28

727 129 18
                                    

Tak habis pikir.

Itulah yang muncul dalam benak Seulgi ketika mendengarkan apa yang selama ini dipendam oleh Wendy. Jadi gadis itu ragu tentang anak dalam kandungan Seulgi.

Ia berdecih sebal karena merasa direndahkan kemudian menutup pintu kamarnya hingga menimbulkan dentuman yang cukup keras, enggan menanggapi Wendy.

Seulgi masih dapat mengingat kata-kata Sehun tentang bayi mereka bahwa emosi yang tidak stabil akan sangat berpengaruh pada kondisi kehamilannya, gadis itu mengelus lembut perutnya, menenangkan bayi di dalam sana, juga menenangkan dirinya sendiri.

Setidaknya, ia harus tetap menjadi gadis yang manis untuk bayinya. Tapi tetap saja terus berhadapan dengan Wendy setiap hari bisa membuat Seulgi tiba-tiba memuncak karena gadis itu mulai berani menunjukkan rasa cemburunya.

Ya, awalnya Seulgi mengira Wendy terlalu baik karena dengan senang hati memberikan suaminya kepada gadis lain tapi ternyata dugaannya salah. Wendy sama saja seperti perempuan pada umumnya, hanya stok kesabarannya lebih banyak dari yang lain. Sehingga kecemburuannya pada Seulgi baru muncul akhir-akhir ini.

***

Tergesa-gesa, Sehun pulang ke apartemennya. Ia bahkan meninggalkan rapat yang begitu penting hanya karena satu panggilan dan satu kalimat paling ajaib yang membuat dirinya kalang kabut. Pria itu menyapu seluruh ruangan dengan matanya yang tajam, mencari sosok yang tadi meneleponnya.

“Wendy-ah, kemana Seulgi?” tanya Sehun begitu melihat Wendy keluar dari kamarnya. Gadis itu terkesiap karena Sehun tiba-tiba muncul di apartemen di jam seperti ini. Dan dirinya begitu kecewa saat sosok yang dicari adalah orang lain.

“Apa terjadi sesuatu padanya? Dia tidak pergi kemana pun kan?” tanya Sehun beruntun karena Wendy tak kunjung memberinya jawaban.

Bahkan Sehun tanpa sadar mencengkeram kuat bahu mungil Wendy dan mengguncangkan tubuhnya. “Jawab aku! Kemana Seulgi? Dia baik-baik saja kan?”

“Kau menyakitiku, Sehun-ah…” cicit Wendy, ia meringis kesakitan saat Sehun mulai mencengkeram kasar bahunya. Kedua matanya berkaca-kaca, bahkan Sehun mulai berani menyakitinya hanya karena ia terlalu khawatir pada Seulgi. Ia telah benar-benar kehilangan ha katas pria itu.

“Maaf.” Ujar Sehun merasa bersalah, ia melepaskan Wendy dan melangkah mundur, menjaga jarak agar gadis itu tidak lagi menjadi pelampiasan kekacauannya. 

Tepat saat Wendy akan membuka mulutnya, Seulgi muncul dengan satu koper besar yang ditariknya dengan susah payah. Ia memandang sinis pada Wendy yang masih membeku di hadapan Sehun.

“Kau mau kemana, Seulgi-ah? Kau sudah mengatakan padaku bahwa kau akan tetap tinggal sampai bayi kita lahir. Lalu kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran, eo?” kini perhatian Sehun sepenuhnya beralih pada Seulgi, pria itu menahan koper Seulgi dan memaksanya untuk tetap tinggal sembari menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Benar. Seulgi meneleponnya dan mengatakan bahwa ia tidak bisa tinggal lagi disini. Semuanya terlalu tiba-tiba, di saat Sehun merasa Seulgi mulai kembali membuka dirinya.

Berbeda sekali dengan caranya menghadapi Wendy, Sehun justru terlihat begitu lembut sarat akan kecemasan dan kekhawatiran setiap kali ia berbicara pada Seulgi. Dan hal itu membuat Wendy merasa begitu terasingkan.

“Kita bisa bicarakan ini baik-baik kan? Tidak perlu pergi seperti ini…” ujar Sehun bersikukuh. Ia membimbing Seulgi untuk duduk di sofa ruang tamu, dan gadis itu mengikutinya tanpa perlawanan.

“Sekarang katakan padaku, kenapa kau tiba-tiba ingin pergi?” Sehun menggenggam lembut tangan Seulgi, dengan sabar menanti gadis itu berbicara.

“Apa menurutmu anak ini milikmu?” tanya Seulgi kemudian, nada bicaranya terkesan menuntut.

The Pieces Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang