Cuaca hari ini begitu dingin, Seulgi berencana membungkus tubuhnya dengan selimut dan berhibernasi sepanjang musim jika saja Taeyong tidak tiba-tiba muncul di apartemennya.
Berbicara tentang berkencan. Kini rutinitas itu hanya dijalankan Seulgi dengan satu pria saja, Lee Taeyong.
Tapi pria itu selalu saja datang di saat yang tidak tepat.
Taeyong menjadi sedikit aneh dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah menjadi super posesif. Taeyong selalu ingin tahu segala hal, termasuk tentang perkembangan hubungannya dengan Sehun.
Membahas hal itu, menurut Seulgi, merupakan topik yang membuat moodnya hancur seketika.
“Sebenarnya kau mencari apa, Taeyong-ah?” rajuk Seulgi, pasalnya ia merasa sudah berputar-putar di tempat yang sama sedari tadi. Tapi Taeyong masih sibuk meneliti setiap barang yang dipajang disana. Dan lagi Taeyong menganggu usaha hibernasinya.
“Buku, noona. Aku sudah mencarinya di situs online, tidak ada yang menjualnya…hmm….atau memang mereka tidak ingin menjualnya? Itu sebabnya aku mencarinya disini.” jelas Taeyong seperti bercerita pada dirinya sendiri, karena pria itu terus saja menggumam.
Buku? Seulgi tidak ingat bahwa Taeyong pernah bercerita tentang hobinya membaca atau mengoleksi buku.
“Buku apa yang kau cari?” tanya Seulgi akhirnya. Mungkin ia bisa ikut membantu Taeyong mencari buku itu, dan tentu akan lebih cepat jika Seulgi ikut membantunya. Lebih cepat pula ia kembali ke sofa kesayangannya.
“My Last Heaven.”
Seulgi membeku seketika. Buku itu…kenapa dari sekian banyak buku di dunia ini harus buku itu yang dicari oleh Taeyong? Tiba-tiba saja ia merasa kesulitan untuk menghirup oksigen di sekitarnya.
“Seseorang memberitahuku tentang penulis hebat bernama Kang Miyoung. Sayang sekali, dia harus tewas bunuh diri. Padahal karyanya benar-benar masterpiece.”
“Noona, bisakah kau membantuku mencari buku itu?”
Taeyong terus berbicara membicarakan segala macam hal tentang buku itu juga penulisnya, sepengetahuannya. Ia bahkan seolah tidak menyadari perubahan raut wajah Seulgi, yang kini pucat pasi.
“Bukankah….buku itu batal dipublikasikan?” tanya Seulgi pelan, ia sendiri tidak yakin apakah pria itu mendengarnya atau tidak. Tapi melihat Taeyong menghentikan pergerakannya, membuat Seulgi lega sekaligus khawatir.
“Itu sebabnya hanya sedikit orang yang memilikinya. Aku benar-benar penasaran kenapa seluruh bukunya berisi keputusasaan, rasa kecewa, kesedihan yang mendalam juga depresi? Apa…itu semacam ungkapan hatinya? Ck. Aku benar-benar ingin membaca buku itu.” Taeyong seperti menerawang, mengingat kembali buku-buku yang pernah ia baca dari penulis yang sama.
“Kenapa?” lanjut Seulgi.
“Karena aku ingin tahu alasan dibalik keputusannya mengakhiri hidupnya seperti itu.” ujar Taeyong tenang. Ia tersenyum tipis, detik berikutnya dikecup ringan pipi kanan Seulgi, “Aku pria yang mudah penasaran, noona. Dan aku…selalu berhasil menemukan jawaban atas rasa penasaranku dengan….cara apa pun.”
Benarkah itu Lee Taeyong? Seulgi masih mematung di tempatnya, memandang punggung tegap Taeyong yang mulai menjauh dan hilang di antara kerumunan.
Seulgi tidak bisa berpikir jernih sekarang. Kenapa semuanya terasa begitu rancu? Ia sadar bahwa apa yang dikatakan Taeyong bukanlah sesuatu yang bisa dianggap angin lalu. Pria itu ambisius, Seulgi paham itu.
Apa kali ini Seulgi salah memilih teman bicara?
***
Tidak butuh waktu lama bagi Sehun untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Seulgi. Seperti yang pernah ia sampaikan sebelumnya bawa pernikahan itu hanya status untuk Seulgi saja, juga sebagai janjinya sebagai seorang pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pieces Of Happiness
Fanfiction"Awalnya aku pikir aku sudah hidup bahagia, tapi setelah bertemu denganmu, aku sadar bahwa sebelumnya aku hanya mengingkari robekan di hatiku dengan sebuah tawa" (Kang Seulgi) "Kau memberikan sepotong kebahagiaan yang menyempurnakan hidupku, tapi me...