Fajar adalah indah karena mendatangkan pagi
Namun, ia cepat sekali berlalu
Senja selalu siap mengantikannya
Namun, mengapa fajar hari ini tidak mendatangkan pagi?
Apa aku tak boleh menemui senja?-oleh Sarah Regina-
Beberapa hari lalu Angga menghubungiku lagi. Saat itu aku tidak ingin mengangkatnya. Aku hanya kesal karena merasa tidak dipedulikan. Setelah satu panggilan yang tidak ku jawab dia bahkan tidak lagi mencariku..
***
Kamar adalah tempat paling nyaman untukku bersembunyi. Malam adalah teman yang paling baik saat aku ingin menyepi. Aku berusaha menyibukkan diri dengan hobi baruku sekarang. Membuat puisi dan meng-upload-nya diblog pribadi. Aku tidak ingin orang-orang di sekitarku membaca puisi-puisi yang kuciptakan. Cukup aku saja.
Dering suara ponsel membuatku teralihkan dari tulisan-tulisanku, sudah jam 11 malam. Siapa yang mau menelponku?
"Halo, Sarah?" kata seseorang di seberang sana.
"Iya Rin?" ternyata Karin yang menelpon.
"Berantem ya lo sama Angga?"
"Engga kok."
"Jangan bohong. Gue udah ceritain sama Angga tentang lo. Dia nyesel tapi bingung kayanya. Dia bingung cara minta maaf ke lo."
Aku diam sejenak.
"Sar.. Ini karena gue sayang sama hubungan kalian. Langsung maafin aja si Angga jangan gengsi. Gue tau kok lo juga tersiksa berantem lama - lama."
"Iya..." senyuman tipis menghias wajahku. Karin bisa menebak kalau sekarang ego sedang menguasaiku. Kadang sifat wanita yang ingin menguasai hubungan memang nyata adanya dalam diriku. Aku bersikap seperti itu agar lain kali Angga bisa lebih berhati-hati padaku dan lebih menghargai kerinduanku padanya. Tapi di satu sisi kecil dalam diriku. Aku mengaku salah.
"Dia nitipin gue sesuatu, gue kasih besok nggak apa-apa ya?"
"Apa? Angga nitipin apa?"
"Liat besok aja" jawabnya singkat
Setelah menutup telpon, aku menyadari kalau Angga tahu tentang kejadian hari itu. Dia pasti khawatir dan menelponku hari itu.
Aku jadi merasa bersalah karena tidak mengangkat teleponnya. Semarah apapun aku, aku mengerti Angga yang akan tetap mengkhawatirkanku.
Tidak banyak membuang waktu, aku langsung menelpon Angga dan menjelaskan aku baik-baik saja. Angga hari itu dengan tegas menyatakan bahwa aku tidak bisa seperti ini. Untuk pertamakalinya Angga memarahiku. Dan aku sangat senang.
Jika aku boleh beralasan mengenai sikapku, itu karena kerinduanku padanya dan juga kecemburuanku pada kesibukan barunya. Selama satu tahun lamanya aku telah menjadi pusat dunia Angga. Pusat perhatian dan juga waktunya. Aku ingin menyalahkan waktu karena waktu itu, diusia 17 tahun aku hanyalah gadis yang menginginkan perhatian lebih dari pacarku.
***
Malam-malam kelabu telah berlalu. Tak membutuhkan waktu lama, aku dan Angga kembali baik-baik saja. Aku sudah menang dari ego ku. Mama memberikanku nasihat, seorang wanita adalah pemeran besar dalam suatu hubungan. Jika masalah kecil terus dibesar-besarkan pasangan kita juga bisa lelah dan menyerah.
Sesekali marah wajar, tapi jangan berlarut. Aku coba memahami nasihat mama yang membuatku mengaku salah kepada Angga. Aku akan lebih mendukungnya dan dari pada memikirkan permasalahan yang terus datang kami lebih memilih untuk mencari solusi dari semua halangan kami.
Aku dan Angga juga sepakat untuk melakukan video call minimal 15 menit sebelum tidur. Hal itu kami lakukan untuk mencegah terjadinya kesalah pahaman di antara kami. Komunikasi adalah hal terpenting untuk kami yang tengah menjalin hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship. Perbedaan waktu Jakarta-Sydney yang cukup besar, memaksa kami untuk saling menyesuaikan jadwal yang kami punya. Jakarta-Sydney terpaut tiga jam. Saat aku terbangun, Angga sudah lebih dulu berangkat sekolah. Oleh sebab itu, kami tidak pernah saling mengucapkan selamat pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
"My Purple Goodbye" [COMPLETED]
Romance[CERITA TELAH SELESAI] Sarah Regina, adalah seorang pecinta senja seperti kebanyakan gadis diusianya. Dia juga memiliki senjanya sendiri yaitu Angga Bagas Sucipto. Laki-laki yang membuat semua waktunya terasa lebih berarti juga laki-laki yang membu...