CHAPTER 26

6.3K 387 48
                                    


At 19.00

"Hngh... " Elisa melirik malas ke arah makanannya. Dentingan sendok dengan piring marmer itu seakan memenuhi ruang makan. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan.

Brak!

"Apa-apaan ini?!" Eliza mendadak datang dan mengintrupsi semua orang. Ayah,  Ibu, Azriel,  dan Arka tampak terkejut.

"Bukannya kau masih di Amerika? Seharusnya kau pulang minggu depan,  bukan?" Ibu akan bicara.

Eliza mengangkat dagu, "cih! Itu rencana awal. Tapi, setelah mendengar bahwa 'sang putri'sudah pulang,  otomatis aku juga datang."

Smrik Elisa muncul. Gadis itu lalu meletakkan sendok beserta garpu peraknya dengan anggun.

Aku tidak akan berbicara dengan kalian selama di sini. Batin Elisa.

Tanpa suara,  gadis itu langsung pergi dari ruang makan dengan tatapan-tatapan yang mengikutinya.

"Anak tidak tahu sopan santun!" Desis Stark.

"Ayah!" Arka memandang tak setuju.

Sedangkan Azriel, ia masih merasa bersalah. Kemungkinan besar ini salahnya karena secara paksa membawa Lili-nya.

"Sialan!" Dan berlanjut Azriel langsung pergi dari ruang makan.

***

"Sudah terpikirkan universitas mana yang mau kau ambil?" tanya Celine
sembari mengupaskan apel di samping Elisa.

Elisa menggeleng.

"Say 'aaa'..." Gadis itu membuka mulut,  membiarkan apel menjadi pemanis di dalam mulutnya yang pahit.

"Ibu sarankan,  untuk ambil Universitas dekat sini." Ucap Celine yang membuat Elisa mengerutkan dahi.

Menyadari kebingunan putrinya,  Celine tersenyum.

Matanya menatap mata Elisa yang juga memiliki warna yang sama.

Elisa menyadari ada keseriusan di balik itu semua.

"Lis,  ini keluargamu," sahut Celine. "Walaupun kamu masih tak terima,  tapi Ibu benar-benar meminta maaf."

Ibu tak pernah tahu, bahwa penyakit Bipolar Sindrom Ibu malah melukaimu. Tenang saja,  akhir-akhir ini Ibu rajin kok pergi ke Psikiater."

Elisa mendongak, tanpa sadar dia tersenyum kecil atas itu.

"Selama seminggu di sini,  Ibu menyarankan agar kamj tetap di kamar. Arka,  dan Azriel tak perlu kau temui,  apalagi Ayahmu dan Eliza.

Apakah kamu mau kita kembalu ke masa-masa bahagia? Masa dimana Ibu benar-benar menjadi Ibumu."

"Ibu tahu kau pasti tidak ingin bicara,  'kan?" Tangan Celine bergerak mengusap kepala Elisa.

Elisa memalingkan wajahnya.

"Nih,  dimakan."Celine menaruh piring berisi apel di hadapan Elisa yang duduk di kasur. "Ibu akan ke bawah dulu."

Setelah Celine pergi,  Elisa memikirkan segalanya.

Tujuanku masih belum tercapai. Aku harus tahu dalang dari semua ini dan akan membuat keluarga Robert benar-benar menderita serta menyesal.

Tapi,  sekarang aku ragu. Aku bimbang apakah bisa melanjutkan ini?

Disaat Ibu bahkan sudah terbuka. Disaat kakak-kakakku menoleh. Dan disaat Ayah kini menatapku saat bicara.

Tapi, aku benar-benar pusing. Bagaimana ini?

Kenapa rasa tak tega menghantuiku? Ah, sial!

• • •

"Elisa?" panggil Arka sambil mengetuk pintu.

"Hei, little Lili." Elisa langsung menoleh cepat dengan tatapan mengejutkannya.

Arka tak peduli. Tangannya langsung menarim Elisa dalam pelukannya. Dikecup pucuk kepala Elisa dengan penuh sayang. Layaknya kakak.

Hangat.  Tanpa sadar Elisa membatin sembari menutup mata. Namun,  tangannya masih terdiam. Tak berani membawanya untuk merengkuh Arka lebih erat.

"Hai. Sudah lama ya kita gak begini. Padahal pas kamu jatuh, kakak yang always give a hug for you. Kamu tahu? Kakak gak pernah sadar bahwa kamu berubah sedrastis ini. Benar-benar berubah,  hm.

Coba lihat! Kamu tambah tinggi,  tambah cantik,  tambah jago. Jago beladiri. Jago nipu. Jago kena tembakan."

Elisa tertunduk.

"Kakak tahu Elisa. Tapi,  kakak masih ga ngerti. Kamu ga pernah gunain uang sepeserpun dari kelas 3 SMP. Dan saat SMA,  kamu malah masuk organisasi White Mask dengan taruhan nyawa? Sebegitu rendahnya hidupmu hingga nyawamu jadi gak berharga?"

Perlahan namun pasti,  pelukan itu terlepas. Tangan Arka turun menggenggam tangan Elisa. Meremasnya lembut seakan memberi pengertian.

"Boleh kakak memberitahu sesuatu? Kalau saja kakak benar-benar baik padamu sedari dulu, pasti ini gak terjadi. Pasti sekarang ini kakak akan buat permohonan.

Janji keluar dari White Mask, ya?' . Pasti seperti itu. Kamu memilih pekerjaan keras seperti itu hanya untuk mendapat gaji yang besar pula? Atau ada hal lain?"

Elisa kian tertunduk. Kepalanya bergerak pelan ke kanan-kiri—menggeleng.

"Ah,  kamu masih gak mau bicara rupanya." Arka bangkit. Dia menatap Elisa dengan senyuman. Senyuman mengerikan.

Matanya menyorot tajam.

"Pegang janji kakk ini; aku akan mengeluarkanmu bagaimana pun itu caranya. Jika aku tak bisa,  maka aku akan menjadi penindas terburukmu. Aku akan menjadi penjahat yang selalu diburu olehmu. Hingga kamu keluar,  aku akan berhenti."

Mata Elisa melotot.

Lagi-lagi,  lelaki pendiam itu sudah bertindak. Jika sudah seperti ini,  Elisa benar-benar dalam masalah.

Pandangan Elisa terkunci saat melihat orang yang datang dalan kamarnya.

"A-ayah?"

To Be Continued. 

***

Oh My,  Hallo-Loha semua.

Maapkeun banget,  up lama amat.

Sorry fot Typo.

I am sorry,  buy I really hope u already read this. I hope u enjoy on this chapter.

Salam subuh,

Aldia_Fn

Dear, My Family  (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang