Menikahlah pada hari senin untuk mendapat kesehatan.
Hari selasa untuk kemakmuran.
Rabu, hari yg menguntungkan.
Kamis untuk pertikaian.
Jum'at untuk kehilangan.
Dan sabtu adalah hari yg tak memiliki kemujuran.~Sajak rakyat~
06. Always Happy and Smile.***
Author's Pov (Point Of View) ...
Elisa menatap jendela-lebih tepatnya, langit- yg menampilkan awan mendung. Sebenarnya beberapa menit lalu, hujan telah turun dengan derasnya. Namun, nampaknya Pelangi, benda berwarna itu tak akan muncul kali ini.
Elisa mendesah napas berat. Hari ini entah kenapa mood-nya sedang buruk. Sama seperti awan itu. Dan sama seperti pelangi yg tak muncul. Nyatanya, biar pun kita berusaha dan keluar dari comfort zone , kita juga harus menerima apapun resikonya.
Segala usaha telah dia lakukan hanya untuk mengembalikkan suasana dan rasa keluarganya, terhadapnya-Elisa.
Namun, sama seperti hari ini. Ternyata itu semua tak menjamin kebahagiaan ada di depan matanya. Namun, dia harus rela karena kali ini lucky-nya tidak memilih Elisa.
Nyatanya, semua itu hanya semu. Dan Elisa sudah memutuskan untuk membutakan matanya sendiri akan keluarganya. Ya, Elisa tahu ini salah. Tapi, rasa bencinya semakin menyeruak saat dia melihat keluarga Robert. Ups, mulai sekarang dia juga tidak punya yg namanya keluarga.
Fyi, Albert telah bersekolah lebih dari sebulan sekarang. Dan minggu kemarin mereka baru selesai menghadapi kiamat kecil, UTS Semester Genap. Elisa sudah tidak benar-benar memedulikan nilainya. Elisa itu cerdas. Tidak, lebih tepatnya genius. Secara keseluruhan orang-orang tidak menyadari itu.
Dan Elisa sudah tenggelam ke dalam golongan biasa. Hanya wajah saja yg membuatnya famous. Dia hanya menjawab asal soal kemarin, -walau sudah tahu jawabannya- dia hanya tidak ingin benar-benar terkenal. Menjadi biasa. Itulah tujuan Elisa. Lain dengan Eliza yg terus pamer dan mengumbar prestasinya itu.
"Aku benar-benar bosan!" , Elisa mendesah berat, lagi. Seminggu ini mereka benar-benar jamkos. Jadi, banyak yg memilih untuk liburan. Hanya siswa/siswi rajin saja yg masih datang ke sekolah, walau tak di absen.
Lain halnya dengan Elisa, dia hanya ingin menjauh dengan keluarga nya.
Owh, iya. Sebenarnya hari ini adalah hari penerimaan Raport. Dan Elisa sudah menyiapkan segalanya, saat akan terkena omelan Ayahnya lagi.
Berdoa saja agar Elisa tidak benar-benar menembak mati Ayahnya saat itu, karena tengah khilaf dan kesal setengah mampus.***
"KAU BENAR-BENAR BODOH, ELISA!" , Ayahnya kembali meluapkan emosinya setelah menampar Elisa beberapa kali sebelumnya.
"BAGAIMANA BISA DARI 28 SISWA, KAU MERAIH PERINGKAT 10! KAU... BENAR-BENAR TIDAK BERGUNA!" ,Teriakan Ayahnya menggelegar. Kini, Elisa sudah benar-benar tidak tahan dengan sikap Ayahnya.
Lantas, dia mengangkat wajahnya. Pandangannya terkunci pada manik legam sang Ayah, khas seperti kepribadian Ayahnya.
"Itu nilaiku, dan Anda tidak perlu repot-repot hanya karena peringkat yg kuraih. Tidak usah sok peduli, Tuan Robert!" , Elisa menjawabnya dengan tenang tanpa terselip nada kegetiran dikalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Family (REVISI)
Teen Fiction#1 HighestRankofGelap's Story PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT. WARNING : HATI-HATI! EMOSI JADI CAMPUR ADUK KEK NASI CAMPUR *Eh, AKIBAT MEMBACA CERITA INI. STORY : Dear, My Family Story By : Aldia_Fn Amazing Cover by : Tezzyy- *.*.* Dibenci tanpa tahu se...