CHAPTER 12

7.8K 473 4
                                    

12. That's time.

"Ada kalanya emosi dapat menutupi mata dan hati. Ada kalanya mata bisa saja buta hanya karena sebuah emosi (perasaan). Dan disitu, adalah awal dari penyesalan."

***

"Itu... ti-tidak mungkin Elisa, 'kan?" ucapan Arka berhasil menyadarkan Azriel dari lamunannya. Pria itu nampak sangat terkejut dan terpukul hingga tak bisa berkata, ucapannya seakan tertahan.

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Si Sulung langsung saja berlari ke pintu IGD yg berada sekitar 7 meter di depannya. Dibukannya pintu dengan dominan kaca itu secara paksa dan kasar. Padahal, di dalam sana masih terdapat orang yg sakit.

Dadanya bergemuruh. Perasaan awas menyerangnya. Jantungnya seakan bertalu, hanya karena memikirkan Elisa. Keringat dingin menghiasi dahi lebar nya, dia benar-benar ketakutan akan kehilangan adiknya itu hingga tubuhnya sedikit gemetar.

Bruk!

Azriel terjatuh luruh. Sepasang kakinya seakan tak lagi bisa menahan berat badannya.

Kini, di hadapannya. Ada dua orang penting di hidupnya. Eliza dan Elisa.
Keduanya masih tak sadarkan diri, di atas brankar yg saling bersebelahan.

"L- li... li," dengan susah payah, pria jangkung itu menyebutkan nama itu, dengan tatapan mata yg tertuju pada gadis dengan perban di kepalanya.

Dengan langkah tergopoh, akhirnya Azriel bisa tiba-menjulang-di hadapan Elisa.

Pandangannya menelisik dari atas sampai bawah tubuh ringkih adiknya itu. Si Sulung menyorotkan pandangan sendu yg kentara.

Bukan ini yg aku inginkan! Bukan! Aku... aku tidak ingin bertemu Elisa dengan keadaannya yg seperti ini. Aku hanya ingin bertemu Elisa dengan seulas senyum di wajah cantiknya itu. Bukan wajah pucat yg tak sadarkan diri, seperti ini.

Tes!

Setetes airmata Azriel akhirnya lolos.

Tes! Tes!

Airmatanya yg lain pun akhirnya lolos dari pertahanannya. Pipinya kini dilintasi air mata

Tangan Azriel yg bergetar, mencoba menggenggam tangan mungil nan dingin Elisa. Wajah pucat adiknya itu benar-benar membuat si Sulung mati rasa.

Tangis Azriel pecah. "Ap-a maksud se-semua ini? Kenapa aku harus bertemu kembalu denganmu dengan keadaanmu yg begini?"

Langkah kaki lain perlahan mulai terdengar. Kini Arka pun mulai bergabung dalam isak tangis.

"Apa-apaan ini?!" Raungan marah Arka memenuhi isi ruangan.

Kini kedua kakak tertua itu, duduk berhadapan sembari memegang telapak tangan dingin Elisa. Binar wajah hangat kini terganti oleh wajah pucat dan dingin.

***

"U-uhh..." Lenguhan halus itu tercipta dari bibir pucat Elisa. Perlahan kedua kelopak mata itu terbuka, dan mulai mengerjab.

Pandangan mata Elisa lalu menelusuri setiap inchi ruangan yg di dominasi warna putih itu. Brankar yang di tidurinya perlahan bergerak, sebab gadis itu yg memposisikan tubuhnya agar terduduk.

Dear, My Family  (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang