Sesekali Seulgi mendesah pelan, menggeram, tapi tetap fokus pada alur cerita yang disampaikan oleh Taeyong hingga ia berani mengerucutkan siapa pelaku pembunuh ibunya yang sebenarnya.
Kematian ibunya merupakan hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya, meskipun ia sudah berusaha untuk mengikhlaskan.
Begitu Taeyong menyelesaikan kisah peliknya, Seulgi terdiam cukup lama sebelum ia memejamkan matanya sejenak kemudian menghirup napas dalam berulang kali. Dan kembali membuka mata, bersikap seolah ia tidak pernah mendengar apa pun.
“Kau ingin bagaimana selanjutnya, noona?” tanya Taeyong khawatir, sejak awal ia memang ragu untuk menyampaikan ini. Bahkan jika boleh memilih, lebih nyaman untuk tidak mengetahui apapun.
“Seulgi-ah, aku akan mendukung apapun keputusanmu.” Irene meremas kuat tangan Seulgi, memberi kekuatan pada gadis itu. Ia tahu betul saat ini Seulgi sangat hancur, meski Seulgi tidak berusaha untuk menunjukkannya.
“Aku akan melakukannya dengan caraku.” Tekad Seulgi, ditutup dengan senyuman kecil untuk menenangkan hati kedua orang yang kini sangat mengkhawatirkannya.
Setidaknya Seulgi tidak boleh terlihat kalah di hadapan orang-orang yang menginginkan kekalahannya.
***
Dengan sedikit tergesa, Sehun kembali ke apartemen lebih awal. Ia mendapatkan kabar dari pengacara Zhang bahwa Seulgi membatalkan gugatan atas kasus ibunya, gadis itu menarik kembali pernyataannya dan memilih mundur secara tiba-tiba.
Meski perlahan Sehun mullai bisa meraba siapa dalang dibalik kasus 20 tahun lalu itu, ia cukup terkejut dengan keputusan Seulgi mengingat gadis itu sebelumnya sangat antusias untuk menyelesaikan kasus ini hingga benar-benar tuntas.
Dilihatnya Seulgi sedang duduk manis di sofa, sesekali ia tersenyum kemudian tertawa kecil menyaksikan apa yang ditampilkan di layar televisi. Seolah tak terusik dengan kehadiran Sehun.
“Eo? Kau sudah pulang?” ujar Seulgi saat Sehun duduk di sampingnya, ia menatap pria itu sejenak sebelum memfokuskan atensinya pada jam dinding. “Tidak biasanya…” gumamnya pelan, menyuarakan keheranannya atas kepulangan Sehun.
“Pengacara Zhang mengatakan padaku bahwa kau mencabut kasusnya. Benar?” tanya Sehun tenang, memastikan bahwa keputusan yang diambil Seulgi benar-benar atas keinginannya sendiri.
Dengan kata lain, tidak ada hal yang membebaninya sehingga harus mengambil keputusan sedemikian rupa.
Seulgi mengangguk matap, ia tersenyum lebar, “Aku rasa…sudah cukup untuk kasus itu. Sekali pun aku bisa menemukan siapa pembunuh ibuku, aku tidak akan bisa menghidupkan ibuku lagi.”
Pandangannya kini tertuju pada perut ratanya, mengelusnya dengan gerakan teratur, “Lagipula aku memiliki dia, tidak akan bagus baginya jika aku memikirkan hal lain yang bisa membuatku stress. Jadi…aku melepaskan semuanya.”
Mencoba mengerti apa yang dirasakan oleh Seulgi, Sehun menatapnya penuh arti. Gadis ini mengandung anaknya, anak yang selama ini menjadi keinginan terbesar dalam kehidupan rumah tangga Sehun dengan Wendy.
Tapi kali ini Sehun mengakui kesalahannya bahwa ia sudah terlalu jauh memakai hatinya dalam hubungan sementara ini, sehingga sulit baginya untuk berhenti.
Sehun tersentak saat kepalan tangan Seulgi meninju pelan bahunya.
“Kau juga menginginkan bayi yang sehat kan?” tanyanya kemudian tertawa kecil. Detik berikutnya ia kembali fokus pada tayangan di televisi. Gadis itu menonton kartun Pororo.
“Benar. Dia harus sehat, dan kau juga harus jauh lebih sehat.” Sahut Sehun tulus, ia mengusak pelan rambut Seulgi, “Apa saja yang kau lakukan hari ini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pieces Of Happiness
Fanfiction"Awalnya aku pikir aku sudah hidup bahagia, tapi setelah bertemu denganmu, aku sadar bahwa sebelumnya aku hanya mengingkari robekan di hatiku dengan sebuah tawa" (Kang Seulgi) "Kau memberikan sepotong kebahagiaan yang menyempurnakan hidupku, tapi me...