CHAPTER 28

4.2K 250 7
                                    


28. Pelajaran dari Kemunafikan.

"Coba kau telisik lebih jauh. Hidup ini penuh dengan pengajaran. Contohnya saja,  munafik. Cukup tau kata itu kamu pasti mendelik,  padahal tanpa kau sadari kau bahkan pernah melakukannya. "

• • •


"Sebenarnya, kamu pakai apa sampai keluarga Robert berbalik menyayangimu?" Desisi Eliza menatap betapa hangatnya ruang makan itu, tadinya.

Layaknya kembali ke masa kecilnya silam.

Kini tinggallah mereka berdua di meja makan panjang berbahan dasar kayu tersebut. Eliza masih setia menatap berang pada kakaknya,  Elisa.

Sedangkan gadis berambut coklat itu dengan tenangnya malah mengambil tisu lalu mengusap area bibirnya yang barangkali masih tersisa minyak.

Melihat hal itu,  Eliza terus saja mengumpat tak keruan dalam hati. Entah berapa banyak sumpah serapah yang ia ucapkan melihat Elisa yang entah kenapa semakin hari,  kian cantik dan memukau.

Eliza terbakar oleh iri. Ia keki sendiri kala membandingkan dirinya yang bahkan tidak seberapa dari Elisa. Setelah mengetahui kecerdasaannya, Eliza lebih banyak diam. Dari segi fisik,  kecerdasan,  sifat dan kasih sayang keluarganya, Eliza kalah. Kalah jauh, telak.

Mengibaskan rambutnya yang tergerai, Eliza berdiri lalu mengambil langkah seribu menghampiri Elisa.

Elisa yang baru saja berdiri membawa piringnya,  mendadak berhenti dan merintih.

Tangan cantik Eliza kini mendarat ke surai Elisa, menariknya kuat dalam sekali hentakan.

Prang!

Piring yang dibawa Elisa terjatuh! Menyisakan beling-beling kasar di bawah lantai,  tepat bawah kakinya.

Elisa melirik Eliza dengan sinis. Tatapannya menusuk Eliza hingga tanpa sadar Eliza sedikit mengendurkan tarikannya.

"Berani-beraninya tangan kotormu menyentuh rambutku!" Teriak Elisa murka.

Ia menghentakkan kepalanya,  tangan Eliza terlepas dari rambut Elisa dan mengudara.

Plak!

Eliza terkejut. Memegang pipinya, matanya bergetar menatap Elisa yang kini terkekeh sinis.

Jari-jari halus Elisa mengelus pipi tirus Eliza, ah tidak, lebih tepatnya kuku-kuku Elisa yang mengelusnya.

Eliza bahkan harus menahan napas saat ia tak merasakan kulitnya bersentuhan dengan Elisa.

Ia ketakutan. Bagaimana bisa si kelinci penakut ini berubah?! Bagaimana bisa si kelinci ini yang memegang kendali?!

"Adikku,  Eliza, jangan berani lagi menyentuhku dengan tangan-tangan kotormu itu. Aku bukan Elisa yang dulu lagi. Kau harus waspada terhadap revolusiku." Elisa menarik senyum lebar,  mengerikan. "Atau kau akan merasakan ini!"

Kuku-kukunya menekan kuat kulit leher Eliza. Ah,  Elisa masih terlalu cerdas jika kalian berpikir ia akan melukai pipi adiknya yang tersayang. Itu akan terlihat jelas. Walaupun ia akan bersenang hati.

Dear, My Family  (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang