/because they were beautiful roses and i was just a dandelion/
💠💠💠"Sheryl!!"
Leon segera berlari membelah kerumunan begitu dilihatnya Sheryl limbung setelah mendapat tonjokan di pelipisnya. Tentu saja tinju Kevin tadi salah sasaran, harusnya kalau Sheryl tidak nekat, tinju mentah itu pasti sudah bersarang di dagu Andrew.
"Sher, lo nggak apa-apa?" Kevin bertanya panik sambil memegangi kedua bahu Sheryl.
"Nggak apa-apa gimana maksud lo? Parah ini mah..." Sheryl meringis. Sesekali ia mengerjap karena kepala bagian sampingnya berdengung hebat. "Anjir, kepala gue... Gila ya, lo ber—"
"Udah, nggak usah ngomel lagi. Ikut saya," Leon yang sudah tiba tepat di hadapan Sheryl, memapahnya berdiri. Hening, semua mata tertuju pada mereka bahkan hingga keduanya melangkah keluar dari lapangan basket.
"Bentar, bentar. Gue nggak kuat jalan," desis Sheryl pelan ketika melewati taman sekolah. Dengan sigap, Leon membantunya duduk di sebuah bangku taman.
"Sakit banget?"
"Pakai nanya segala," Sheryl mendengus. Dipegangnya pelipis yang kena tinju tadi. Bagian kepala hingga telinganya masih terasa berdenyut.
"Saya antar kamu pulang, ya?" usul Leon. Ia mengambil inisiatif meminjamkan punggungnya untuk dinaiki Sheryl karena gadis itu tidak kuat berjalan. Sheryl yang tidak punya tenaga lagi untuk menolak, pasrah saja begitu ditarik ke punggung tegap Leon.
"Gue berat, ya?" Sheryl bergumam pelan. Leon menggeleng singkat sebagai jawaban. "Rumah gue jauh, lo juga bawa sepeda. Gimana mau nganterin gue?"
"Saya bisa telepon sopir, Sher,"
Setelah mendengar jawaban dari Leon barusan, Sheryl berhenti bertanya. Hening hingga mereka tiba di parkiran. Setibanya di sana, Leon tampak kesusahan merogoh handphone dari saku celana karena harus memegangi Sheryl juga. Setelah mendapatkannya, jari-jari Leon dengan lincah mencari nomor telepon sopirnya di daftar kontak. Ia segera menekan ikon panggilan begitu menemukan nomornya.
"Halo, Pak Alvin?" sapa Leon setelah nada tersambung.
"Halo... Ada apa, Den?"
"Bisa minta tolong jemput saya di sekolah, Pak? Saya lagi nggak bisa bawa sepeda, ini bareng teman juga,"
"Oh, siap, Den. Saya ke sana sekarang,"
"Terima kasih, Pak," Leon menutup telepon dan membenarkan posisi Sheryl yang nyaris merosot dari punggungnya. Ia baru sadar kalau gadis itu tertidur di bahunya. Posisinya begitu dekat dengan wajah Leon sekarang. Bahkan, ia dapat merasakan wangi shampoo yang menguar lembut dari surai kecokelatan Sheryl dengan jarak sedekat ini.
Tak sampai 10 menit, mobil mewah milik keluarga Leon sudah memasuki area parkiran sekolahnya. Pak Alvin dengan sigap membukakan pintu mobil untuk tuannya serta membawa masuk sepeda Leon ke dalam bagasi.
"Hahh..." Leon bisa bernapas lega setelah duduk manis di jok belakang. Diliriknya Sheryl yang tertidur lelap di sebelahnya dengan posisi kepala bersandar di pintu mobil. Jari Leon dengan hati-hati bergerak merapikan rambut berantakan gadis itu yang menutupi hampir seluruh bagian wajahnya. "Kamu itu terlalu tangguh jadi perempuan. Kamu perlu sesekali kelihatan rapuh supaya orang-orang bisa melindungi kamu," bisiknya pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora✔
Подростковая литератураSelalu ada hati yang merindukanmu untuk pulang. Menyiapkan segalanya agar kamu nyaman untuk tinggal. ©2019 • oldelovel