Greynald Prastio

152 10 0
                                    

Seperti pagi biasanya Nadia berjalan melewati koridor kelas 1 dan 2 agar sampai di kelasnya.

"Raka!!" teriaknya saat tidak sengaja melihat Raka yang berada tidak terlalu jauh darinya.

Merasa terpanggil, Raka membalikkan badannya 180° ke arah Nadia berada lalu menghampiri gadis tersebut.

"Kenapa?" ucapnya yang di awali dengan senyum manis miliknya.

Nadia bergeming. Jantungnya bekerja 2 kali lebih cepat dari biasanya bahkan darahnya berdesir. Ada apa dengannya?

Raka menaikkan satu alisnya bingung "Nad? Lo kenapa?" tanyanya saat melihat  Nadia yang seperti patung.

Gemas, Raka mengguncang kedua bahu Nadia agar dirinya cepat sadar "woy Nad,lo kenapa sih?"

Nadia mengkerjap-kerjapkan matanya bingung "lo bilang apaan tadi?"

Fix, Nadia merasa bodoh sekarang. Ada apa sebenarnya dengan dirinya?

Raka menghela napasnya gusar "lo kenapa manggil gue?"

"Hah?" Nadia terlihat sedang memikirkan apa tujuannya memanggil Raka tadi "ohhh..itu, lo kan kapten basket kan yak? Lo bisa ajarin Clara buat maen basket nggak?"

"Clara? Clara siapa?"

"Adek kelas" ucapnya ketus.

Kok gue gini?. Gumamnya dalam hati.

"Sorry, gue gak ada waktu"

Entah mengapa ada perasaan senang yang terselip di hati Nadia setelah mendengar Raka menolak untuk mengajari Clara.

"Oh gitu,ya udahlah, gue ke kelas yah"

Nadia memutuskan pergi setelah Raka memberikan anggukan setuju untuknya.

Bel sudah berbunyi dari 15 menit yang lalu tapi keadaan kelas XII IPA 1 sangatlah ricuh karena Bu Siska selaku jajaran para guru killer tidak masuk hari ini.

Merasa risih atau lebih tepatnya terganggu, Nadia memutuskan untuk menghabiskan waktu kosongnya di perpustakaan.

Nadia menyusuri rak demi rak mencari buku yang mungkin akan menarik perhatiannya namun matanya malah tertarik akan sesuatu yang membuat hatinya mendadak perih.

Raka ngapain sama Clara? Deket banget lagi. Tanyanya dalam hati.

Tak jauh dari tempatnya berada, Nadia dapat melihat Raka yang sedang berbincang dengan Clara yang terlihat sangat akrab. Entah mengapa Nadia merasa perih melihatnya. Hatinya sakit. Matanya memanas.

Nadia memutuskan untuk pergi sebelum ada yang sadar bahwa dirinya menangis bahkan tanpa alasan yang jelas.

Nadia membawa dirinya ke taman belakang yang akhir-akhir ini menjadi tempat favoritnya.

Nadia menengadah melihat langit biru ciptaan sang penguasa yang membentang luas di atas sana.

"Gue gak suka sama dia kan Ros?"
Ucapnya pelan.

"Itu tergantung sama perasaan lo sendiri"

Nadia celingak-celinguk mencari sumber suara yang tiba-tiba saja menjawab pertanyaannya barusan.

Di lihatnya lelaki yang sedang bersandar di pohon rindang yang sedang memejamkan matanya. Perlahan-lahan mata lelaki itu terbuka membuat keduanya terkunci dalam pekat penglihatan mereka.

Tersadar, Nadia langsung memalingkan wajahnya menghilangkan kontak langsung bersama lelaki yang sepertinya baru di lihatnya itu.

Sedetik kemudian lelaki itu sudah berada di hadapan Nadia sembari mengulurkan tangan kanannya ke depan.

Ain't Together [Sedang Direvisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang