Our Direction: The Phsycopath - 1

37.9K 1.2K 109
                                    

WALAUPUN CERITA IN SUDAH SELESAI, TAPI BAGI KALIAN YANG BACA NOTE INI TOLONG TETAP TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT. THANK YOU.

***

"Kami beritahukan baru saja terjadi ledakan di Gedung Putih beberapa menit yang lalu. Untuk perkembangan lebih lanjut, kami akan mencoba untuk menghubungi rekan kami yang sudah berada disana."

Paul Green menekan tombol bewarna merah pada remote tv dengan geram.

"Bagaimana bisa Gedung Putih bisa meledak seperti itu?"

Kemudian Paul menekan tombol nomor 1 pada teleponnya.

**

Lilly Kensbrook menatap teleponnya yang berdering dengan nyaring. Lilly mengutuk Paul kerena menyuruh orang suruhannya agar menyaringkan bunyi telepon milik Lilly. Paul memang tidak bisa melihat Lilly bahagia walaupun hanya sedikit. Lilly tahu apa yang baru saja terjadi pada Gedung Putih, tanpa menjawab panggilan itu Lilly bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangannya.

Lilly sudah tahu pasti yang menghubunginya tadi adalah Paul. Kemudian lelaki itu akan menyuruh Lilly datang ke ruangannya dengan nada membentak.

Sudah pasti, tidak ada keraguan sedikitpun.

Lilly Steve Kensbrook, perempuan ini merupakan agen ternama di NY Investigation sekaligus putri semata wayang dari keluarga Kensbrook. Kedua orang tuanya merupakan detektif ternama, sering diminta untuk menangani kasus ringan sampai membahayakan nyawa mereka sendiri. Sayang, Lilly harus memaksakan hidup mandiri pada umur 15 tahun.

Lilly merupakan perempuan periang, hangat, dan tipe perempuan yang dapat dengan mudahnya menarik banyak perhatian orang, terutama laki-laki. Semua itu berubah 180 derajat setelah Lilly menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh di depan mata kepalanya sendiri. Setelah itu Lilly harus hidup mandiri di kota New York yang keras, ia terus mencari tahu siapa yang membunuh kedua orang tuanya tersebut. Lilly akan terus mencari, sampai menemukannya. Lilly akan membalaskan dendamnya kepada orang itu, kalau perlu Lilly akan membunuh orang itu tepat di depan makam orang tuanya sendiri.

Lilly membuka pintu dan mendapati muka masam Paul. Lebih masam daripada cuka sekalipun. Bukan pertanda baik, Lilly menutup pintu kemudian berjalan mendekati meja Paul dengan perlahan. Lilly terus memperhatikan wajah Paul, seakan Paul adalah singa yang bisa kapan saja menerkamnya. Dengan yakin, Lilly duduk di depan Paul.

Satu......, dua....., tig....

"Lilly! aku mau kau sekarang pergi ke Gedung Putih! bagaimana bisa sebuah bom lolos ke dalam Gedung Putih? kau akan menangani kasus ini, Presiden sudah mengirim perintah padaku!" Bentak Paul bahkan sebelum Lilly menyelesaikan hitungannya.

"Baiklah, aku pergi." kata Lilly. Tanpa banyak basa-basi Lilly bangkit lalu berjalan keluar dari ruangan Paul. Paul terus memandang punggung Lilly sampai punggung itu menghilang di balik pintu.

**

Liam Payne sedang berjalan menuju ruangan Thomas yang bukan lain adalah bosnya. Liam sudah mendengar kabar bahwa Gedung Putih baru saja meledak, Liam sedikit berharap dirinya bisa ikut campur dengan kasus ini. Jika dirinya berhasil menemukan dalang dibalik semua ini, otomatis akan memberikan dampak baik bagi karirnya. Sebelum Liam membuka pintu, ia membenarkan tuxedo yang ia kenakan sekaligus dasinya kemudian mengambil napas panjang lalu membuangnya secara perlahan.

Liam sungguh berharap.

"Sir," sapa Liam setelah membuka pintu ruang kerja Thomas.

Terlihat Thomas sedang memandang keluar jendela. Ketika Thomas mendengar suara Liam, ia langsung mengalihkan pandangannya kepada Liam.

Our Direction [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang