Misi Pertama

242 16 4
                                    

4 November 2012 adalah hari spesial untuk aku dan Angga. Sejak hari itu, aku menjadi sulit tidur karena ada yang mengganggu saat malam hari untuk sekedar saling mendengar suara. Tahun itu sudah ada ponsel pintar dan beberapa aplikasi untuk melakukan telpon dengan video. Terimakasih kepada teknologi dan juga penciptanya.

Seperti pasangan lainnya. Kami selalu bersama saat pulang sekolah. Untuk menghemat biaya perjalanan, Angga bersedia mengantar dan menjemputku. Sebagai gantinya aku juga bersedia menyediakan bekal untuknya. Kebetulan aku juga suka memasak. Walau hanya makanan simple seperti nugget dan sosis goreng yang diberi saus tomat, Angga selalu senang saat kami makan bersama di waktu istirahat. Kami hanyalah pasangan sederhana yang jarang bertukar hadiah. Kami lebih sering bertukar canda dan cerita bersama. Entah kenapa kesederhanaan itu membuat aku lebih nyaman bersama Angga. Karena bagiku, hal yang paling berharga adalah waktu dan setiap detik bersamanya terasa begitu hangat. 

Angga memang bukan dari kalangan sederhana sepertiku. Tapi dia juga bukanlah dari kalangan atas yang sanggup memberikan semuanya untukku. Angga memiliki seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan tinggal di Australia. Angga sudah tidak memiliki ayah, tidak sepertiku yang masih memiliki keluarga lengkap. Walaupun aku anak tunggal, aku sangat bersyukur karena kedua orang tuaku selalu sehat.

***

November 2013, hari itu sudah hampir satu tahun kami bersama. Kami tidak merayakan hari jadi bulanan kami. Dan hanya memberikan kado saat ada yang berulang tahun. Kami tidak merayakan hal-hal itu secara spesial. Dalam hati kecilku aku menginginkan sesuatu hal lebih. Tapi aku sama sekali tidak pernah bisa mengeluhkan ini, karena Angga pun sama sekali tidak pernah mengeluh. Hal yang masih aku paling inginkan adalah mendengarnya mengeluh.

Aku sering bertanya apakah salah kalau aku terlalu memikirkan apa yang sedang Angga takutkan dalam hidup. Sebagai sepasang kekasih aku suka kebahagiaan saat ini. Tapi aku juga ingin Angga membagi beban dalam hidupnya.

***

4 November 2013 .

Semalam aku sudah mengucapkan selamat hari jadi kepada Angga tepat pukul 00.00 WIB. Seperti biasa, setiap hari penting aku menjadi sulit tidur dan membuatku bisa bangun lebih pagi hari ini.

Setelah menyeduh segelas teh. Aku menyempatkan diri untuk melihat pemandangan dari teras atas rumahku. Pemandangan khas warga Jakarta yang rumahnya dikelilingi oleh rumah lainnya. Haha. Menghirup wangi udara basah di pagi hari selalu membuatku bersemangat memulai hari. Setelah segelas teh ku habis aku langsung bergegas mandi dan bersiap.

***
Hari ini agak terburu-buru. Angga memintaku untuk datang lebih pagi. Biasanya karena dia belum mengerjakan tugas.

"Ma, Pa, Sarah berangkat dulu ya." Aku bergegas berjalan sambil menggendong tas ranselku menuju pintu keluar rumah. Setelah menutup pintu, aku berlari kecil menuju mobil Angga yang baru saja terparkir di depan rumahku. Aku melihat Angga keluar dari mobilnya. Seketika setelah aku sampai di hadapannya dia justru meminta ijin padaku.
"Sar, aku masuk dulu ya, mau ijin sama papa mama kamu," Ia memang terbiasa berpamitan kepada kedua orangtuaku sebelum kami pergi.
"Nggak usah, Cip. Aku udah bilang kamu buru-buru." Aku menahan tangan Angga dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
"Cip?" Angga tertawa kecil. "Kenapa Cip?"
"Hehehe. Nama kamu kan Sucipto."
"Kamu ada-ada aja, ya. Aku masuk sebentar, nggak sopan kalau langsung pergi bawa kamu."
"Ya udah, ya udah." Begitulah Angga. Selalu membuatku terpesona pada sikapnya. Dia sopan dan bertanggung jawab. Papa senang sekali dengan Angga. Papa pernah bilang jika mencari pasangan nanti, harus laki-laki yang akan selalu maju duluan jika terjadi masalah. Dengan begitu aku akan selalu merasa aman. Papa melihat sosok laki-laki itu di Angga.

***                                                          

"Kok kamu nggak masuk duluan?" kata Angga sambil berjalan menuju ke arahku.
"Aku nungguin kamu. Nggak enak berduaan sama Mang Udin."
Angga tertawa renyah. "Ada-ada aja deh kamu." Telapak tangannya mendarat di keningku, lalu mengelus gemas, "Yuk, masuk!".
Aku membuka pintu mobil Angga dan langsung masuk.
"Pagi mang Udin.." sapaku.
"Pagi mba Sarah.."
Aku mengambil sekotak bekal dari tas ranselku. Dan memberikannya kepada mang Udin.
"Mang.. eksperimen baru nih.."
"Pasti enak nih makasih ya mbak Sarah.." kata mang Udin.
Aku tersenyum mendengarnya. Aku senang dengan mang Udin. Dia selalu ramah dan terkadang lucu. Terkadang aku juga memberikan bekal untuknya. Dan sering memintanya mencicipi eksperimen masakan yang ku buat.
"Cip, hari ini kok berangkatnya pagi banget?"
"Aku aneh kamu panggil Cip." Wajah Angga canggung.
"Nggak suka ya?" Aku memasang wajah memelas yang menjadi senjata rahasiaku.
"Suka kok, cuma belum biasa.  Oiya aku lupa ngerjain tugas Biologi semalam. Jadi, aku mau nyalin punya teman kelas nanti."
"Oh, gitu. Kita udah nggak sekelas sih. Kalo masih sekelas kamu bisa nyontek punya aku."
"Sar.. biasanya kan kamu yang nyontek punya aku.." kata Angga dengan wajah menggoda.
"Oiya Cip hehehe." Balasku terkekeh.

"My Purple Goodbye"  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang