Bersama

10.3K 705 36
                                    

"APA???" seakan Fakhri butuh pengulangan dari sebuah suara di seberang telepon.

"Umi sama Abi ke sini mas, sengaja mau lihat keadaan Ara.. Rencananya Ara mau dibawa ke Jakarta" suara Ziyah memohon.

"Ya terus? Kenapa aku harus pulang? Aku di sini juga kerja Ziyah, Anaya juga lagi hamil. Aku harus jaga dia" kata Fakhri memanggil emosinya untuk mendekat.

"Ya kan mas cuma 3 kali ketemu Umi sama Abi sejak mereka ke Palembang" jelas Ziyah.

"Harus gitu ya? Aku gak bisa pulang, titip salam aja sama mereka, kalau memang mau ke Jakarta ya oke, pasti aku sempatkan bareng sama Anaya ke sana" kata Fakhri.

"Mas kok gitu sih, pokoknya aku pengen mas pulang!" kata Ziyah ngotot.

"Gak bisa Ziyah.. baru kemarin juga aku sampai sini... seenaknya aja kamu kalau ngomong" bentak Fakhri.

"Kalau kamu masih mau ngotot, terserah, yang penting semua clear, aku gak bisa pulang karena ada kerjaan" imbuh Fakhri sambil menarik dirinya untuk keluar kamar.

"Kerja atau nemenin perempuan itu?! Ara ini butuh kamu mas..!" kata Ziyah, terdengar ikut memainkan emosinya.

"Kamu itu kenapa sih! Bukannya adil, dulu aku pernah gak pulang nyaris 3 bulan ke sini hanya karna nemenin kamu dan Ara? Sekarang, beri ruang buat Anaya. Kamu jangan seenaknya seakan-akan aku harus selalu menuruti keinginanmu dengan menggunakan Ara.. Anaya itu sekarang lebih butuh aku" kata Fakhri panjang lebar.

"Tapi perempuan itu jauh,,, jauh lebih sering bersamamu mas, aku dan Ara tak seleluasa itu.." Ziyah mulai berargumen.

"Terus kamu mau apa? Tinggal di sini bareng Anaya?" tanya Fakhri dengan emosi yang sudah memenuhi kepalanya.

"Kalau memang bisa?" jawab Ziyah.

"Ck., Lama-lama aku muak dengan kamu.." lirih Fakhri.

"Apa mas? Aku bisa lho bilang ke Abi sikapmu yang seolah-olah tidak bertanggungjawab ini...!" kata Ziyah seakan mengancam.

"Kalau kamu mau ngadu ke orang tuamu, silakan.. Biar mereka yang menilai, siapa di sini yang seenaknya" tantang Fakhri.

"Dan apa katamu tadi? Tanggung jawab katamu? Hei! Sadar Ziyah, selama ini kamu makan darimana? Aku selalu kirim uang ke kamu ya untuk kebutuhan kamu dan Ara.. Ara juga dapat uang pengobatan dari siapa? Hah? Bukan hanya dari aku Ziyah... Kamu harusnya berterima kasih pada Anaya dengan sungguh-sungguh.. Anaya tidak melihat Ara itu siapa dan mau membantu... Kalau dia punya pikian picik ya,... pikiran picik seperti kamu, aku yakin dia gak akan mau tahu.. Ngerti kamu!" kata Fakhri yang menanggapi ancaman Ziyah.

"Apa? Mas kira aku yang picik? Perempuan itu mas yang picik, buat mas jadi seperti ini ke aku... Hubungan kita jadi seperti ini..." kata Ziyah menyalahkan Anaya.

"Ha? Kamu yang masuk ke dalam hubunganku dan Anaya secara paksa Ziyah, kamu lupa? Anaya gak akan melakukan hal sepicik apapun untuk membuatku marah padamu seperti sekarang" kata Fakhri.

"Oh ya? Kalau memang begitu perempuan itu pasti gak akan keberatan kalau mas ke sini" goda Ziyah.

"Apa? Kalaupun iya, belum tentu aku bisa Ziyah.. Sudah.. Aku gak bisa pulang" kata Fakhri sambil memutus telfon.

Tak jauh dari itu Anaya berdiri memandang Fakhri dan hendak pergi namun segera didekati oleh Fakhri dan ia peluk.

"Abaikan telfon Ziyah tadi" Kata Fakhri lirih.

"Aku lelah mas" kata Anaya tak kalah lirih.

"Dulu aku kira kehidupan kita akan bahagia.. segala hal sesuai dengan rencana dan ekspektasi... tapi.. aku gak tahu harus bagaimana akhirnya" Kata Anaya.

"Nay.. Masalah Ziyah itu masalah rumah tanggaku dengan dia.. Gak ada hak dia untuk buat kamu terseret di dalamnya.. Biarkan saja, sekarang, di sini, rumah tangga kita... Gak ada hubungannya dengan Ziyah.." kata Fakhri sambil menatap Anaya.

Seakan tidak terima dengan pernyataan Fakhri, meskipun kurang lebihnya secara logis itu benar, namun mungkin karena hormon kehamilannya, ia seakan benar-benar sakit dan muak menghadapi keadaan rumah tangganya seperti ini.

"Gak bisa seperti itu dong mas, secara tidak langsung dia sudah cukup mempengaruhi hubungan kita sejak aku tahu kamu menduakan aku... bahkan membuat aku yang selalu mengutamakan kamu ini jadi yang kedua!!!" kata Anaya dengan emosi yang memuncak sambil beranjak menuju kamar.

"Nay.. Hei Nay.." cegah Fakhri sampai pintu kamar itu tertutup.

Telinga Fakhri sayup-sayup mendengar tangisan Anaya.

"Nay.."

"Nay!!" kata Fakhri sambil mengetuk pintu kamarnya, mencoba untuk membujuk Anaya. Tapi pintu itu tak kunjung terbuka. Fakhri menyerah, ia kemudian hanya terduduk di depan pintu kamarnya, menunggu Anaya untuk setidaknya dapat mendengarkan kata-katanya.

============

Ziyah masih memandang nomor yang ada di layarnya. Ia menimbang apakah benar-benar harus menghubungi perempuan yang menjadi madunya atau tidak.

"Hfft" Ziyah menghela nafas.

"Pagi-pagi udah moody gini aku" keluh Ziyah.

"Nduk, udah telfon Fakhri belum?" tanya Bu dhe dari dapur saat Ziyah keluar kamar dan menuju dapur rumah itu.

"Udah Bu dhe" jawab Ziyah pelan.

"Terus dia pulang kapan?" tanya Bu dhe lagi sambil menaruh minyak goreng ke dalam botol.

"Mas Fakhri gak bisa pulang Bu dhe..." jawab Ziyah lagi.

"Lho kenapa?" selidik Bu dhe sambil menutup botol yang berisi minyak goreng itu. Nyaris penuh.

"Ada kerjaan katanya Bu dhe, nemenin Mbak Anaya juga katanya, Kan Mbak Anaya lagi hamil" jelas Ziyah.

Bu dhe-nya menghela nafas dan memandang Ziyah yang sedang duduk di ruang makan.

"Sabar ya Ziyah, yang penting kan sekarang Ara udah sehat... kamu harus bersyukur dan mengerti posisi Fakhri di sana" kata perempuan itu tua sambil mengelus lengan Ziyah yang mulai menangis.

==============

TRRRRRRRRT TRRRRRRRRRT..

Sebuah HP bergetar di atas laci kecil dekat kasur ukuran mewah dan dihiasi dengan hiasan mewah pula yang didominasi dengan warna gold.

"Siapa sih.." kata seseorang di bawah selimut tebal berwarna putih.

Tangan besar meraih HP-itu dan secara refleks langsung melihat pukul berapa ia dibangunkan oleh HP-nya.

"Sialan. Jam segini.. ganggu orang tidur! How dare it!" keluh seseorng yang bersuara berat itu.

Bumil Orang.

"Ngapain sih Anaya, sepagi ini" rutuknya.

"Mohon maaf pak, saya ambil sisa cuti saya untuk hari ini saja, saya benar-benar sedang tidak bisa. Terima kasih Pak Indra". Pesan Anaya.

"CK.. Kenapa lagi kamu Nay...." lirih Indra.

==============

BERSAMBUNG


Episode-episode ini juga ada di website samawaya.com

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang