Dingin udara malam tengah menyelimuti Raka di luar sana. Bukan hal yang mudah untuk mengartikan perasaannya ini. Ia yakin, ia masih sangat menyayangi Rosa tapi ia bahkan tak tau mengapa dirinya menyatakan bahwa ia menyukai seorang Nadia.
Ia tak ingin dirinya selabil ini. Ia mengusap wajahnya kasar tak tau apa yang harus ia lakukan.
"Seandainya lo masih di sini Ros" ucap Raka pahit menahan sesak di dadanya.
"Gue gak akan sebimbang ini kalo lo di sini, gue sayang sama lo—"
"Maafin gue yang gak bisa jaga perasaan gue" ucap Raka tertunduk berusaha menutupi butiran demi butiran cairan yang kini tengah membasahi kedua matanya.
Betapa pengecutnya seorang Raka. Ia benar-benar tak tau sekarang dirinya harus melakukan apa. Mustahil memang mencintai gadis yang jelas-jelas sudah tiada, tapi inilah Raka dan juga perasaannya. Tapi ia tak pernah menyangka kini hatinya telah berkata lain. Ia mencintai gadis lain.
*****
Bukan Nadia namanya jika tidak ingin mengetahui urusan orang lain. Nadia pergi untuk menemui Raka di rumahnya yang tak berada jauh dari rumahnya namun saat di pertengahan jalan dirinya tak sengaja melihat seorang laki-laki di Taman yang ia yakini adalah Raka.
Nadia membulatkan matanya sempurna melihat apa yang ia lihat kini. Seorang Raka, menangis? Itu yang ada di pikirannya.
"Gila yah tuh bocah? Nangis malem-malem di taman, ngomong sendiri pula" ucap Nadia heran.
Nadia hendak melangkahkan kakinya menuju tempat Raka berada. Namun, langkahnya terhenti saat di lihatnya seorang gadis yang ia sangat yakin bahwa ia mengenalnya.
Langkah Nadia tercekat. Ia tak bisa berpikir jernih sekarang. Hatinya sakit. Entah, lucu memang. Terkadang cinta harus sebodoh ini.
Gadis itu terlihat mengusap kedua mata Raka yang telah basah menggunakan kedua ibu jari mungilnya. Gadis itu tersenyum seakan-akan berkata 'semua baik-baik saja'.
Raka tersenyum, Nadia tidak pernah melihat Raka tersenyum selebar itu sebelumnya bersama dirinya. Sekali lagi ia sadar, dia seharusnya tidak berharap lebih akan sebuah hubungan persahabatan yang hanya akan menjadi tetap seperti itu.
Nadia kembali melangkahkan kakinya menuju rumahnya berharap Raka akan baik-baik saja.
"Yaiyalah baik-baik aja, buktinya dia sekarang sama Clara"Ucapnya membalikan badan, membuang jauh-jauh pemikiran anehnya.
"Bego banget gue" Ucapnya tertawa garing.
Sakit. Itu yang ia rasakan.
*****
Sadar akan sesuatu, Raka langsung memalingkan wajahnya dari sang gadis di hadapannya ini.
Clara menghembuskan nafasnya berat. "Kakak gak papakan?".
"Heeh" jawab Raka singkat.
"Tadi Clara ngeliat kak Raka nangis di sini jadi aku samperin, kakak beneran gak papa?"
"Gue gak papa, gak usah seformal itu sama gue" ucap Raka menjelaskan.
"Kakak lagi ada masalah yah?"
Raka membuang nafasnya berat, menguras semua sesak di dadanya. Ia menggelengkan kepalanya seakan semuanya terlihat baik-baik saja. Ia tersenyum. Palsu.
"Kakak bohong yah? Kok aku ngerasa aneh?"
"Lo kek Rosa sumpah" tertawanya garing.
"Rosa siapa Kak?" Tanya Clara bingung.
Raka sekali lagu mendongakkan kepalanya menatap bintang-bintang yang tergantung indah di langit malam itu sembari sesekali menarik nafasnya berat.
"Dia orang yang paling gue sayang di dunia ini Ra" ucapnya lirih.
Clara menatap iba lelaki tampan di hadapannya ini. Ia tak menyangka lelaki yang selama ini ia pikir terlihat sangat kuat ternyata selemah ini.
Clara tersenyum. "Aku yakin dia juga sayang sama Kakak kok"
Raka tersenyum pahit mendengarnya. "Mungkin"
Clara mengernyitkan dahinya tak mengerti. "Maksud Kakak?"
Raka menolehkan pandangannya kearah di mana Clara berada dengan senyum pahit. "Dia udah gak ada di dunia ini"
Clara membelalakkan kedua matanya merasa bersalah karna telah bertanya hal itu pada Raka. Ia tak bermaksud untuk mengungkit masalalu Raka tentang Rosa, hanya saja ia ingin tau.
"Maafin aku Kak" ucap Clara tulus.
"Santai aja, gak papa kok"
Tanpa Raka sadari seorang gadis di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda kini tengah duduk menengadah menatap langit malam di luar sana yang terlihat cerah begitu terang karna di terpa sinar rembulan malam kali ini.
Ya, gadis itu bukan lain adalah Nadia. Nadia menelungkupkan kedua tangannya lalu menenggelamkan wajahnya di sana berharap semua kekhawatirannya akan terserap oleh udara dingin di luar sana.
Nihil, Nadia menegakkan kepalanya kembali menghirup udara sebanyak mungkin agar dadanya tidak terasa sesak lagi.
"Gue sayang sama lo Ka"
Sadar, Nadia mengedik kaget mengingat kata-katanya barusan.
"Udah gila beneran gue" ucapnya kemudian.
Nadia menghembuskan nafasnya berat. "Mau seberapa lama gue tutupin tetep aja gue sayang sama lu Ka"
Nadia menyerah, ia tak bisa menutup-nutupinya lagi. Ia tak mau munafik dengan perasaannya lagi. Tapi mengapa sesulit ini? Ingin rasanya ia menangis menumpahkan segala beban yang di tanggungnya kini.
"Mungkin dengan kayak gini semuanya bakal baik-baik aja—"
"Buat gue, lo, maupun Rosa" ucapnya perih.
*****
Keep support me💜.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ain't Together [Sedang Direvisi]
Teen FictionRaka menghela napasnya berat sembari menutup matanya tak bisa lagi berbicara. Hatinya sakit. "Kita pulang yah?" ucapnya lembut pada Nadia yang tengah tertunduk lesu. Nadia mengangguk lemah sebagai jawaban lalu berjalan gontai yang langsung di bantu...