Selamat Datang

14K 827 8
                                        

Hai! Pagi ini di tempat saya menulius, tertanggal 1 Februari 2018 sudah hujan deras aja! Bagaimana dengan di tempat kalian? Semoga paginya tetap produktif ya! Terima kasih untuk mbak-mas yang sudah baca cerita ini!

Happy reading!

==========================================

Pukul sembilan siang. Anaya masih menggosok-gosokkan tisu basah ke sekitar area wajahnya, ia dan Fakhri telah ada di dalam mobil yang telah disewa oleh Fakhri. Sebelumnya Fakhri akan menyewa mobil hitam ini selama dua minggu hingga kepulangan mereka ke Yogyakarta, tapi Anaya menolak. Anaya lebih memilih untuk segera menghubungi sopir perusahaan yang dikelola omnya di Surabaya supaya segera menyusul ke desa tempat asal Anaya dan Fakhri, alhasil mereka hanya menyewa mobil itu selama dua hari.

Fakhri masih menyetir dengan tanpa suara. Hampir dua belas jam di kereta menguras tenaganya. Begitu pun Anaya yang cukup cuek dengan lebih memilih memandang keluar jendela mobil. Pinggiran sawah yang biasanya menyajikan suasana yang menentramkan, kini mulai dihalangi toko atau warung semi permanen, padahal pemandangan hamparan sawahlah yang menjadi idaman Anaya untuk dilihat.

"Nduk." Anaya menoleh.

"Sebentar lagi sampai, are you okay?" tanya Fakhri menyelidik sambil menebak-nebak perasaan istrinya.

Diam. Anaya diam sambil mengarahkan pandangannya ke depan, dan memposisikan duduknya menyandar dengan nyaman di kursi mobil yang ia duduki.

'Pertanyaan retorik. Bagaiamana bisa aku baik-baik saja ketika akan dihadapkan dengan keluargamu mas! Termasuk keluarga kecilmu yang lain! Menyebalkan. Hah, Masih tanya! Jadi cowok gak peka banget dari dulu' jerit batin Anaya.

"Iya kalau diam begini berarti kamu lagi ngambek" kata Fakhri lagi.

Tidak ada suara yang keluar dari bibir Anaya.

"What will you do when you meet Ziyah and Ara?" tanya Fakhri sambil memberhentikan laju mobil ketika lampu lalu lintas berwarna merah.

Fakhri mengarahkan wajah Anaya ke arahnya. "What will you do when you meet Ziyah and Ara?" ulang Fakhri.

Saat itu juga Anaya sangat ingin lampu lalu lintas segera berwarna hijau. Ia tak tega mengecewakan Fakhri. Walaupun Fakhri kakak kelasnya, namun Anayalah yang lebih sering memanjakan Fakhri, tanpa ingin melihat Fakhri merasakan kesusahan atau kesedihan. Haruskah Anaya menerima?

"What do you want?" jawab Anaya. Kini bukan Anaya yang terdiam.

Fakhri yang terdiam, lalu diamini oleh lampu lalu lintas yang berganti warna hijau. Anaya tidak memedulikan lagi obrolan mereka. Toh keduanya kembali sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak sampai lima belas menit, Anaya sampai di depan rumah keluarga Fakhri.

"Bagaimana?" tanya Fakhri seketika setelah memberhentikan mobil.

"Bagus" jawab Anaya singkat. Suatu hal yang lumrah bagi Fakhri ketika ia menanyakan arsitektur rumah di depan mereka kepada Anaya, apalagi Anayalah yang tidak sedikit memberikan uang kepada Fakhri untuk keperluan pembangunan rumah orang tuanya. Salah satu keinginan terbesar Fakhri, sedangkan Anaya ngotot mensupportnya, namun tidak seluruhnya uang Anaya.

Halaman yang lumayan luas tanpa pagar yang mengelilingi, kata Fakhri maklum sebab satu sama lain adalah saudara, punya ikatan darah, maka inilah keluarga besar Fakhri. Di sebelah selatan rumah orang tua Fakhri adalah tempat tinggal pak dhenya, sedangkan di sebelah utara dan timurnya adalah rumah adik orang tua Fakhri, sisanya adalah saudara jauh. Di sisi barat adalah gerbang awal rumah ini, dekat jalan desa dan utama, pagarnya hanya jejeran bunga yang cantik.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang