CHAPTER 13

8K 448 5
                                    


"Alangkah baiknya kau melupakan semua tentangku. Semua tentang masa lalu. Dan semua tentang orang di sekitarmu, agar kau tak tersakiti."

— A

***


    Apa yang kulakukan sekarang? Tanya Elisa pada dirinya sendiri.

Kini dia tengah berada di sebuah halte sepi dengan baju biasa yg telah ia ganti, dan bertepatan saat ini hujan tengah turun dengan derasnya.

Elisa masih tercenung. Dia menyandarkan kepalanya pada tiang besi halte yg dingin. Tangannya terangkat menyentuh benda putih yg masih membalut kepalanya. Gadis itu meringis, kala jarinya tak sengaja menekan luka di kepalanya.

"Kenapa hujan terus datang kala aku sedih?"

Elisa menghela napas.

10 Menit.

Elisa masih diam di posisinya.

20 Menit.

Elisa kini berjalan kesana-kemari di halte itu. Hujan juga tak kunjung mereda, malah bertambah deras.

30 Menit.

Kini Elisa sudah bosan. Dia sudah berniat akan menerobos hujan kali ini.

Saat niatnya sudah bulat, namun sesuatu menghentikannya. Tepat saat gadis itu mulai mengambil ancang-ancang berlari.

Ciit!

Mobil BMW berwarna hitam itu, berhenti tepat di depan halte, di hadapan Elisa.

Sedangkan gadis itu mengernyit bingung. Tidak mungkin kan, ada seorang pengendara yg membawa mobil berkeinginan berteduh di halte? Kan mobilnya sudah beratap.

Pintu mobil mahal itu, perlahan terbuka di sisi kanan.

Seseorang keluar, dari mobil itu. Dengan perawakan tegap dan tinggi, tentu saja itu seorang pria. Tapi  tunggu dulu—

—Itu, Albert!

Ah, si cowok konyol itu, pikir Elisa.

Elisa sudah bersiap memarahi cowok yg sedang berdiri di tengah hujan sambil memandanginya itu. Namun, semua kata-kata pedasnya seakan tertelan kembali.

Grep!

Elisa mematung dengan tubuh kaku, saat Albert langsung spontan memeluknya. Pria itu terus mempererat pelukannya dan mengelus surai coklat Elisa. Gadis itu masih diam, tanpa bisa berkata.

"Menangislah." Ucap Albert, lirih.

"MENANGISLAH, ELISA!"

Deg! Teriakan itu telah menyadarkan Elisa. Tanpa sadar ada selaput bening yg telah terbentuk di sepasang matanya.

Albert menghela napas. "Menangislah. Aku tau ini berat untukmu, aku tidak ingin kau memendam semuanya di hati kecilmu itu. Aku ingin agar semua itu dapat keluar. Mendesak, keluar, lalu menghilang. Menghilangkan bebanmu yang berat itu. Aku disini, Lili"

Elisa tidak bisa mendengar jelas perkataan Albert, karena derasnya hujan kala itu. Yang Elisa tau dan mengerti... Dia sudah bisa mempercayai satu-satunya orang di dunia fana yg kejam ini, Albert.

Tanpa bisa ditahan, Elisa langsung menumpahkna segalanya lewat isak tangis. Dia terus berteriak meraung dalam dekapan Albert. Rasa sakit hati, rasa rindu, rasa marah, rasa benci... Segala emosi itu seakan menjadi suatu paduan selaras yg menjadi boomerang tersendiri bagi Elisa.

Kepalanya yg terus berdenyut sakit, tidaklah lagi dihiraukan. Baginya, hatinya jauh lebih sakit dibanding fisiknya.

Hiks... Hiks... Me-mereka... Hiks... Jahat!

Elisa membalas pelukan Albert tak kalah erat. Dia harus punya sandaran untuk melewati ini semua.  Gadis itu hanya perlu sandaran, untuk saat ini. Hanya itu, dan sesederhana itu.

I hope... I have happy ending for my life.

Sepasang tangan Elisa terus saja memukul dada bidang milik Albert. Itu sebagai bentuk kesedihan dan keterlukaannya.

Sedangkan di ujung jalan depan halte, ada seorang pemuda dengan kacamata dan baju serba hitamnya menatap dengan pandangan yang sukar untuk diartikan kepada dua insan yang masih berpelukan di seberang jalan sana.

Tangannya terkepal kuat, hingga kuku-kukunya memutih. Perlahan, payung yang menutupi kepalanya terlepas. Menyisakan dirinya yang terguyur oleh deras dan dinginnya air dari angkasa itu.

"Kau benar-benar licik, Albert. Kau juga mencuri start. Tunggu saja. Tunggu saja saat aku memberitahu kebenarannya kepada Elisa yang amnesia itu."

Dan laki-laki itu pun langsung pergi, menyisakan hamparan debu beserta embun yang menyatu di tempat berdirinya tadi.

***

"Lis, minggu depan kita udah TO Kabupaten pertama, lho!" Ucap Amber, yang tak lain adalah Ketua Kelas Elisa.

Dia menyerahkan kertas. "Ini. Kertas ini berisi semua kisi-kisi TO nanti."

"Thank's," ucap Elisa singkat. Tangannya lalu terulur mengambil lembaran kertas itu.

Amber, bahkan menutup mulutnya sendiri saat tahu Elisa—ciwi yg punya mulut, tapi kek gak punya mukut itu— mengucapkan terimakasih padanya.

"Hai. Ada apa ini?" Albert yg baru saja datang langsung bertanya. Kini Elisa pun tak sungkan ataupun segan membalas sapaan hangat Albert.

Amber melihat Albert, "tidak. Aku permisi dulu."

"Kenapa dengan Amber?" Tanya Albert kepada Elisa, nampak pria ifu masih gagal paham.

Dan jawaban Elisa, hanya mengendikkan bahu.

"Lis, kan habis TO ini, gak lama lagi kita bakal UN. Nah, kita taruhan yok!"

"Taruhan apa?" Sahut Elisa.

"Taruhan. Kalo misalnya kamu yg megang rangking satu dan bukan aku ataupun Eliza, kamu boleh minta 3 permintaan sama aku. Dan bakal aku kabulin semua, tanpa pikir panjang. Begitupun sebaliknya. Cuma permintaannya gak boleh menyalahi norma dan aturan, ya. Jadi, mau kan?"

Elisa nampak berpikir.

"Hm, oke. Aku pasti yg bakal menang!" Serunya yakin.

Dan akan tahu segala kejadian sebelun aku amnesia.

"Deal?"

"Deal!"

***

To Be Continued...

Cuap-cuap Thory.

Dear Readers, sumpah pas mau bikin part ini tuh... Sebenarnya bakal ada kejadian yg menarik. Cma krena kurang ide dan semangat, jadilah chapter ala kadar gini, peace hehe.

Rencananya chapter depan, setelah MID w, mau buat kejadian yg lebih menarik. Tenang aja, paling lama tuh sampai chapter 30. Dan sisanya cuma Extra Part, dan Epilog.

Tinggal dikit lgi kok. Jdi, stay in my stor yak.

Salam haru,

Thirteen😂

Dear, My Family  (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang