Sudah

2.9K 174 14
                                    

"Gimana Indra tadi? Dia kurang ajar tidak?" tanya Fakhri tiba-tiba tepat setelah mobil yang ia tumpangi bersama Anaya mulai melaju meninggalkan tempat parkir.

"No, Pak Indra sopan kok mas.. kita hanya ngobrol beberapa hal saja, salah satunya berkaitan dengan keinginanku yang resign dari kantor.. Kita sibuk makan aja..." terang Anaya menceritakan barang yang diberikan oleh Indra padanya.

"Oh ya? baguslah dia sadar diri.." Ucap Fakhri menunjukkan ketidaksukaannya pada Indra.

"Mas gak suka sama Pak Indra?" tanya Anaya seakan menggoda Fakhri.

"Oh ayolah Nay... Semua orang yang lihat sikap dan perilaku Indra ke kamu tuh pasti langsung klik... langsung paham kalau dia itu suka kamu... dan aku sebagai suami kamu jelas gak suka dong.." ucap Fakhri sedikit ngotot.

"Kan suka aja.. bukan maksud lainnya.." kata Anaya mengabaikan ucapan Fakhri yang mulai menunjukkan kecemburuannya.

"Sukanya dia ke kamu itu bukan suka biasa... emang suka doang sampek ngasih cincin segala?" nada Fakhri benar-benar tampak menunjukkan sedang cemburu.

Anaya yang melihat sikap Fakhri itu hanya tersenyum maklum dan mengabaikan kecemburuan Fakhri.

"Oh ya, aku dengar Indra akan ke Swiss ya.. kapan dia berangkat?" suara Fakhri kembali terdengar membuat Anaya lagi-lagi harus menuruti obrolan Fakhri.

"Aku sendiri tidak paham kapan dia berangkat mas.. mungkin besok juga sudah tidak di Indonesia.." ucap Anaya seperlunya.

Fakhri menangkap nada malas Anaya yang tampak malas menghadapi pertanyaan-pertanyaannya atau obrolan darinya, sehingga kemudian Fakhri lebih memilih untuk diam dan membiarkan Anaya bergelut dengan pikiran-pikirannya sendiri.

Anaya sendiri masih memikirkan kunci yang sempat Indra berikan padanya, 'memangnya ada apa di dalam laci itu?' pikir Anaya.

Tak lama kemudian Fakhri dan Anaya sudah tiba di rumah Om Aldi. Om Aldi dan Tante Reina sedang bercengkrama di teras depan rumah dengan beberapa hidangan kecil yang mungkin dibuat Tante Reina, serta dua cangkir teh yang sudah tidak terlalu penuh. Sepertinya Om Aldi dan Tante Reina memang sedang menunggu kedatangan Fakhri dan Anaya. 

"Assalammualaikum.." sapa Fakhri dan Anaya bersamaan pada Om Aldi dan Tante Reina yang sumringah menyambut keduanya.

"Wa'alaikummussalam.." jawab Om Aldi dan Tante reina.

"Kok lama sih... Udah jam segini juga.. Yuk istirahat.." ajak Tante Reina pada Anaya dan Fakhri.

"Ya Om sama Tante itu kok jam segini masih nungguin.. di depan rumah juga.. malam-malam begini di teras depan.." keluh Anaya.

"Masih jam 10 malam begini lho... gak masalah buat om atau tante.. ya kan Ri?!" ucap Om Aldi seakan meminta dukungan pada Fakhri.

"Betul Om.. yang penting Om sama Tante sehat terus.. makasih juga sudah nunggu kami..." tutur Fakhri sambil tersenyum.

"Okey.. masuk yuk..." ajak Tante Reina lagi.

Om Aldi, Tante Reina, dan Anaya hendak berbalik dan melangkahkan kaki menuju pintu masuk, tapi kemudian tindakan mereka terhenti dan kembali memperhatikan Fakhri saat Fakhri izin untuk pamit.

"Ehm.. Maaf Om.. Tante.. Saya tidak bisa lama-lama di sini.. dan.. Saya izin untuk menjemput Anaya besok pagi, sekitar pukul 7 untuk pulang.. Ya sayang?" tatap Fakhri.

Anaya yang mendengar penuturan Fakhri sedikit terkejut karena memang Fakhri tidak menyinggung apapun sebelumnya. Anaya merasa Fakhri tidak bercerita tentang kegiatan yang harus Fakhri lakukan selepas Fakhri menjemputnya. Anaya mengira Fakhri akan menginap dan menghabiskan malam itu bersamanya. Anaya juga tidak ingat kalau Fakhri sempat membicarakan tentang rencana kepulangannya ke rumahnya.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang