong, merasa tidak enak karena terlihat seperti tuduhan tak berdasar tapi hatinya tidak tenang setiap kali melihat Wendy.

Suara Taeyong terus berdengung di telinganya tapi setelah itu hening, ada banyak hal yang berkecamuk di dalam pikiran Sehun. Dan itu sulit membuatnya untuk fokus pada pencarian Seulgi.

“Sehun-ssi, kau mendengarkanku kan?” Taeyong berdecak kesal, merasa tidak diperhatikan. Ia sudah menggebu-gebu menjelaskan analisa tentang kecurigaannya terhadap Wendy, berharap mendapatkan tanggapan yang cukup memuaskan agar mereka segera menemukan titik terang untuk keberadaan Seulgi. Tapi Sehun justru sibuk dengan dunianya sendiri.

Sehun terkesiap, ia mengusap lehernya pelan, “Ahh…maaf.”
Pandangan Sehun kembali fokus pada keramaian di depan mereka. Sejak kemarin, mereka berkeliling di sekitar lokasi dimana Seulgi terlihat terakhir kali.

“Aku khawatir setengah mati, tapi kau seperti tidak peduli apakah dia masih hidup atau tidak.” Ucap Taeyong sarkastik. Bukan apa-apa. Hanya saja Taeyong merasa dirinya berusaha lebih keras untuk mendapatkan Seulgi, sementara Sehun…sudahlah. Pria ini tidak membantu sama sekali.

“Tolong jaga ucapanmu! Dia sedang mengandung anakku, bagaimana bisa aku tidak peduli padanya?!” sergah Sehun, merasa terpancing. Tentu saja kata-kata Taeyong yang sengit sangat mengganggunya.

Taeyong berdecih, “Hh. Pada akhirnya kau mengaku hanya peduli pada anak itu.”

Tentu saja Taeyong kesal juga marah karena perkataan Sehun. Ia tidak pernah bertemu dengan orang seegois Sehun sebelumnya, apalagi jika menyangkut Kang Seulgi.

Sehun menghela napas kasar, di saat seperti ini tidak ada gunanya berdebat dengan Taeyong. Toh apa pun yang ia katakan tidak akan membuat Taeyong serta merta percaya kepadanya, “Aku yang paling mengkhawatirkan Seulgi, lebih dari apa pun juga.”

***

Langkah Sehun kembali terhenti saat sosok Wendy berdiri di depan pintu apartemennya. Gadis itu tersenyum hangat, seolah tidak pernah terjadi pertengkaran sebelumnya. Ia berjalan mendekati Sehun dengan tenang kemudian memeluknya merindu.

“Maafkan aku untuk kemarin…aku hanya merasa cemburu padanya. Aku tau kemarin aku cukup keterlaluan.” Ujarnya penuh penyesalan, gadis itu bahkan terisak sembari menenggelamkan wajahnya di dada Sehun.

Sehun terpaku. Tidak juga membalas pelukan istrinya itu. Entah perasaan macam apa ini, tapi Sehun merasa sangat asing dengan Wendy saat ini.

“Aku janji, aku tidak akan seperti itu lagi. Sebelumnya kau hanya milikku, aku…aku hanya tidak terbiasa berbagi dengan gadis lain. Maafkan aku, Sehun-ah…” Wendy semakin merapatkan pelukannya.

Sadar tidak ada reaksi, Wendy mendongak, menatap Sehun tanpa ekspresi, “Kau marah padaku?”

Pelukannya terlepas seketika. Wendy mengambil satu langkah mundur, “Jawab aku! Kenapa kau diam saja?!”

“Wendy-ah, apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”

Tidak. Bukannya Sehun terpengaruh oleh ucapan Taeyong tentang kecurigaannya terhadap Wendy. Tapi melihat Wendy tiba-tiba datang saat Seulgi menghilang membuatnya ikut berpikiran seperti Taeyong.

The Pieces Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang