Pergi

5.2K 215 6
                                    

Malam yang sunyi, aku terbangun dari tidur nyenyakku. besok bang Rafa sudah harus pergi, aku melihat ke wajahnya yang tampak tenang dengan kedua matanya yang tertutup menambah raut wajah lembut di wajahnya

"Ohok ohok ohok" suara dari arah luar.
"Siapa malam-malam batuk kayak begitu?" Ucapku sambil beranjak dari tempat tidur, ku kenakan jilbabku dan membuka pintu kamar

"Suaranya dari kamar Darma" gumamku

Aku berjalan mendekati pintu kamar Darma. Sekarang aku tepat berdiri di depan pintu kamarnya, suara batuknya tak berhenti. Suara batuk yang begitu keras dan bercampur dengan isak tangis. Suara itu terdengar jelas. Aku berusaha untuk mendengarnya. Ku tempelkan telingaku ke pintu

Pintu terbuka dan aku kaget.
"Ngapain kamu di depan pintu" tanya Darma
"Emmm.aku, aku"
"Kamu terbangun karena batukku?"
"Iya, soalnya keras banget"
"Ma'af"
"Kamu nangis ya?"
"Iya"
Aku melihat darah di pinggir pipinya

Dengan tanganku ku usap darahnya.

Darma menggapai tanganku
"Maaf" ucapku
"Seharusnya aku yang minta ma'af" ucap Darma sambil menjatuhkan lututnya ke lantai. Dia memegang kedua tanganku
"Aku terlalu naif untuk mengakui semua, aku pengecut Qa"
"Sudahlah" ucapku lembut
"Jujur aku sebenarnya gak sanggup harus melihatmu bersama bang Rafa, aku kira aku bisa bertahan melihat semua ini. Aku gak menyangka akan sesakit ini Qa"

Air mataku menetes mendengar perkataan Darma.

Aku merendahkan badanku untuk bisa sejajar dengannya
"Kamu orang yang baik Ma, jangan menyesali sasuatu yang sudah terjadi, walaupun aku sudah menjadi istri bang Rafa, aku gak akan ninggalin kamu dan aku tetap sayang sama kamu"
"Tapi aku ingin memilikimu Qa"

Aku terdiam mendengar perkataan Darma

"Aku ingin kamu menjadi istriku"

Aku tersentak dan terkejut dengan apa yang diungkapkan Darma

"itu gak mungkin, sekarang aku sudah menjadi istri bang Rafa"

"Astaghfirullah ma'afkan aku Qa, aku, begitu bodohnya aku mengatakan yang seharusnya tak kamu dengar"
"Iya gak apa-apa. Mungkin saat ini kamu lagi sedih jadi gak bisa mengontrol omonganmu"

Aku mencoba menenangkan Darma yang terus menangis.
"Tolong jangan jauhi aku" pinta Darma
"Aku takkan pernah menjaihimu Ma, aku janji"

Setelah tenang, Darma memintaku kembali ke kamarku.
"Kamu kembali ke kamarmu ya!, pasti kamu butuh istirahat"
"Baiklah..kamu juga istirahat, dan jangan memikirkan hal yang gak penting. Jaga kesehatanmu!"

Aku berjalan menuju kamar, saat masuk ke kamar aku melihat bang Rafa duduk di dinding sebelah pintu kamar

Dia menatapku dengan matanya yang sudah merah dan pipinya telah basah karena air mata
"Abang bangun?"
"Iya Qa"

Aku duduk di hadapannya
"Abang dengar semua?"
"Iya Qa"
"Abang marah?"
"Aku tidak marah Qa"
"Jadi?"
"Seharusnya abang tak memenuhi permintaannya waktu itu, seharusnya" Bang Rafa menghentikan perkataannya dan mengusap air mata yang menetes di pipinya.

Aku mengusap pipinya dengan tanganku.
"Semua yang terjadi tak perlu disesali lagi, Darma seperti tadi mungkin karena sedang ketakutan, dan dia juga harus menahan sakitnya" jelasku

Bang Rafa memegang tanganku
"Terimakasih Sheeqa, sekarang hati abang sedikit tenang"
"Kok sedikit?, banyak dong!"
"Iya banyak" ucapnya sambil tersenyum

"Bentar lagi tahajud yuk, sudah setengah tiga"
"Iya sayang" ucap bang Rafa

***
Pagi harinya sekitar pukuk enam pagi, kak Nafisah berteriak kencang sekali
"DARMA" teriak kak Nafisah

Aku, ummi, abi dan bang Rafa bergegas berlari ke sumber suara.

Darma tergeletak di lantai, ditangan kananya penuh darah.

Kak Nafisah menelpon ambulan.

Tak lama ambulan datang dan membawa Darma ke rumah sakit.

Air mataku tak henti-hentinya menetes, bang Rafa berusaha menenangkanku

"Cup cup, Darmanya gak kenapa-kenapa kok sayang" bang Rafa memelukku
"Kalau dia meninggal gimana?"
"InsyaAllah kak Nafisah dan yang lainnya akan berusaha menanganinya"
"Tapi Sheeqa takut bang"
"Tenang ya sayang!"

Kak Nafisah keluar dari ruangan Darma dan langsung memeluk ummi.

Aku berlari menghampirinya
Kak Nafisah. Kak Nafisah menatapku.
"Darma sudah harus beristirahat, dia tidak akan lagi merasakan sakit yang menyiksanya bertahun-tahun"
"Enggak, enggak mungkin kak"

"Darmaaaaa" aku berlari ke depan ruangan Darma, aku hanya bisa menatapnya dari cela kaca pintu "Darma, kamu gak boleh pergi, aku gak mau kamu pergi secepat ini"

Aku mengingat semua kenangan tentangnya. Ingatan tentang dirinya satu persatu muncul, candanya, tawanya dan tingkah konyolnya saat SMA, saat menggendongku di perpustakaan, saat tertawa bahagia sekelas denganku.

"Darma" ucapku lemah
"Sekarang biarkan dia beristirahat ya sayang" ucap bang Rafa sambil mengelus kepalaku.

Aku bersandar di dada bang Rafa
"Aku gak sempat mengucapkan kata perpisahan padanya Bang"
"Sudahlah" bang Rafa mengusap pipiku.

Sekarang Darma pergi untuk selama-lamanya. Bang Rafa mengcancel kepergiannya.

Bang Rafa tak bisa meninggalkanku dalam keadaanku yang seperti ini.

***
Semingu setelah kepergiannya, aku masuk ke kamar Darma. Ada sebuah kaset DVD terletak di meja belajarnya.

-Dia wanita terbaikku-

Ku ambil kaset DVD itu dan membukanya ke laptop

Aku duduk menunggu

Foto yang pertama muncul adalah fotoku.

Video tentangku dan Darma, semua terekam dan menjadi rangkaian filem yang indah.
Dulu aku begitu jutek padanya, tapi dia selalu tetawa dan tersenyum saat menggodaku atau mengejekku.

Dia selalu menemaniku
"Terimakasih Darma"

ASHEEQATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang