Our Direction : One Direction - 1

3.5K 379 11
                                        

Malam sebelumnya,

"Sampaikan salamku pada mereka ya, maaf aku tidak bisa hadir"

"Tak apa, mereka bisa memakluminya kok"

"Sedang apa kau saat ini?"

"Aku sudah berada di gereja, membantu mengecek segala persiapan"

"Kau pasti terlihat tampan mengenakan tuxedo warna ungu itu"

"Untung saja kau tidak berada disini, aku terlihat sangat konyol dengan warna ungu"

"Kalau begitu kita akan cari warna lain"

"Wow, kau agresif ternyata. Siap untuk kukurung di rumah?"

"Bagaimana dengan Ruth? Dia tidak benar-benar marah padaku kan?"

"Tentu saja tidak, sepertinya kedua orang tuaku akan langsung membicarakan tentang kita saat mereka bertemu denganmu. Yang tersisa tinggal aku"

"Aku harus segera mencari seseorang untuk mengiringku ke altar kalau begitu"

"Tidurlah, disana sudah menunjukkan pukul dua pagi bukan?"

"Sebenarnya aku sedang berada dalam perjalanan pulang"

"Sendirian?"

"Ya"

"Sudah kukatakan berapa kali sih kalau pukang diatas pukul dua belas malam naiklah taksi atau suruh Paul mengantarmu?!"

"Kau bercanda kan dengan menyuruh Paul mengantarku pulang? kau tak perlu panik Liam, aku bisa menjaga diriku sendiri"

"Kalau ada apa-apa bagaimana? aku hanya tak ingin s--"

"Shit!"

"Lilly!"

Refleks aku langsung memencet bagian layar bewarna merah tanda untuk mengakhiri panggilan. Kuangkat kepalaku dari stir mobil, untung saja aku berhasil menghidari sesuatu yang lewat tadi. Hanya saja aku yang perlu mengorbankan diri.

Aku merasakan sesuatu yang kental sedang mengalir menuju pelipisku. Sial. Handphoneku berdering.

Liam.

Siapa lagi?.

"Apa yang terjadi padamu? kau tak apa kan? Lilly?"

"Aku tak apa, Li. Aku akan menghubungimu nanti, tidak usah mengkhawatirkanku. Aku mencintaimu"

Aku merasa tidak enak pada Liam, terlebih pada Ruth. Aku sudah tidak menghadiri pernikahannya, sekarang aku malah membuat kakaknya cemas selama aku belum menghubunginya lagi.

Itulah tabiat Liam yang kupelajari selama dua tahun belakangan ini.

Kuputuskan menghubungi polisi untuk memberitahukan kejadian ini. Mobilku menabrak sebuah plang jalan dan sepertinya aku membutuhkan ambulance.

Setelah menghubungi polisi aku memutuskan untuk keluar dari mobilku. Aku tidak tahu apa yang akan menimpaku ketika tadi aku tidak mencoba untuk menghindari....... tadi itu apa?.

Kusapukan pandanganku melihat sekitar, seperti tidak ada bekas tanda-tanda kehidupan yang menyebrangi jalan ini. Jangan bilang yang lewat tadi adalah sejenis makhluk astral yang iri mendengar percakapanku dengan Liam.

Ketika aku melihat sekeliling kembali, aku melihat wajah licik itu. Tidak mungkin. Melihatnya mulai berjalan ke arahku membuatku refleks mundur, dan hanya ada satu hal yang terbesit dalam pikiranku. Lari.

Ketika membalikkan badan, mataku langsung disapa oleh wajah menyeramkan itu lagi. Wajah yang selalu setia mampir ke dalam mimpiku. Kuharap dua orang yang baru saja kulihat ini adalah sebuah halusinasi semata. Melihatnya mempercepat langkah ke arahku, membuatku berlari ke arah pertigaan 13th ave.

Our Direction [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang