21

848 150 33
                                    

Itulah sebabnya, mengapa Seulgi tidak terlalu mengharapkan kehadiran seorang anak. Karena anak itu nantinya hanya akan merasakan penderitaan yang sama dengannya, dan itu benar-benar menyakitkan.

Seulgi mengerang frustrasi, dari dalam kamar ini ia masih mendengar Sehun terus bergumam ‘maaf’ dan ‘maaf’. Entah bagian mana, atau untuk rasa sakit yang mana tapi Seulgi terlanjur begitu kecewa dengan tipuan yang dibuat olehnya.

Jika saja memberikan kata ‘maaf’ itu semudah membalik telapak tangan, mungkin Seulgi akan melakukan itu setidaknya untuk membuat Sehun pergi. Tapi menghapus jejak rasa sakit yang ditinggalkan bukanlah sesuatu yang mudah.

Seulgi tidak bisa memastikan apa yang akan ia lakukan nantinya pada keadaan ini, hanya saja satu yang pasti bahwa bayi ini adalah miliknya. Tidak ada satu pun yang bisa mengambil bayi ini dari Seulgi, sekalipun itu Sehun.

Ya, satu keputusan itu dengan yakin telah ia ambil. Seulgi akan bertanggungjawab penuh atas bayi ini.

Maka yang perlu dilakukan, setidaknya untuk saat ini adalah menjauh dari Sehun.

Seulgi membuka pintu dengan hati-hati, sebelumnya ia sudah menghubungi Taeyong karena hari sudah larut dan meminta pria itu menjemputnya di apartemen Sehun.

Masih ada Sehun disana, dengan wajah piasnya, tatapan penuh penyesalannya. Ia berdiri tepat di depan kamar Seulgi, menghalangi langkah gadis itu untuk keluar dari peraduannya.

“Jangan pergi!” cicit Sehun, nyaris tidak terdengar. Ia hanya berbisik, seolah tidak ada kekuatan yang bisa ia jadikan tameng untuk mempertahankan dirinya di hadapan Seulgi. Jelas, Sehun melakukan kesalahan besar.

Gadis itu hanya diam, menatapnya kecewa. Menurut Seulgi, kebohongan Sehun sudah jelas memperlihatkan dimana posisi Seulgi seharusnya. Dia tidak memiliki tempat, sejak awal memang demikian.

Dan Seulgi tidak ingin banyak berharap dari pria ini.

Dengan keteguhan hati yang masih tersisa, Seulgi berusaha melewati pertahanan Sehun yang sebenarnya rapuh dengan angkuh. Seulgi tidak ingin lagi peduli pada suatu hal yang tidak seharusnya ia pedulikan.

“Aku mohon….” Langkah Seulgi terhenti ketika tangan Sehun terulur untuk menahan lengannya. Pria itu juga merasa tidak nyaman, ia juga tidak senang dengan kekacauan ini.

Meski Sehun tahu hal seperti ini cepat atau lambat akan terjadi tapi tetap saja rasanya sangat tidak menyenangkan. Benar-benar buruk, lebih buruk dari yang pernah ia pikirkan.

“Kau boleh melakukan apa pun, memakiku, memukulku. Lakukan apa pun yang kau sukai, yang membuatmu merasa lebih tenang! Tapi jangan pergi!” bisik Sehun memelas.

Jika saja Sehun menyadari sejak awal bahwa Seulgi bisa membuatnya jatuh cinta, maka lebih baik baginya untuk tidak bertemu dengan Seulgi.

Tidak.

Sehun tidak menyesali hatinya yang kini mulai terisi dengan nama Seulgi, hanya saja ia menyesalkan keadaan yang mempertemukan mereka. Sehun sangat menyesal karena pada akhirnya cinta yang ia miliki justru menyakiti Seulgi, juga Wendy.

Seulgi menghentakkan tangan Sehun dari lengannya, mengabaikan permohonan Sehun dan meneruskan langkahnya untuk keluar dari apartemen ini. Tidak ada yang bisa ia harapkan di tempat ini.

Pintu terbuka tepat sebelum Seulgi mencapai daun pintu, menampilkan sosok gadis manis berponi berperawakan lebih mungil dari Seulgi. Gadis bermata cerah dengan wajah asing menunjukkan keterkejutannya ketika berhadapan langsung dengan Seulgi, terlebih menyadari bahwa Seulgi membawa serta koper besar di sampingnya.

The Pieces Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang