Ragu

12.4K 778 41
                                    

TTTTTTTTTRRRRRTTTTTT......... TRRRRRRRRTTTTTTTTttttt.....................

HP Anaya bergetar hebat, ia segera meraih HP-nya yang ia tinggalkan di atas kasur, sedangkan ia disibukkan dengan rasa mual yang hebat saat akan mandi, padahal masih setengah 5.

'Aduh.. Pak Indra..' batin Anaya.

"Halo, Wa'alaikummussalam Pak.." Kata Anaya setelah menangkap suara berat Indra di seberang telefon.

"Maaf ya, aku telfon sepagi ini, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. So, masih sakit? Makin parah?" tanya Indra.

"Rencananya saya periksa pagi ini pak, mohon maaf sekali saya harus izin pak, ya... jika memungkinkan.." kata Anaya takut-takut.

"Aku sempat marah-marah gak jelas karena chatmu yang membangunkan aku sepagi tadi lho. Tapi aku sadar, harusnya aku gak begitu, kamu udah banyak bantu aku, terutama saat masa-masa penyesuaianku dulu.." kenang Indra.

"Baiklah.. nevermind... Istirahatlah untuk hari ini ya.. Semoga besok keadaan kamu lebih baik Nay" imbuh Indra.

"Ah kalau yang itu memang tugas saya pak, Terima kasih ya pak pengertiannya" kata Anaya berterima kasih pada Indra.

"Semoga kamu selalu sehat dan bahagia bersama keluargamu Nay" kata Indra tiba-tiba, dan langsung dimatikan oleh Indra, padahal Anaya belum sempat menanggapi perkataan Indra, bagi Anaya, perkataan Indra cukup aneh.

====================

Fakhri sedang sibuk menata hidangan di atas meja makan, ia hendak memberi kejutan kepada Anaya. Fakhri memasak nasi goreng dan telur, serta makanan tambahan lainnya seperti roti bakar atau sosis yang sudah ditambahi mayonaise dan saus pedas kesukaan Anaya. Fakhri sesekali memandang kamar dengan pintu berwana putih sebagai tempat yang dipilih oleh Anaya untuk mengurung diri. Sudah nyaris satu jam lebih sejak Anaya membuatnya tidak dapat masuk kamar itu. Fakhri yang tidak sanggup mendengar tangis Anaya akhirnya beranjak ke dapur untuk mempersiapkan banyak hal agar Anaya tidak terlalu lelah pagi ini. Fakhri pun sudah menyetrika beberapa tumpukan jemuran yang sudah bersih di ruang cuci serta melipatnya dengan rapi. Fakhri beranjak untuk mencuci tangannya hingga bersih sebelum menghampiri Anaya untuk ke sekian kalinya karna tangan Fakhri agak kotor setelah menyemir beberapa sepatu miliknya dan Anaya, tak lupa membersihkan rak sepatu yang mulai ber debu.

"Nay" panggil Fakhri.

"Anaya.." panggil Fakhri lagi.

"Sayang.." panggil Fakhri.

"Sa-.." pintu kamar itu terbuka. Anaya keluar dari kamar dan berdiri di depan itu sambil tetap memperlihatkan kejengkelannya kepada Fakhri.

"Sarapan yuk" ajak Fakhri.

"Aku kan belum masak" tatap Anaya.

"Udaah,.. ayo sarapan" ajak Fakhri sambil menarik tangan Anaya hati-hati. Anaya yang meskipun heran dengan perilaku Fakhri, akhirnya pun mau tak mau Anaya menurut dan mengikuti langkah Fakhri yang membawanya ke arah ruang makan.

"Kamu masak?" tanya Anaya sambil menatap Fakhri.

"Iya, lama kan, kamu gak aku masakin hayyoo" kata Fakhri.

"..." Anaya diam.

"Udah, ayo duduk, makan" suruh Fakhri.

"Habis itu kita siap-siap dan berangkat ke kantor, aku anter, jam 9 pagi aku jemput lagi... Kamu jangan khawatir" imbuh Fakhri.

"Ndak usah" kata Anaya.

"Apanya yang gak usah Nay?" Tanya Fakhri.

"Aku maksa izin ke Pak Indra mas, awalnya memang mungkin orangnya menyangsikan itu, cuma ya setelah dia telfon.. semua OK, aku boleh izin untuk hari ini" kata Anaya sambil menerima piring yang berisi nasi dari Fakhri.

"Dia nelfon?" Tanya Fakhri pada Anaya.

"Iya" jawab Anaya singkat.

"Terus?" Tanya Fakhri lagi.

"Nothing, cuma tanya alasannya kenapa dan diizinkan. Gitu aja ..." Kata Anaya sambil memindahkan sedikit nasi goreng buatan Fakhri ke piringnya. Anaya sebenarnya heran dengan Fakhri, bisa-bisanya dia berbuat manis semacam ini. Dulu, dia sering sekali makan nasi goreng buatan Fakhri.. sangat pas di lidahnya, tapi entah mengapa kebiasaan itu berhenti sekitar 4 bulan lalu, saat Fakhri sangat sering bolak-bakik keluar kota. Saat itu tentu Anaya belum tahu bahwa ada beberapa kepergian Fakhri keluar kota yang disebabkan oleh keluarganya yang lain.

Anaya tidak banyak bicara karena ia tenggelam dalam pikirannya sendiri sambil menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Tiap sendokan dari tangan Anaya selalu menarik perhatian Fakhri untuk memandang Anaya, dia merasa sangat senang melihat Anaya yang terlihat lahap.

"Tadi mual Nay?" Tanya Fakhri.

"Iya" Anaya menjawab sambil memasukkan sesendok nasi goreng dan sedikit kerupuk yang ia hancurkan sebelumnya.

"Terus sekarang masih sakit?" Tanya Fakhri lagi.

"Iya .. lumayan, sedikit lemas" kata Anaya lirih.

"Berarti anak kita sehat dan kuat pasti" kata Fakhri sambil tersenyum melihat piring milik Anaya bersih, Anaya menghabiskannya.

"Tambah lagi?" Tanya Fakhri.

Anaya menggeleng. Tandanya tidak.

"Piringnya taruh aja Nay di situ" kata Fakhri, Anaya menurut..

Tak sampai Anaya beranjak dari duduknya, sentakan dari perutnya begitu terasa seperti hendak memaksanya untuk keluar dari perut Anaya.

Anaya langsung berlari ke kamar mandi yang ada di dekat ruang keluarga, jarak terdekat dari dapurnya. Fakhri yang melihat itu langsung menyusul Anaya dan memijat tengkuk Anaya, sedikit mengurutny. Anaya segera mencuci mukanya, sedangkan langkahnya masih diikuti Fakhri saat bercermin di depan wastafel. Tangan Fakhri mengelus kepala Anaya perlahan.

"Ayo ke kamar" Fakhri sengaja tidak bertanya bagaimana keadaan Anaya sebab ia sendiri sudah melihat raut muka Anaya yang seperti tidak nyaman.

Fakhri menemani Anaya masuk kamar, lantas ia segera kembali dengan segelas air putih dalam genggamannya. Anaya menuruti Fakhri saat ia disuruh minum.

"Istirahat ya, mumpung masih banyak waktu sebelum jam 9" kata Fakhri.

"Kamu begini juga saat Ziyah hamil Ara?" Tanya Anaya tiba-tiba.

Fakhri menatap Anaya saat ia mendengar pertanyaan semacam itu dari istrinya. Tentu Fakhri paham apa yang akan terjadi setelah ia berkata jujur pada Anaya. Tapi tidak memungkiri bahwa ia pun demikian saat menemani Ziyah melewati masa kehamilannya saat itu, tentu tidak ia ladeni dengan banyak senyuman dan keikhlasan seperti saat ini.

Fakhri tersenyum.

"Aku hanya laki-laki biasa Nay, yang harus bertanggungjawab kepada apapun yang sudah menjadi tanggungjawabku." Kata Fakhri.

"...." Anaya diam. Kemudian Anaya yang sedang berbaring merasakan rambutnya dibelai oleh Fakhri.

"Aku beberes dapur dulu ya, sebentar lagi aku kembali" kata Fakhri.

Tidak sampai beranjak keluar, Fakhri berhenti karena langkahnya ditahan oleh pertanyaan Anaya.

"Kenapa mas memilih jalan yang sulit kalau ada jalan yang mudah?" Tanya Anaya.

=============================

BERSAMBUNG


Episode-episode ini juga ada di website samawaya.com

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang