8

1K 163 45
                                        

Pikiran Seulgi benar-benar kosong ketika ia dapat merasakan hembusan napas Sehun terasa sangat dekat di wajahnya. Pria itu mulai mengeksplorasi bagian sisi tubuhnya yang lemas tak bertenaga. Tapi sebelum Sehun bertindak lebih jauh, Seulgi membuka matanya tiba-tiba.

“Aku mohon…” susah payah, Seulgi menggeleng sebagai tanda bahwa ia tidak siap melakukan ini. Ia memelas pada pria itu agar berhenti dan membiarkannya malam ini.

Sehun acuh. Ia sudah bertekad malam ini akan menyelesaikan semuanya. Jika malam ini adalah kesempatan terbaiknya, maka sudah seharusnya mereka melakukannya sebagai bentuk dari kesepakatan yang telah mereka buat sebelumnya. Sehun berusaha tidak peduli dengan rengekan dan tatapan memohon gadis itu.

Tapi begitu Seulgi menahan Sehun untuk lebih dekat lagi dengan kedua tangannya, juga saat Sehun menyadari Seulgi menangis maka Sehun mengurungkan niatnya. Dan kembali pada posisi normal mereka. Sehun memberi jarak, kembali mengambil kemejanya dan memakainya asal.

Sehun paling tidak tega jika melihat wanita menangis, siapa pun itu, terlebih penyebab tangis itu adalah dirinya. Benar-benar payah, ia memang tidak berbakat menjadi bajingan yang tidak punya hati.

Gadis itu lunglai, ia jatuh terduduk di lantai. Wajahnya menunduk dalam, bahkan ia terisak.

“Apa…aku terlalu kasar?” Sehun mendekat, berjongkok di hadapan gadis itu, menyentuh bahunya pelan. “Maafkan aku.”

Tidak. Sehun sama sekali tidak melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan ke dalam tindakan yang kasar. Hanya saja tangis itu pecah karena Seulgi benar-benar dalam kondisi yang tidak siap untuk melakukan suatu hubungan. Ini adalah hal pertama baginya. Seulgi ketakutan setengah mati.

Pada akhirnya tidak terjadi apa pun di antara kedunya. Sehun mundur perlahan ketika Seulgi menolaknya. Meskipun pria itu sempat berusaha untuk mengenyahkan hati nuraninya tapi tetap saja ia tidak bisa menyakiti seorang wanita hanya karena ambisinya semata.

“Aku…masih belum terbiasa denganmu jadi…berikan aku waktu sebentar lagi agar bisa menyesuaikan diri.” ujar Seulgi setelah ia berhasil mengendalikan dirinya. Tadinya ia sempat berpikir untuk menyerah saja dan pasrah dengan apa pun yang akan dilakukan oleh Sehun tapi ternyata ketakutan itu jauh lebih besar sehingga ia memutuskan untuk menolak pria itu.

“Baiklah, aku rasa memang sebaiknya kita sama-sama menyesuaikan diri. Itu sebabnya aku pikir akan lebih baik jika aku tinggal disini mulai sekarang.” Putus Sehun. Sebelum ia benar-benar mendatangi Seulgi, ia sudah merencanakan banyak hal termasuk keputusannya untuk tinggal bersama satu atap dengan Seulgi.

Tidak ada salahnya menjadi lebih dekat dengan gadis itu, demi kelancaran perjanjian mereka.

***

Tinggal bersama maksud Sehun bukan hanya sekedar berbagi tempat tinggal tapi juga berbagi tempat tidur. Meskipun tidak melakukan apa pun, tapi menurut Sehun, saling membiasakan diri untuk berada di sekitar satu sama lain adalah salah satu cara paling ampuh untuk bisa menjadi lebih dekat. Sehun juga baru menyadari satu hal unik dari kebiasaan tidur Seulgi.

“Kenapa kau tidur di sofa?” tanya Sehun bingung ketika Seulgi menyiapkan bantal dan selimutnya di sofa yang terletak di kamarnya. “Aku ingin kau tidur di ranjang bersamaku. Kita tidak akan melakukan apa pun, hanya tidur saja. Apa kau begitu tidak mempercayaiku?”

Seulgi menggeleng tegas, “Ini bukan tentang kepercayaan, Sehun-ssi. Aku tidur disini karena aku tidak bisa tidur di ranjang. Aku akan mimpi buruk jika tidur di ranjang.”

Mwo?!” Sehun mengerenyit heran, alasannya sedikit tidak masuk akal. Ia bahkan terus beranggapan bahwa Seulgi memang sengaja menghindarinya karena kejadian tadi.

The Pieces Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang