Alasan

15.7K 951 71
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam, sama sekali tak ada ketukan di pintu depan sebagai pertanda adanya tamu atau orang yang ingin masuk. Anaya masih berkutat dengan laporan keuangannya, ia sedang mood untuk menyelesaikan satu hal dan mengabaikan hal lainnya. Tentu melupakan sejenak hubungan rumit yang kenyataannya ada dalam kehidupannya, Fakhri, ia yang sebagai istri kedua, dan Ziyah sebagai istri pertama.

Dddrtt drrt drrt.. handphone-nya bergetar.

"Pak Indra, duh" keluh Anaya. Ia lupa menelepon lelaki itu kembali setelah insiden di kamar Ziyah sebelumnya.

Klik. Ia angkat.

"Selamat malam pak" kata Anaya.

"Assalamualaikum Anaya" kata Indra, mencoba sopan.

"Waalaikummussalam... iya ada apa pak?" Jawab Anaya.

"Wah maaf ya, malam sekali aku menelepon istri orang" tutur Indra basa-basi.

"Tidak apa-apa pak, saya juga sedang mengoreksi laporan keuangan sebelum saya ajukan ke bapak" jawab Anaya datar.

"Ada yang salah?" Tanya Indra.

"I thought" jawab Anaya.

"Bukan soal itu Nay.. aku percaya dengan firasatmu, cukup tenang bagiku untuk memercayakan perusahaan padamu. Tapi kamu itu, ada yang salah di sana?" Tanya Indra terdengar menyelidik.

"Hmm bapak kepo sekali, ya kami cukup bersenang-senang di sini pak sampai suami saya lelap sekali tidurnya, cukup melelahkan, butuh istirahat" terang Anaya dengan mata menerawang ke angannya.

"Oh kalau begitu istirahatlah Nay,, Tenang saja,, pekerjaanmu akan ku alihkan ke beberapa staf tepat di bawahmu kalau perlu.. gimana?" Tawar Indra berusaha baik, ia sadar pertanyaannya terlalu pribadi untuk dijawab.

"No sir... I can handle it...," singkat Anaya.

"Baiklah.. selamat malam Nay" tutup Indra.

"Iya pak, terima kasih" Klik.

Telepon itu mati.

"SELARUT INIKAH DIA MENELEPONMU?" SUARA BERAT. FAKHRI.

Pertanyaannya tak Anaya gubris.

"Nduk" laki-laki itu mendekat, duduk bersebelahan dengan Anaya di lantai, tangan suaminya membelai rambut Anaya yang tergerai indah. Hitam dan lebat.

"Nduk" sapanya lagi.

"Tidur" lanjut Fakhri.

Masih tidak ada tanggapan dari perempuan di sebelahnya, tangan Fakhri mulai merengkuh Anaya.

Anaya tak siap. Itu yang ada di pikirannya dengan sekelebat bayangan Fakhri dan Ziyah di depan matanya. Rengkuhan Fakhri ia tolak.

Tok tok tok... tok tok tok..

Nyaris Fakhri membuka suara, ketukan pintu depan membuyarkan ketegangan keduanya. Bapak. Benak keduanya berkata demikian.

Fakhri segera mendekati pintu depan sedangkan Anaya terdiam di kamar. Ada beberapa suara terdengar oleh telinga Anaya hingga semakin mendekat suara-suara itu.

"Ini Anaya? Cantik sekali...." sapa sebuah suara. Bapak.

"Oh iya pak" Anaya langsung meraih tangan itu untuk ia cium sebagai tanda hormat. Bapak dan Anaya mulai berbincang sedangkan Fakhri mencoba menemukan makan malam untuk bapaknya.

"Nay bisa masakkan nasi goreng untuk kami?" Tanya Fakhri.

Tak ada jawaban, tapi Anaya segera meraih kompor untuk segera memasak dengan diiringi obrolan antara orang tua dan anaknya. Tak lama dua pirimg nasi goreng tersaji di atas meja makan, Anaya tak makan.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang