Our Direction : One Direction - 5

2.9K 357 14
                                    

"Kemarin, aku dan Lilly dipanggil untuk menghadap Presiden. Dia mengatakan untuk menunjukkan ini padamu" Harry menyodorkan kotak itu kepada Louis.

Louis membuka kotak itu, reaksi yang dikeluarkan oleh Louis tidak berbeda jauh denganku dan Harry. "Jangan disentuh!" cegahku ketika melihat tangan Louis akan menyentuh pulpen itu.

Louis hanya menatapku sekilas lalu merogoh sesuatu pada sakunya. Sebuah penjepit berukuran kecil berada dalam genggaman tangannya sekarang. Dengan perlahan dia menjepit pulpen itu lalu Louis berjalan menuju meja yang dipenuhi oleh alat-alat kerjanya.

"Sudah mempunyai firasat huh?" tanyaku. Aku tidak tahan melihat Louis yang sok misterius seperti ini. Mulutku rasanya gatal ingin segera bertanya apa yang baru saja terjadi padanya, namun aku takut itu malah tambah merusak suasana hatinya.

"Tentu saja aku tahu apa yang akan kuhadapi" jawabnya. Aku memandang Harry sekilas lalu dia menaikkan kedua bahunya tanda tak mengerti. Apa hanya aku yang diperlakukan oleh Louis sesinis ini?.

"Kau memang hebat, Lou" ucapku.

Nada suaraku sepertinya cukup menandakan ketidaksukaanku terhadap Louis yang bertingkah aneh ini, aku dapat merasakan seketika mereka menatapku ketika aku berjalan keluar dari ruangan yang menjadi ruangan kerja kami sejak kemarin malam.

Aku jadi ragu untuk meminta bantuan Louis, apa aku dapat mempercayainya?. Sial, jika saja aku tidak membenci pelajaran sandi sudah pasti aku tahu apa isi pesan Paul sejak kemarin. Bagaimana jika isi pesan itu berkaitan dengan kasus kali ini?. Aku mengusap mukaku kesal sebelum memasuki kamarku. Kukunci kamarku sebagai kesan aku memang benar-benar marah, tak apalah hanya untuk manipulask.

Kuharap buku pelajaran sandi pemberian Paul masih kusimpan dalam ruang pribadiku. Sebenarnya ada satu pintu rahasia yang menghubungkan kamarku dengan ruang pribadiku. Pintu itu akan terbuka jika aku menghentakkan kakiku pada salah satu ubin tertentu sebanyak lima kali.

Pintu itu berukuran kecil, hanya cukup untuk dilewati satu orang dan aku harus merangkak untuk sampai di ruang pribadiku. Setelah itu kalian akan menemukan sebuah alat keamanan dan kalian harus mengtikkan sandi. Jika kalian salah sampai tiga kali, kalian akan mati di dalam lorong kecil itu karena aku telah mensetting sebuah bom untuk melenyapkan penyusup yang mencoba menerobos ruang pribadiku.

Hanya Paul yang benar-benar mengetahui isi seluk beluk rumahku. Paul yang menghadiahkan rumah ini setelah aku berhasil memecahkan kasus pertamaku.

Bagaimana dengan keadaan lelaki itu? Apa dia baik-baik saja? Setelah kasus ini selesai, aku akan segera mengusut siapa yang melaporkan Paul.

Aku hanyut dalam pekerjaanku dalam waktu yang cukup lama sampai aku mendengar suara Zayn dari speaker. Pekerjaan memecahkan sandi bukanlah hal yang mudah.

"Lilly, kau di dalam?" aku menimbang-nimbang apakah aku harus menjawabnya atau tidak. "Asal kau tahu, bukan hanya dirimu saja yang diperlakukan oleh Louis seperti itu. Aku juga, bahkan lebih sinis darimu"

Oh ya? Apa maksud Zayn?.

"Maaf ya aku telah menghalangi Liam untuk menghampirimu, aku ingin bicara denganmu. Aku pikir aku bisa mempercayaimu"

Baiklah ini mulai menarik, jadi hanya aku dan Zayn yang diperlakukan seperti itu oleh Louis?. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengannya? Apa Louis mempunyai rencana sesuatu terhadapku dan Zayn?. Kalau iya, rumahku telah dijajah oleh seekor singa.

"Tunggu sebentar" ucapku melalui microphone.

Aku yang sengaja memasang alat itu semenjak aku mempunyai lima rekan dalam hidupku. Hanya jaga-jaga jika ada sesuatu terjadi seperti ini.

Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk melewati lorong itu karena aku sudah terbiasa, mungkin jika kalian yang melewati lorong itu, membutuhkan waktu yang cukup lama dan tenaga yang besar.

Setelah memastikan kamarku terlihat seperti biasanya dan tidak ada hal-hal yang mengundang sebuah kecurigaan, aku membuka pintu.

"Dimana kita bisa bicara?" tanya Zayn langsung.

"Di dalam saja" jawabku.

Aku dan Zayn duduk di kursi yang kusediakan untuk tempat membacaku. Letaknya dekat dengan jendela kamarku guna sebagai sumber cahaya, ternyata matahari sudah mulai terbenam.

"Apa yang terjadi selama aku tak ada?" tanyaku.

"Tidak ada, kami hanya diam menunggu Louis. Aku curiga dia sebebarnya tahu sesuatu namun dia terlihat seperti sok sibuk mencari sesuatu" jawab Zayn.

Baguslah aku mengambil keputusan untuk keluar dari ruangan kerja kami jika aku akan berakhir seperti itu. "Kau bilang kau juga diperlakukan seperti apa yang Louis lakukan terhadapku. Bagaimana dengan yang lain?"

"Dia masih mengobrol seperti biasa dengan Harry, Liam, dan Niall. Apa dia sedang merencanakan sesuatu, apa......."

"Apa Zayn?"

"Apa dia mencurigaiku seperti yang lain?"

"Apa maksudmu?"

"Kupikir kau tahu"

Soal agama Zayn, tidak mungkin. Lalu kenapa Louis memperlakukanku seperti itu?. "Lalu bagaimana denganku?"

"Itu yang terus kupikirkan sejak tadi"

"Tapi dugaanmu terlalu tidak masuk akal Zayn. Aku yakin itu bukan penyebabnya"

"Apa--"

Ucapan Zayn terpotong karena seseorang membuka pintu, Liam. Raut wajahnya mengeras ketika mendapatiku dan Zayn berada di dalam kamar. Zayn langsung bangkit dan berjalan keluar dari kamarku.

"Bukan waktu yang tepat untuk cemburu" ucapku datar lalu melewatinya begitu saja.

Aku berjalan menuju ruang kerja kami untuk melihat bagaimana kondisi saat ini. Aku mendapati Louis yang berdiri tegak, seperti sedang menungguku. Wajahnya tetap datar seperti tadi.

"Mendapatkan sesuatu?" sindirku, aku mengambil tempat duduk di sebelah Niall.

"Setidaknya waktuku lebih berguna daripada mengunci diri di kamar" sindir Louis balik.

Jika Louis bukan rekan kerjaku, sudah pasti aku sudah menerjangnya.

Setelah itu Liam masuk dan mengambil tempat duduk dihadapanku. Aku memandangnya sebentar, raut wajahnya masih sama seperti tadi.

"Kita mulai saja" aku terkejut mendengar perubahan nada suara Louis. Aku menatap Zayn yang ternyata sedang menatapku juga, ternyata dia benar. "Kita mendapat musuh yang tidak tanggung-tanggung kali ini. Dia sesosok yang kukagumi sampai saat ini"

Kukagumi.

"Pulpen ini adalah rancangan Mr.X"

"Kau bercanda?" ucap Niall.

Louis tetap melanjutkan bicaranya. "Dia bagaikan dewa dalam duniaku. Tidak ada yang tidak mengenalnya dalam duniaku dan tidak ada yang tahu pula siapa nama asli nya"

"Kau pasti tahu bagaimana cara melacaknya 'kan?" tanya Harry.

"Ya, aku tahu dan aku telah mencoba beberapa kali untuk menembus pertahanan yang Mr.X buat. Semoga dia tidak memperketat pertahanannya" jawab Louis.

"Soal racun itu?" tanyaku.

"Aku membutuhkan waktu untuk itu, karena siapa saja bisa membeli Strychnine" jawab Louis.

"Kupikir kau bisa mengetahui siapa yang mengirimkan paket itu" balasku.

"Kupikir itu adalah tugasmu, kenapa kau tidak mencari tahunya kemarin?"

Bajingan, Louis benar-benar membuatku kesal. Aku berdiri bermaksud untuk keluar dari ruangan ini sebelum aku benar-benar menerjang Louis dan mematahkan lehernya.

"Mau kemana lagi kau nona?" tanya Louis. Aku berbalik untuk menatapnya. Kulirik Zayn sebentar.

"Silahkan lanjutkan kasusmu tuan Tomlinson yang hebat, perempuan memang tidak berguna dalam hal ini. Good luck"

**

Hihihi, lega rasanya setelah pengunguman. Gimana hasil kalian? Semoga memuaskan yaaa!!. Jangan lupa Vomments yaaa:D

Our Direction [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang