CHAPTER 6

790 94 4
                                    

Hati-hati Typo...


Masih di kediaman pangeran Namjoon, para pendukung atau kita bisa sebut klan putra mahkota, masih sibuk membahas masalah yang menimpa mereka.

"Apa yang harus kita lakukan kakek? Semua yang kita lakukan selama ini akan segera terbongkar," Namjoon mengatakannya dengan tangan yang memgepal dan tubuh yang sedikit bergetar karena takut.

"Tenang pangeran mahkota, aku akan berusaha mengatasi semuanya, kau tidak perlu cemas dan kau hanya perlu terus mendekati raja dan kau akan menjadi penerus dari dinasti ini nantinya," ujar laki-laki yang sudah paruh baya, seorang perdana metri sekaligus ayah dari selir Kim, mentri Kim mengatakannya dengan arogant, bahwa dia bisa mengatasi semuanya dengan mudah.

"Baiklah kakek aku percaya padamu, aku tidak mau setelah aku bersusah payah mendapatkan posisi ini, karena kebodohan kalian semua, aku akan di lengserkan dari jabatanku sebagai putra mahkota, ingat itu. Kalian bisa pergi sekarang,"

Seluruh metri dan pejabat pun keluar dari kediaman putra mahkota..

***

Semua pejabat dan mentri pendukung putra mahkota Lee Namjoon berkumpul di sebuah ruang rahasia, untuk mendiskusikan tentang masalah yang sedang mereka hadapi.

"Bagaimana ini perdana mentri apa yang harus kita lakukan?," ujar salah satu pejabat di ruangan itu.

"Kalau kita tidak segera bertidak, pasti kita akan dalam masalah besar, karena kabar yang aku dapat dari mata-mata kita, mentri itu akan membongkar semua kejahatan kita pada hari perayaan festival lampion, yang akan terjadi lusa besok," lanjut salah satu pejabat.

"kalau memang seperti itu kita akan menyelesaikan masalah ini besok malam," jawab perdana mentri enteng dengan smrik di wajahnya.

"Maksud perdana mentri?,"

"Kita tidak perlu bersusah payah, aku akan mengirim orang kepercayaan ku untuk menyelesaikan semuanya. Aku akan membuat dia tidak akan lagi bisa mengadu pada Raja, dia akan bungkam untuk selamanya dan kita tidak akan pernah di tuduh untuk itu," jawab perdana metri.

"Kalian.., mengerti maksudku kan?," lanjut perdana mentri itu di iringi tawa dan di ikuti semua orang yang berada di ruangan itu.

***

Keesokan harinya di saat matahari beranjak dari tempatnya, orang suruhan perdana mentri sudah siap melaksanakan perintah yang telah mereka terima, tepatnya delapan orang pria berpakaian hitam yang membawa sejata, sudah mengintai dari sore hingga sekarang sudah hampir tengah malam, mereka mengintai rumah sasaran mereka.

Delapan orang itu mulai melancarkan aksinya, mereka berjalan mengendap-endap dan ada juga yang locat menuju atap rumah tersebut.

Sedangkan semua penghuni di dalam rumah tersebut sedang tertidur pulas.

"Apakah benar ini rumahnya? Rumah keluarga mentri Jung?," ucap salah satu penjahat.

"Benar ini adalah rumahnya, kita harus menghabisi mereka semua malam ini juga, tapi tetap ingat apa yang perdana mentri katakan, kita akan membuat mereka solah-olah tidak di bunuh seseorang tapi mereka membunuh diri mereka sendiri, mengerti?," jawab salah satu dari delapan penjahat.

"Mengerti,"

***

Sedangkan di dalam rumah, Eunha sedang terlelap dengan kepala di sandarkan pada sebuah meja. Eunha sedikit terganggu karena ada sebuah suara langkah kaki seseorang. Eunhapun bangun dan coba mengecek suara apa itu.

Sebelum sempat sampai di tempat ruang utama Eunha di kagetkan dengan kedua orang tua dan kakaknya sudah di ikat oleh beberapa orang. Eunha yang melihatnya ingin segera menghampiri ketiga orang yang sangat ia cintai itu. Tapi sebelum sempat sampai, Eunha melihat kedua orang tuanya memberi isyarat agar Eunha segera pergi. Eunha awalnya menggeleng dan menolak permintaan itu, tapi dengan berat hati Eunha akhirnya berlari pergi dari rumah itu lewat pintu belakang. Kaki Eunha tidak sengaja menyenggol sebuah vas bunga dan penjahat itu menyadari bahwa ada seseorang telah melarikan diri.

"Siapa itu?, cepat kejar dia," ujar penjahat itu marah.

"Kita tidak boleh kehilangan dia," lanjutnya.

"Eunha teruslah berlari jangan berhenti.." teriak ayah Eunha.

"Semoga kau bisa selamat putriku," batin Ibu Eunha.

Eunha terus berlari sekuat yang ia bisa, dengan air mata yang terus mengalir dari mata indahnya, mata yang tadinya akan kering tapi kini kembali basah oleh air mata.

Eunha masih saja di kejar oleh tiga orang penjahat. Tapi di saat Eunha masih berlari dia melihat sebuah gua, Eunha pun berlari menuju gua tersebut dan bersembunyi.

Para penjahat itu akhirnya kehilangan jejak Eunha dan mereka pun memutuskan untuk kembali.

"Kita sudah mencari nya di mana-mana, lebih baik kita kembali dan bilang saja kalau kita sudah membunuh gadis itu, dan kita telah membuangnya ke jurang," ujar salah satu penjahat, dua penjahat yang mendengarnya pun mengangguk menyetujuinya dan ketiga penjahat itu akhirnya pergi menjauh dari tempat itu.

Eunha yang sedari tadi mendengar samar-samar para penjahat itu bicara hanya bisa bungkam dan menutup mulutnya dengan tangan. Di saat dia mengetahui bahwa orang yang mengejarnya sudah pergi, Eunha sedikit merasa tenang.

Eunha keluar dari persembunyiannya dan duduk di bawah sebuah pohon besar.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada keluargaku, kenapa meraka menyerang kami, apa salah keluargaku?" monolog Eunha pada diri sendiri dengan air mata yang tidak henti-hentinya jatuh membasahi wajahnya. Hutan, pohon dan burung menjadi saksi kesedihan Eunha di tengah malam.

Udara dingin dari angin yang berhembus bahkan tidak bisa membuat dirinya merasa kedinginan karna kini hatinya telah hancur, hancur untuk kedua kalinya, bahkan kerja otaknya seperti telah berhenti tidak lagi berfungsi, pakaian yang ia kenakanpun yang awalnya berwarna putih kini telah menjadi hitam karena terkena kotoran saat sedang berlari.

"Aboeji apa yang harus aku lakukan selanjutnya?, aku tidak bisa hidup tanpa kalian,hiks..hisk.., pangeran seandainya kau berada di sini, pasti kau bisa membantuku dan semua ini pasti tidak akan pernah terjadi."

"Tidak, aku harus kembali ke rumah, aku harus mengetahui keadaan orang tua dan kakak ku," Eunha segera menghapus sisa air mata di pipinya, dan berdiri. Belum beberapa langkah Eunha meninggalkan tempatnya Eunha ingat bahwa mungkin saja para penjahat itu nanti akan melihatnya, Eunha tidak mau para penjahat itu sampai menangkapnya.

"Aku tidak boleh tertangkap, karena jika aku tertangkap aku tidak akan bisa menyelamatkan kakak, eomma dan aboeji," batinnya.

Eunha melihat ada sebuah kain yang tergeletak di tanah, Eunha segera mengamilnya dan memakainya di kepala untuk menutupi wajahnya.

"Dengan cara ini mereka tidak akan mengenaliku, eomma, Aboeji, kakak, tunggu aku. Aku akan segera menyelamatkan kalian, dimanapun kalian, bagaimanapun caranya aku akan menyelamatkan kalian," ujarnya yakin, Eunhapun segera menuju kediamannya.

Tidak terasa ternyata matahari mulai menunjukan keagungannya, Eunha sudah hampir sampai di kediamannya, Eunha tidak menyangka bahwa semalam dia berlari sangat jauh.

Kurang beberapa meter sampai di rumah, Eunha merasa sedikit heran, kenapa ada banyak orang yang berkumpul di balai kota. Eunha yang penasaran segera mendekat dan mencari tau apa yang terjadi, dengan tetap menutupi wajahnya Eunha melihat apa yang terjadi.

Eunha merasa aliran darah di tubuhnya menghilang. Hati, otak dan tubuhnya seperti membeku dalam sekejap. Eunha tidak menyangka dengan apa yang sekarang dia dengar dan dia lihat, sesuatu yang membuat hatinya kembali terguncang dan mungkin ini adalah titik akhir dia bisa menahannya...

Tbc.

See you next capter....☺

WHO IS MY DESTINY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang