"Kamu harus segera selesai dengan laki-laki itu Anaya" kata Indra datar.
"..." Anaya diam.
"Apa yang kamu lihat dari laki-laki itu?" tanya Indra datar tanpa ekspresi sambil melirik berkas putih dari rumah sakit.
"..."
Indra menghela nafas memanggil kesadarannya.
"Apa dia begitu kaya?" tanya Indra lagi.
"..." Anaya masih tanpa suara.
"Apa dia begitu mencintai kamu hingga dia berhak mengkhianati kamu?" tanya Indra.
"..." Anaya masih diam.
Indra menoleh pada Anaya yang tetap menutup rapat mulutnya untuk bersuara. Anaya benar-benar menolak untuk bicara, meskipun matanya yang mulai mengabur karna air mata sudah nyaris menjatuhi pipinya. Indra benar-benar tidak habis pikir dengan perempuan di sampingnya yang begitu keras kepala, bahkan nyaris membahayakan kehidupannya sendiri. Indra benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan emosinya. Indra merasa benar-benar tidak terima atas kejatuhan perempuan yang ia sayangi di sampingnya ini.
Indra memukul kemudinya sebagai pelampiasan emosinya dan kemudian dengan sengaja meneriakkan nama Anaya sambil membanting stir kemudi ke kiri, "ANAYA!!".
"Hati-hati!" Tegur Anaya setengah berteriak, tepat sebelum mobil itu benar-benar berhenti.
Diam. Indra hanya memandang Anaya dengan marah dan tanpa suara. Kemudian Indra menjatuhkan tubuhnya pada kursi kemudi, seakan muak dengan dirinya sendiri yang seperti tidak mampu membantu Anaya.
"Maaf" tiba-tiba kata itu keluar dari Anaya untuk memecah kesunyian.
"Saya sudah bilang kan, Pak Indra tidak perlu repot mengurus urusan saya... Saya rasa itu tidak baik untuk Pak Indra" kata Anaya sambil menatap Indra.
"Menyerahlah Anaya. Tidak selamanya cinta dimiliki dan bukan berarti kehilangan itu tandanya kamu tidak memiliki apapun" Kata Indra lirih sambil menyalakan mesin mobil dan beranjak pergi.
=====================
Anaya masih merapihkan jilbabnya dan setelah ia selesai dengan urusan di toilet, ia segera keluar. Lorong kamar mandi yang langsung mengarah ke arah luar benar-benar membuatnya terkejut saat sebuah keluarga kecil yang tampak bahagia melintasi lorong depan itu. Terkejut. Anaya melihat Fakhri bersama perempuan itu dan anak mereka. Ziyah dan Ara. Spontan kaki Anaya melangkah dan mempercepat langkahnya mengejar mereka. Balon kuning yang dipegang anak kecil di gendongan Fakhri terlepas dan menerbangkannya ke arah Anaya.
Detak jantung Fakhri seperti terhenti saat melihat perempuan yang begitu ia sayangi melihat ke arahnya. Anaya. Mata Anaya yang penuh kekecewaan menarik perhatian Fakhri hingga membuatnya segera beranjak mendekati Anaya. Fakhri berlari mendekati keberadaan Anaya.
"Berhenti mas" ucap Anaya saat Fakhri nyaris berada di hadapannya. Mata Anaya sudah berkaca-kaca. Air mata Anaya sudah siap jatuh ke pipi namun segera Anaya tahan. Anaya benar-benar menekan perasaannya.
Fakhri terdiam dan mengurungkan niatnya untuk mendekat saat Anaya berucap agar dia tidak mendekat. Jarak antara Fakhri dan Anaya hanya 2 lengan orang dewasa. "Aku bisa jelaskan Nay.." Kata Fakhri lembut dengan memperlihatkan raut muka sedih yang tidak tertahankan.
"Kamu bohong lagi padaku mas?" tanya Anaya, atau yang kemudian terdengar seperti pernyataan.
"Aku tidak bohong apapun padamu Nay.." jawab Fakhri.
"Bahkan kamu bawa mereka ke sini tanpa memberitahuku" ungkap Anaya.
"Maaf Anaya... tapi aku bisa jelaskan.. Tadi aku tidak banyak waktu dan tidak sempat untuk mengirimkan kabar ini padamu" Jelas Fakhri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan?
RomanceSeorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi