Semester baru telah tiba. Hari ini adalah hari pertamaku pergi ke sekolah tanpa Angga. Sebenarnya, aku merasa belum siap. Hal-hal yang biasa kulakukan bersama Angga kini kulakukan sendiri. Tidak ada lagi seseorang yang harus kutunggu seusai bel pulang sekolah. Bahkan, bahuku terasa ringan karena tidak ada lagi lengan yang hinggap di sana.***
Angga sudah berada di Sydney beberapa hari yang lalu untuk melanjutkan pendidikannya. Suka tidak suka, mau tidak mau, aku harus mendukungnya. Meskipun aku benar-benar merasa kehilangannya.
Minggu lalu saat berpisah di Airport Angga terlihat sedih saat menatapku yang tidak ingin berpisah. Aku tidak suka melihatnya sedih jadi aku memutuskan untuk lebih bersemangat. Lagi pula aku harus belajar lebih giat agar nilaiku bisa memenuhi standar kelulusan masuk perguruan tinggi negeri di Jakarta. Sejak Angga pergi, sebenarnya aku jadi memiliki banyak waktu sendiri. Aku juga jadi bisa memikirkan, sebenarnya apa yang aku inginkan. Apa aku benar-benar sanggup masuk kedokteran.
***
Aku memilih untuk duduk di meja paling depan dekat dengan meja guru. Mungkin saja kalau aku memfokuskan diri untuk belajar, aku tidak akan merasa kesepian lagi. Bel masuk masih 15 menit lagi. Kulirik kursi di sebelahku yang masih belum mempunyai penghuni.
Aku membuang pandanganku ke arah pintu. Seseorang muncul dari pintu. Ia adalah Edward Setiawan, salah satu sahabat Angga yang menyebalkan. Ia sering sekali meledekku.
Tetapi, kenapa Edward duduk di sebelahku?
***
Selain menjadi sahabat Angga, Edward juga merupakan anggota tim basket sekolah. Hampir semua anggota tim basket memiliki wajah di atas rata-rata. Tak terkecuali Edward. Mungkin ini kebetulan atau standar untuk menjadi tim basket sekolah kami memang seperti itu. Aku tidak terlalu tahu, karena memang tidak ingin tahu.
Walau satu tim, Edward dan Angga sangat bertolak belakang. Angga memiliki wajah yang manis dengan tatapan teduh, sedangkan Edward memiliki wajah yang dingin. Namun, tatapan matanya tajam dan tubuhnya sangat atletis. Ia pun masuk ke dalam jajaran laki-laki keren di sekolah. Banyak wanita yang suka kepadanya, banyak juga yang patah hati dibuatnya.
"Sar, gue duduk sini ya." ucap Edward berterus terang.
"Oh... iya," kataku pasrah. Aku teringat sesuatu. Seingatku Angga kemarin sempat bercanda tentang Edward. Dia akan meminta Edward untuk menjagaku selama dia tidak ada. "Dward. Disuruh Angga?"
Edward mengangguk.
"Nggak usah repot-repot Dward. Gue nggak apa-apa kok. Angga emang suka.."
"Nggak apa-apa kan gue disini?" Edward memotong perkataanku. Sebenarnya ini membuatku canggung. Aku bahkan jarang berbicara dengannya. Kalau tiba-tiba harus duduk bersama mungkin aku hanya akan berdiam diri sepanjang semester ini.
***
Sejak Angga pindah dan hanya dapat melakukan videocall. Entah mengapa aku jadi semakin manja. Aku selalu ingin menatap wajahnya. Walaupun dia sedang sibuk mengerjakan tugas. Dengan melihatnya beraktivitas sudah membuatku senang. Aku tahu kalau aku tidak boleh mengganggunya, karena itu aku hanya diam diri dan ikut mengerjakan tugas. Sesekali kami saling lirik dan tiba-tiba saja tertawa di tengah kegiatan kami masing-masing.
Kita bisa melewati ini Angga! Selama kita masih bersama aku yakin bisa!
"Sar?"
"Ya?"
"Udah makan?"
"Udah, kamu?"
"Udah juga.. Udah belajar?"
"Ini sekarang kan kita lagi belajar?"
"Oh iya.. Udah... napas?"
Hahaha. Aku jadi teringat saat pertama kali kami saling membalas pesan singkat. Aku menggodanya dengan membalas hal yang sulit untuk dibahas. Aku sangat bersyukur karena Angga tidak menyerah mendekatiku. Aku bersyukur karena kami masih bisa bersama hari ini. Banyak hal yang bisa aku syukuri.
"Sudah, saat ini masih bernapas." aku tertawa.
"Udahan dulu ya.."
"eh jangan.."
Angga tertawa meledek. Aku juga tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
"My Purple Goodbye" [COMPLETED]
Romance[CERITA TELAH SELESAI] Sarah Regina, adalah seorang pecinta senja seperti kebanyakan gadis diusianya. Dia juga memiliki senjanya sendiri yaitu Angga Bagas Sucipto. Laki-laki yang membuat semua waktunya terasa lebih berarti juga laki-laki yang membu...