Hanya Kamu, Angga

87 6 3
                                    

"Kita masih bisa berjuang sama-sama. Ini terlalu cepat..."

***

Aku terbangun dari mimpi buruk yang selalu datang sejak empat hari belakangan.
Aku mengetuk kamar Mama dan Papa. Saat ini aku tidak dapat tidur sendiri, pikiranku sangat kacau.

"Kenapa, Sayang?" Kata mama sesaat setelah membuka pintu. Tatapannya seperti biasa, dia selalu terlihat prihatin dan khawatir denganku. Mama menarikku dan memelukku lembut. 

Aku tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan, untuk menarik nafas pun terasa menyiksa bagiku sekarang. Mataku yang membengkak dan memerah mungkin sudah bisa menjadi jawaban atas pertanyaan Mama.

Setelah malam itu.. Malam dimana Angga berusaha pamit kepada aku dan tante Ria. Aku menerima kabar kalau kondisi Angga memburuk. Angga dilarikan ke rumah sakit Pondok Indah. Malam - maam berikutnya adalah malam yang menyeramkan untukku. Takut.. rasa itu ada disetiap tarikan napasku. Aku, sudah tidak bisa berharap apapun.. hati kecilku tahu sesuatu yang sangat aku tidak inginkan akan terjadi..

Malam ini aku di paksa pulang karena sudah dua hari berturut- turut tidak pulang dan beristirahat. Bukannya aku merasa kuat.. lebih kepada, bagaimana bisa aku tidur saat ketakutan menguasai seluruh tubuhku? rasa yang sangat tidak nyaman.

***

Mama memutuskan untuk tidur di kamarku. Saat ini pukul 5 pagi dan aku tidak bisa menutup mataku sama sekali. Aku hanya membaringkan tubuhku di sebelah Mama sambil memeluknya. Aku tidak tahu lagi harus menunggu sampai berapa lama untuk melihat matahari pagi. Pikiranku masih melayang, semua yang ada dipikiranku hanyalah Angga. Bagaimana kondisinya.. bagaimana keadaannya.. bagaimana jika.. aku harus menyebutkan kata yang sangat tidak ingin aku sebutkan..

Aku tidak siap. Sampai kapanpun aku tidak pernah akan siap untuk itu. Angga.. aku rasa aku harus mengalihkan pikiranku saat ini. Kuraih ponselku untuk mengaktifkan signal-nya. Astaga! Ada 14 pesan masuk dan semuanya berasal dari Tante Ria. Aku tidak berani membuka satupun pesan dari tante Ria. Firasatku mengatakan aku tidak perlu membukanya. Aku sudah tahu apa isinya...

Tanpa sadar air mata meluruh lagi. Tubuhku gemetar hebat. Aku terisak.

"Sarah?" tanya Mama khawatir.
Aku memberikan ponselku kepada Mama.

Aku menangis tanpa perlu mendengar penjelasan dari Mama. Mama menarikku ke dalam dekapannya sambil menahan tangis.
"Dia pergi ya, Ma?"
Mama memelukku lebih erat dan membelai punggungku lembut. Sesak menghampiriku. Jantung yang sedari tadi berdegub seolah berhenti. Semua organ tubuhku terasa mati. Kepalaku mulai terasa sakit selaras dengan penglihatanku yang mulai kabur.

Cip, jangan pergi.

"My Purple Goodbye"  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang