12

868 153 23
                                    

Bertemu dengan Wendy seperti menghidupkan dunianya kembali. Senyumnya turut mengembang kala kedua binar mata itu menyambutnya penuh suka cita. Sehun memeluknya erat sebagai hadiah atas senyuman itu, menghirup dalam-dalam aroma gadis yang begitu ia rindukan. 

“Kau benar-benar datang?” tanya Wendy tak percaya, ia mencengkeram lembut kedua lengan Sehun untuk memastikan bahwa pria itu benar-benar nyata di hadapannya. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat pria ini.

“Bagaimana bisa aku diam saja mendengar kabar tentang kecelakaanmu, eo?” Sehun menangkup wajah gadisnya, meneliti segores luka yang mulai mengering di sekitar pelipis Wendy. Lalu meninggalkan sebuah kecupan disana, berharap itu bisa mengobati rasa sakit yang pernah muncul di bagian itu. “Kau terluka? Hmm?”

“Ini bukan apa-apa, hanya luka kecil.” Elak Wendy, masih dengan senyum manisnya. Ia menggamit lengan Sehun, menggiringnya untuk masuk ke dalam rumah mereka. Sementara Chanyeol turut mengikuti keduanya di belakang. Ia memutuskan untuk ikut pulang ke Kanada karena harus menarik paksa Sehun kembali ke Korea bila pria itu berniat untuk tinggal lebih lama disini.

Sebenarnya Chanyeol tidak senang berada di Kanada, sekali pun keluarganya tinggal di negara ini. Tapi baginya, Kanada bukanlah tempat untuk pulang. Terlebih jika ia melihat keadaan ibunya yang semakin hari semakin buruk.

Oppa, Eomma sangat merindukanmu. Temui dia! Dia pasti senang kau datang.” Ujar Wendy menyadari kebisuan Chanyeol, gadis itu menepuk pelan bahu Chanyeol dan mendorongnya untuk masuk ke kamar ibu mereka di lantai dua.

Lalu fokusnya kembali beralih pada suaminya setelah memastikan Chanyeol benar-benar naik ke lantai dua. Wendy memperhatikan suaminya itu dengan seksama, menyadari bahwa pria itu sepertinya semakin hari menjadi semakin tampan. Kebiasaannya pun tak pernah berubah, memainkan jemari Wendy yang lebih mungil dari miliknya saat mereka berdekatan seperti ini.

“Kenapa tidak mengabariku lebih cepat? Aku bisa datang lebih awal.” Rajuk Sehun, ia mendekap Wendy semakin dalam.

“Hanya kecelakaan kecil, aku juga baik-baik saja. Kenapa kau berlebihan sekali?”

Sehun mengecup puncak kepala istrinya, “Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Kecil atau tidak, nyatanya kau terluka kan?”

Gadis itu terkekeh pelan, Sehun terkadang memang berlebihan. Tapi sikap berlebihannya ini juga yang membuat Wendy semakin merindukannya ketika mereka tidak sedang bersama. “Bagaimana Seulgi? Apa…sudah ada tanda kehamilannya?”

Benar. Pernikahan Sehun dan Seulgi sudah berjalan selama hampir dua bulan lamanya. Tapi Sehun belum juga memberikan kabar baik yang begitu dinantikan oleh Wendy.
Tapi sepertinya pembahasan mengenai Seulgi bukanlah pilihan yang tepat, karena ekspresi wajah Sehun berubah cepat saat nama itu disebut. Pria itu berdehem pelan, tidak mengira bahwa Wendy akan membahas hal itu begitu mereka bertemu. Bukankah ini masih dalam masa saling melepas rindu?

“Sehun-ah…” Wendy menarik-narik pelan kemeja Sehun, memandang pria itu penuh dengan tatapan yang teduh dan menenangkan. Gadis itu bahkan masih bisa tersenyum sekali pun ia menyebutkan nama gadis lain yang dinikahi suaminya.

“Seulgi juga istrimu, kau menikahinya sama seperti kau menikahiku. Jadi perlakukan dia seperti selayaknya seorang istri!” ucap Wendy lembut.

“Dia yang akan melahirkan anak kita.” tegas Wendy.

Siapa yang mengatakan bahwa Wendy baik-baik saja? Ia terluka. Ia juga sama seperti wanita lain. Tapi Wendy terus berpikir bahwa untuk mendapatkan apa yang mereka impikan, harus ada yang ia korbankan yaitu membagi suaminya dengan wanita lain.

Tidak ada hal mudah yang terjadi begitu vonis itu seolah mengutuknya sepanjang hidupnya. Bagi seorang wanita, tidak bisa memiliki anak dari rahimnya sendiri seperti sebuah hukuman. Dan kehadiran Seulgi juga kesediaan gadis itu untuk mengandung calon anak mereka seperti sebuah keajaiban.

The Pieces Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang