Genggaman itu masih kuat, menyatakan banyak hal tentang rasa dan cerita yang telah ada antara perempuan yang menyatakan diri sebagai istri Fakhri dengan diri Fakhri itu sendiri. Perempuan bernama Ziyah itu dinikahi oleh Fakhri tiga tahun lebih awal dari pernikahan Fakhri bersama Anaya, padahal Anaya bersama Fakhri nyaris enam tahun bersama.
Fakhri terpaksa menikahi perempuan itu karena kasihan dengan keluarga perempuan itu yang tak lain adalah orang yang banyak membantu keluarga besarnya. Fakhri saat itu tak bisa menolak. Saat ia harus pulang dan menjumpai pernikahan yang telah dirancang bersamaan dengan perempuan yang siap dinikahinya. Ya, Arasyah Fatir Mukhtar adalah anak kandung Fakhri bersama Ziyah yang sedang mengidap penyakit paru-paru, operasi itu setidaknya adalah cara supaya Ara sembuh.
Fakhri masih bercerita tentang Ziyah yang seorang guru SMA di tempat mereka sekolah dulu lalu mengandung dan membesarkan Ara di tempat asal Fakhri sekaligus tempat asal Anaya. Kelu. Perih. Anaya mencoba untuk memproses bagaimana ia bersikap, haruskah ia menerima permintaan maaf dan memberi kesempatan pada Fakhri? Sedangkan nyatanya selama ini Fakhri membohongi bahkan membuat Anaya menjadi pihak ketiga. Anaya terus mendengar cerita Fakhri tentang Ziyah yang kata Fakhri tak ia sayangi dan menerima pernikahan Fakhri dengan Anaya, asal tak ada perceraian di antara keduanya.
'Gila' hal itu yang dipikirkan Anaya setelah ia mengorbankan banyak hal pada Fakhri dan nyatanya ia hanya dibaiat menjadi yang kedua. Lemas rasanya, lunglai, sakit hatinya, maka setelah Fakhri nyaris mengakhiri ceritanya, Anaya memaksakan genggaman itu terlepas dan mulai melangkahkan kakinya untuk rebah ke ranjang. Mata Anaya hanya menatap kosong pada Fakhri, sedangkan Fakhri hanya terus mengucapkan maaf dan memeluk Anaya yang sedang menangis tanpa suara hingga terlelap keduanya.
================
Pagi itu nampak berbeda. Hari Minggu yang biasanya penuh dengan senda gurau tak lagi terdengar. Fakhri masih terdiam dan tak berani bersuara. Fakhri mencoba menebak suasana perasaan Anaya untuk dapat berbicara hingga kemudian Anaya yang memulai pembicaraan di antara mereka.
"Ini. Maaf aku lancang" kata Anaya sambil menyodorkan bukti transfer senilai 30 juta kepada rekening atas nama Ziyah.
Fakhri terkaget dan mencoba menerka bagaimana Anaya mengetahui nomor rekening Ziyah. Ya, Anaya memang kaya, bahkan dengan koneksinya ia berhasil mendapatkan nomor rekening Ziyah. Nyatanya selama ini Fakhri membagi dua penghasilannya untuk dibelanjakan oleh Anaya dan Ziyah, dan Anaya baru mengetahui hal itu.
Fakhri menatap tak percaya dan memandang wajah ayu istrinya yang terlihat lebih pucat dari biasanya bahkan pandangan yang kosong pada Fakri. Teramat berbeda.
"Gak usah nduk" kata Fakhri.
"Yang pasti uang itu sudah ditransfer mas" kata Anaya.
"....dan terserah mau diapakan. Tugasku masih sama untuk support kamu dalam hal apapun" lanjut Anaya.
"Maafkan aku sayang" kata Fakhri.
"Sudah, tapi maaf tentu gak ngerubah semua hal yang sudah terjadi" kata Anaya, lalu ia berdiri mengambil piring sarapan Fakhri yang telah kosong dan berjalan untuk mencuci dua piring dan beberapa mangkuk serta sendok dan garpu. Gerak tangan Anaya terhenti ketika tangan Fakhri melingkari pinggangnya lalu, Anaya melanjutkan kegiatannya tanpa mengindahkan perilaku Fakhri.
Setelah selesai mencuci piring Anaya terdiam dengan pelukan Fakhri yang masih bertengger, "kewajiban dan hak kita masih sama kecuali kamu mau bercerai" kata Anaya lirih.
"Yang aku sayang kamu, bukan dia" kata Fakhri.
"Kalau kamu tidak sayang dia, anakmu gak bakalan ada. Tega kamu, aku hanya dapat sisa dari dia yang katanya tidak kamu sayang. Dan kamu memang tak bilang pada keluargamu kalau sudah ada aku?! Jahat kamu! Aku pun tak pernah kamu akui di hadapan teman-temanmu! Aku bagimu apa?" Ucap Anaya sinis dan pergi begitu saja tanpa berniat mendengar penjelasan Fakhri.
Fakhri masih terdiam, dia memang egois ingin keduanya. Rasa bersalah Fakhri pada Anaya masih terasa begitu perih, ia telah membohongi Anaya bertahun-tahun, bahkan keluarganya mengamininya. Ya, pernikahan itu tidak didatangi oleh keluarga Fakhri dengan alasan Fakhri yang minim biaya, tidak ada resepsi juga atau kunjungan dari keluarga Fakhri. Om Anaya pun memaklumi, Anaya juga demikian. Teman-teman Fakhri sebenarnya menyangsikan keputusan Fakhri untuk menikahi Anaya sedangkan ia telah memiliki Ziyah dan Ara, namun Fakhri ngotot menikahi Anaya dan percaya bahwa Anaya akan menerima Ara dan Ziyah.
Ingatan Fakhri mulai memutar rekaman-rekaman kecurangannya kepada Anaya, seperti ketika Fakhri izin untuk keluar kota yang nyatanya Fakhri pulang ke rumahnya untuk menemui anaknya. Anaya tentu berhak marah padanya. Bahkan setelah banyak hal yang diberikan Anaya pada Fakhri, Fakhri hanya memberikannya sisa. Ya, Anaya berhak marah.
===========================
Fakhri perlahan menuju ruang kerjanya, membuka laptopnya dan mulai bekerja kembali. Ia melirik pintu yang masih terbuka, biasanya akan ada senyuman Anaya sambil membawa kopi lalu menggodanya sambil bersenda gurau, namun tak terlihat hal itu akan terjadi lagi. Fakhri mencoba fokus kembali namun niatnya terhenti saat Anaya masuk membawakan kopi pahit yang biasa ia sukai. Namun rasanya terlihat lebih pahit. Ya. Anaya hanya meletakkannya pada meja tanpa suara lalu langsung keluar ruangan cantik itu. Ruangan yang didesain benar-benar membuat betah Fakhri bekerja, ruangan yang dibuat oleh Anaya untuknya, benar-benar penuh inspirasi dengan warna elegan, bahkan membuat Fakhri tidak segan untuk mengundang client-nya berkunjung.
Dengan perlakuan Anaya, kopi yang diteguk terasa lebih pahit dari biasanya, begitu pun ruangan itu yang lebih kelam dari sebelumnya. Fakhri mendesah berat disusul dengan dering telfonnya yang mengabarkan Ziyah sedang berusaha menghubunginya.
"Ya Ziyah?" Kata Fakhri.
"Mas gak salah transfer? Ini 30 juta lho mas, buat apa?" Tanya Ziyah. Ya, Anaya memang menggunakan rekeningku untuk mentransfer uang pada Ziyah.
"Terserah. Itu dikirim Anaya" kabar Fakhri.
"Apa mas? Alhamdulillah, mbak Anaya nerima aku sama Ara? Nerima kita?" Suara itu mulai terlihat gembira.
"Entahlah. Dia sedang menimbang aku dan dia harus bagaimana." Tukas Fakhri.
"Mbak Anaya marah?" Dengan polos Ziyah bertanya.
"Siapa yang tak marah kalau dibohongi dan diberi sisa sedangkan banyak pengorbanan yang telah diberikan?" Kata Fakhri lemah.
"Aku saja yang jelaskan mas" tawar Ziyah.
"Tidak, aku yang akan menanggung amarahnya. Aku ada rencana untuk pulang ke rumah dengan Anaya" kata Fakhri.
"Oh...... ya? Kalau.. begitu aku akan siapkan kamar mbak Anaya" kata Ziyah, rasanya ia cemburu ketika begitu tahu suaminya begitu menyayangi perempuan lain, bukan dia.
"Dua hari lagi aku sampai sana" kata Fakhri, lalu laki-laki itu menutup telfonnya tanpa mendengar jawaban dari perempuan di seberang telfon. Selepas itu Fakhri mulai mengatur jadwalnya dan mengosongkan dua pekan agendanya untuk pulang bersama Anaya, entah bagaimana, tapi yang pasti Anaya harus mau diajaknya pulang.
===================
Di lain tempat, sore hari, di sebuah rumah yang terlihat asri, perempuan berjilbab lebar sedang mengayun-ayun anak berusia 2 tahun direngkuhan tangannya.
"Ziyah, jadi kapan Fakhri pulang? Kita kan mau bikin syukuran buat Ara" tanya Bu dhe Ria, Bu dhe-nya Fakhri. Ya, Ziyah dan Ara tinggal bersama keluarga besar Fakhri.
"Dua hari lagi bu dhe, bareng mbak Anaya" kata Ziyah lirih.
"Lho? Kamu yakin?" Bu dhe Ria sampai hampir terperanjat mendengarnya.
"Ya bu dhe. Mbak Anaya juga yang transfer uang buat Ara kemarin" kata Ziyah.
"Kalau begitu kita harus menyiapkan banyak hal Ziyah, dia sudah banyak bantu keluarga ini" kata Bu dhe ria, tenggorokannya seperti menelan sakit ketika tersebut nama perempuan yang begitu baik namun nasibnya hanya menjadi yang kedua bagi keponakannya, maka ia harus turut mengganti rasa bersalahnya dengan menyenangkan Anaya. Ya, perempuan tua itu bertekad.
================
BERSAMBUNG
Episode-episode ini juga dapat ditemukan di samawaya.com
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan?
RomanceSeorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi