"Kan sudah aku katakan, akhirnya kurang lebih akan seperti ini, kamu gak percaya.." suara berat khas laki-laki timbul di tengah keramaian sebuah kafe.
"Aku kira Anaya akan menerimanya" sesal Fakhri.
"Perempuan mau sekaya apa pun, sepintar apa pun, secantik bagaimana pun, atau sebaik apa pun juga pasti ada kesamaan, punya perasaan untuk memiliki dan jadi satu-satunya"
"Kalau pun kamu lihat gak sedikit perempuan di negara ini yang mau dimadu, sampai-sampai yang nyariin madunya itu si istri, proses penerimaan itu pasti panjang dan sulit bagi si perempuan Ri, semua butuh proses" kata Arya.
"Dan tidak semuanya mau menerima itu" imbuh Arya lagi.
"Aku sempat bertemu Anaya, dia cukup baik untuk dipercaya, menjaga dirinya baik-baik meskipun tidak ada kamu, mungkin rasa sakitnya timbul saat tahu kamu yang tidak dapat dipercaya, padahal dia sekuat tenaga menjaga diri dan cintanya, ya.. kekecewaan itu timbul" kata Arya, lagi.
"Kamu harus memilih sekarang" kata Arya.
"Pasti sangat berat, aku yakin, tapi sepertinya itu harus, biar semuanya selesai dengan baik" kata Arya.
"Jadi aku kalah?" Tanya Fakhri.
"Kamu kalah dengan dirimu sendiri Ri, jangan mengeluh, setiap hal yang kita pilih pasti ada konsekuensinya" kata Arya.
"Menurutmu Anaya menginginkan hal itu terjadi?" Tanya Fakhri lagi.
"Entahlah Ri, kenapa tidak coba ditanyakan?" Balas Arya sambil menyeruput kopi hitamnya.
"Kamu cinta sama Ziyah?" Tanya Arya tiba-tiba.
Fakhri menggeleng.
"So? Kamu akan menceraikan Ziyah juga?" Tanya Arya.
"Aku harus cukup berhati-hati menjawab pertanyaanmu bro" jawab Fakhri.
"Pikirkan baik-baik lah, kalau ada solusi selain bercerai, kenapa tidak? Toh kamu sudah melakukan kewajiban sebagai suami, nafkah, dan lainnya lagi," kata Arya.
"Terus, Anaya kemana?" Tanya Arya.
"Ke rumah omnya, pamitnya seperti itu, tapi ya, memang dia di sana" jawab Fakhri sambil mengingat beberapa hari ini ia seperti mengintai istrinya sendiri.
"Baguslah, eh gak takut kamu dilaporin ke omnya?" Tanya Arya lagi, agak menggoda.
"Yah, yang terjadi, terjadilah" singkat Fakhri pasrah.
==================================
"Kenapa kamu tidak bicara lebih awal Anaya? Om bisa bantu kamu untuk setidaknya mengeluarkan kamu dari rumah itu lebih awal.." Tutur Om Anaya dengan dahinya yang mengkerut saat mengetahui bagaimana cerita keponakannya bisa sampai di rumahnya.
"....." Diam. Anaya hanya diam sambil mengeluarkan beberapa pakaiannya dari koper kecilnya.
"Sudahlah sayang, jangan buat Anaya semakin memikirkan hal yang tidak penting. Biarkan Anaya beristirahat" Kata seorang wanita paruh baya yang ikut masuk ke dalam kamar yang bernuansa putih.
"Tapi ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus buat perhitungan dengan laki-laki itu. Kurang apa Anaya sampai Fakhri dengan beraninya menyakiti Anaya." Om Anaya, Om Aldi masih menggerutu di depan dua orang yang sedang terduduk di pinggir ranjang.
"Kamu mau ngapain? Buat si Fakhri itu kehilangan pekerjaan?" Tanya Tante Reina.
"Ah! itu ide bagus. Mulai dari sana saja menghancurkan kehidupan laki-laki tidak bertanggung jawab itu" seru Om Aldi sambil meraih handphone yang ia simpan di saku.
"Tidak perlu Om, jangan melakukan hal yang sia-sia. Biarkan saja laki-laki itu" cegah Anaya.
"Tidak bisa! Bagaimana mungkin dia akan lolos dengan mudah setelah menyakiti keponakan yang paling aku sayangi, tidak! Biar Om bereskan persoalan ini" Ujar Om Aldi.
"Aku mohon Om, tidak perlu melakukan itu. Itu bukan cara terhormat yang dilakukan keluarga kita.." Cegah Anaya lagi.
"Sudahlah, ini urusan Anaya dan keluarga kecilnya, kita tidak bisa begitu saja dengan seenaknya mencampuri masalah mereka. Anaya sudah besar dan pasti dapat mengatasi ini semua, ya kan sayang?" Kata Tante Reina sambil memandang Anaya.
Anggukan Anaya membuat Om Aldi mengambil nafas panjang seakan-akan menghirup sesuatu yang membuatnya semakin berat untuk bernafas.
"Baiklah. Tapi Anaya, Om mohon atasi masalah ini sebijak mungkin. Om hanya ingin kamu bahagia, dan bila pernikahanmu sama sekali tidak membuatmu bahagia, berpisah pasti menjadi pilihan terbaik." kata Om Aldi.
Anaya megangguk, kemudian kedua orang tua itu pergi dari kamar Anaya.
TTtttttttt... TTTTtttt...
Tanpa peduli Anaya mengangkat telfon itu.
"Anaya, gimana keadaanmu? Sudah periksa?" Suara Indra.
Anaya kaget. Tidak disangka telfon itu datang dari Indra.
"Ohh, Pak Indra, selamat siang" kata Anaya sampai terduduk di ranjang.
"Siang. Sudah periksa?" Ulang Indra lagi.
"Belum pak, mungkin nanti sore" jawab Anaya.
"Aku sempat ngobrol dengan Pak Aldi" kata Indra.
Anaya sedikit terkejut.
"Aldi?" Tanya Anaya mengulang nama itu dengan maksud untuk memastikan siapa nama itu.
"Aldi om kamu" kata Indra.
"Oh, terus?" Tanya Anaya lagi.
"Pak Aldi sempat bicara soal kamu Nay, saya turut prihatin ya..." Tutur suara berat itu.
"Sampai mana Pak Indra paham kondisi saya?"
"Hanya sekedarnya kalau dari Pak Aldi" Jawab Indra.
"Tolong Pak Indra jangan ikut campur urusan keluarga saya, saya paham bagaimana dengan mudahnya Pak Indra akan mendapatkan informasi seseorang. Tolong hargai privasi keluarga saya, termasuk suami saya, Anda tidak ada hak untuk ikut campur" kata Anaya sedikit menegur seakan tahu bahwa Indra memang sempat mencari informasi tentang Fakhri.
"Oh sudahlah Anaya, toh dia akan segera jadi mantan suamimu, bukan suami kamu lagi" Kata Indra seakan mengoreksi perkataan Anaya.
Anaya terkesiap.
"Ehm.. terima kasih pak. Kalau begitu saya istirahat dulu ya pak sebelum saya periksa kehamilan nanti sore"
"Oh ya... get well soon ya" ungkap Indra mengakhiri pembicaraan.
===================
Indra masih meminum kopinya di ruang makan rumahnya, sambil melihat beberapa laporan dari bawahannya. Ia sengaja tak masuk kantor. Setelah telfonnya dengan Anaya selesai dia baru ingat tentang e-mail yang dikirimkan oleh Roy. Sejenak sebelum ia buka e-mail itu, dia merenung, mengingat perkataan Anaya tentang masalahnya adalah urusannya.
Indra dengan perlahan memutuskan untuk tidak meneruskan rencananya. Jujur, dia sangat bahagia ketika mengetahui Anaya akan bercerai dengan suaminya, tetapi entah mengapa ada rasa sakit saat menyadari perasaan Anaya yang begitu berharga dicampakkan saja oleh suaminya, bahkan harus sampai bercerai. 'Memangnya tidak ada jalan lainkah?'batin Indra saat ia mengetahui kenyataan itu. Indra bahagia tapi tak sampai hati saat menyadari kesakitan Anaya.
=======================
BERSAMBUNG
Episode-episode ini juga ada di website samawaya.com
![](https://img.wattpad.com/cover/136459332-288-k76342.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan?
RomanceSeorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi