Alasan Lagi

3.2K 182 4
                                    

"Terus, pernikahan kalian mau dibawa kemana?" tanya Abi pada Ziyah dan Fakhri.

Permasalahan di restoran benar-benar menjadi sumber masalah. Orang tua Ziyah akhirnya tahu tentang masalah pernikahan anaknya yang membuat Umi sejenak menangisi nasib Ziyah.

"Ceraikan saja perempuan itu Fakhri..!" kata Umi setengah berteriak saat mendekat di ruang tamu kecil kamar hotel mereka. Ara sudah terlelap di ruang kamar dengan nyaman.

Fakhri yang masih kalut dengan keadaan Anaya seakan tersentak saat mertuanya mengatakan bahwa dia harus menceraikan Anaya.

"Bukankah dia berencana meminta cerai padamu?" tanya Umi lagi.

".." Fakhri tidak bersuara. Wajahnya menunduk lelah, bahkan pikirannya hanya terfokus pada Anaya. Fakhri hanya berusaha untuk tidak semakin memperkeruh keadaan, apalagi perasaannya bertambah cemas karena saat ini pasti Anaya bersama laki-laki itu. Indra.

"Nak Fakhri.." Suara Abi membuat Fakhri mendongak di tengah kekalutannya.

"Bagaimana kalau Ziyah dan Ara tinggal di Palembang untuk sementara waktu? Jika memang masalah kamu selesai... kamu bisa jemput mereka.." usul Abi yang kemudian dengan cepat ditolak oleh Ziyah.

"Tidak Abi.. Kalau memang kita tidak akan pergi ke Jakarta, lebih baik Ziyah tinggal sementara di sini. Aku yakin Mas Fakhri tidak akan menolak dan Mbak Anaya yang memang sedang tidak bisa mengurus keperluan mas juga tidak akan keberatan.." Kata Ziyah.

Fakhri berpikir keras, rasanya dia sangat ingin memarahi Ziyah karena kecerobohannya pada Anaya dan sudah membuat Fakhri seakan terkunci pada keadaan yang menyebalkan seperti ini. Saat Fakhri berpikir bahwa membawa Ziyah ke rumah bukan merupakan hal yang bagus, di sisi lain Fakhri tidak bisa menolak karena ada kedua mertuanya yang ingin anaknya bahagia.

"Baiklah.. Cepatlah bersiap" kata Fakhri menanggapi pernyataan Ziyah. Ziyah memutuskan hal itu tanpa banyak pertimbangan karena ingin segera keluar dari ruangan itu dan menghubungi Anaya.

Setelah keadaan tidak lagi sepanas tadi, bahkan mertuanya sudah kembali sibuk dengan urusannya masing-masing, Fakhri segera mengambil kesempatan untuk keluar ke arah balkon dan mulai menghubungi nomor Anaya, terutama untuk memberikan kabar tentang Ziyah dan Ara. Malam memang sudah larut, tapi Fakhri masih berharap agar Anaya sudi mengangkat panggilan telfonnya.

"Assalammualaikum" Suara yang dirindukan Fakhri itu muncul.

"Wa'alaikummussalam.." jawab Fakhri.

"Ada apa mas?" Tanya Anaya.

"Aku akan bawa Ziyah dan Ara ke rumah kita. Aku tidak ada pilihan lain, aku janji ini hanya sementara.." izin Fakhri.

"Baiklah... Bawa saja mereka.." kata Anaya datar.

"Nay... Jika kamu mau, aku akan bawa mereka ke tempat lain.." kata Fakhri.

"Ehm.. tidak perlu mas.. Bawa saja mereka ke rumah.. kamu harus adil bukan.." kata Anaya menekan perasaannya.

Fakhri heran.

"Maksud kamu? Kamu menerima mereka?" Tanya Fakhri merasa ada secercah harapan.

"Tidak.. Aku hanya membolehkan mereka untuk tinggal sementara sebagai tamu, bukan membiarkan mereka untuk tinggal selamanya" jelas Anaya.

Fakhri menelan kegembiraannya bulat-bulat dan ditukar rasa perih seakan semakin jelas memperlihatkan bagaimana buruknya dia sebagai seorang suami bagi Anaya.

"Maafkan aku Nay.." Kata Fakhri.

"Aku tidak bisa melepaskanmu" Kata Fakhri lagi yang membuat Anaya tersenyum kecut.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang