Hari ini Angga sudah kembali ke rumahnya. Angga dan Tante Ria tinggal di rumah nenek Angga di wilayah Jakarta Selatan. Mereka memutuskan untuk tidak menempati rumah mereka yang dulu, karena rumah itu
sudah dijual untuk pengobatan Angga di Sydney.***
"Selamat sore, Sayang." Sebuah senyuman tersungging di wajah Angga. Aku duduk di tepi tempat tidur Angga, lalu mengeluarkan buku novel yang baru kubeli dua hari yang lalu.
"Novel baru?" Tanyanya.
"Iya, nanti aku ceritain ya. Penulis baru nih, namanya Carine Regina."
"Namanya mirip kamu."
"Iya, makanya aku beli."
"Sar, mau tidur di sebelah aku nggak?"
"Mau." Kubaringkan tubuhku di sebelah Angga.Kutatap langit-langit kamar yang berwarna hijau muda. "Bulan depan kamu ulang tahun kan? Kamu mau kado apa?" Perlahan, Angga membalikkan tubuhnya menghadapku. "Aku lagi nggak mau apa-apa sih." Aku menjeda sejenak. "Hmm... mungkin aku mau ini," ujarku menunjuk bibirku menggoda.
"Yakin?" Angga mengerutkan dahinya seraya tersenyum hambar.
"Hmm... gimana ya???" kataku dengan senyum tertahan.
"Kalau itu mah kamu nggak perlu nunggu sampai hari ulang tahun kamu."
"Eitss! Just kidding."
"Ah, Sarah..." ucapnya dengan nada kecewa. Melihat wajahnya yang tiba-tiba murung membuatku ingin tertawa geli.
"Jangan ngambek dong," kataku sambil mengecup pipinya.
Angga tersenyum manis. Semakin bertambah kebahagianku.
"Tiba-tiba aku jadi ngerasa sehat nih, Sar. Ternyata, itu obatnya."
"Apaan sih kamu?" elakku.
"Oh, iya, Sar, kamu tau nggak? Kemoterapi terakhir aku kemarin berhasil, lho. Kata dokter, sekarang tinggal pemulihan imun."
Mataku melebar selaras dengan perasaan aneh yang kembali muncul.
"Lho, kenapa nangis?"
"Just... happy..." desisku tak kuasa menahan haru. Akhirnya, mimpi burukku akan segera berakhir.
"Mulai besok kita harus bahagia lagi ya, Sarah Regina, kita jalanin misi lagi, kamu jadi agent S."
Aku tersenyum. Kubenamkan wajahku di bahu Angga. Ya, mulai sekarang kami harus lebih bahagia dari sebelumnya. Tidak ada lagi mimpi buruk yang akan menghantui kami.
"Cip, mulai sekarang aku udah boleh peluk kamu lagi?"
"Mulai sekarang kamu nggak perlu takut buat nyentuh aku lagi. Semuanya akan kembali kayak dulu, Sar. Makasih ya, kamu udah sabar nunggu aku."
Aku tersenyum tanpa membalas ucapan Angga.***
Suara ketukan terdengar dari kamarku. Tanpa bertanya, aku sudah tahu siapa yang mengetuk.
"Cip, aku udah bilang nggak usah dijemput."
Ternyata, aku salah. Bukan Angga yang mengetuk pintu kamarku, melainkan Bi Sum.
"Eh, Bibi," sapaku.
"Dik, ada titipan paket nih."
"Paket apa, Bi?"
"Saya nggak tahu, Dik."
"Oke, Bi, makasih ya."Aku merasa tidak asing. Bentuk paket ini
mengingatkanku pada sesuatu. Ah, apa mungkin? Sebelum rasa penasaranku semakin memuncak, segera kubuka paket itu. Sebuah map cokelat dan buket bunga berwarna ungu tersimpan rapi di dalamnya.
"Halo. Cip? Misi apa lagi ini?" tanyaku begitu telepon tersambung.
"Cepat buka mapnya. Kali ini waktu kamu nggak banyak."
"Ih, Aku nggak siap!"
"Buka dulu, Sayang. Nggak susah kok."
"Oke."Aku membuka map cokelat tersebut. Di dalamnya hanya ada satu kartu kecil.
Our first film. At 4 pm.
Lagi-lagi Angga tidak menjawab teleponku. Selalu seperti itu, setelah kesempatan pertama aku gunakan untuk bertanya. Sepertinya, aku tahu aku harus kemana.
***
"Topi kamu bagus hari ini," kataku saat melihat Angga yang tengah menungguku di kursi depan bioskop. Di bioskop yang sama dan studio yang sama pula saat kali pertama menonton bersama. Topi yang Angga gunakan adalah topi pemberianku. Aku senang melihat wajah Angga yang tampak segar. Bahkan, tubuhnya tampak berisi dengan balutan kaus berwarna cokelat.
"Kamu cepat banget, Sar."
"Aku kan udah jadi ahli teka-teki. Kamu pesan film apa, Cip?"
"Rahasia. Masih setengah jam lagi sih mulainya."
"Ngomong-ngomong kamu dari jam berapa di sini?
Aku kira, aku yang sampai duluan."
"Baru sejam kok. Ambil popcorn sama minuman, yuk! Tadi aku udah pesan, tapi belum aku ambil."
"Yuk! Mau lihat tiketnya dong, Cip." Angga berdiri dan menarik tanganku berjalan menuju tempat pembelian tiket.
"Nggak boleh, Sar. Soalnya surprise."
KAMU SEDANG MEMBACA
"My Purple Goodbye" [COMPLETED]
Romance[CERITA TELAH SELESAI] Sarah Regina, adalah seorang pecinta senja seperti kebanyakan gadis diusianya. Dia juga memiliki senjanya sendiri yaitu Angga Bagas Sucipto. Laki-laki yang membuat semua waktunya terasa lebih berarti juga laki-laki yang membu...