/so do right people with wrong timing ever get a second try?/
💠💠💠Sheryl menggembungkan pipinya. Menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan dengan gelisah, menunggu di dalam kamarnya yang lengang dengan harap-harap cemas.
"Heh, ngapain lo?" Sebastian datang, mengelus singkat puncak kepala Sheryl lantas duduk di hadapannya.
"Hah? Nggak, nggak ngapa-ngapain,"
"Udah siap?"
"Siap buat?"
"Buat acara nanti malem lah, Sher. Lo kenapa deh? Kayak nggak tenang gitu?" Sorot lembut Sebastian menelisik Sheryl, membuat gadis itu makin gelagapan.
"Nggak, kok. Gue... Gue siap,"
"Ya udah," Laki-laki berkulit pucat itu menyunggingkan senyum tipis sebelum beranjak dari duduknya. "Masih mau prepare, kan? Kalau butuh apa-apa, lo bisa panggil gue,"
"Eh, Yan!" Suara Sheryl menghentikan langkah Sebastian, membuatnya berbalik dan menoleh. "Gue... minta maaf. Buat semuanya,"
Sebastian mendadak teringat kejadian delapan tahun yang lalu. Kalimat yang sama seperti yang diucapkan Sheryl setelah mengembalikan jaket kulitnya, kala itu. Dan Sebastian tahu, kalimat itu sama sekali bukan pertanda baik.
"Jangan minta maaf, Sher. Gue mohon ke lo dengan sangat. Jangan pernah minta maaf lagi ke gue,"
💠💠💠
"Sayang, kalau udah siap buruan keluar kamar, ya! Temen-temen kamu udah pada dateng, nih," Tante Ratna mengetuk pintu kamar Sheryl. Namun tidak ada jawaban dari dalam. Diketuknya lagi pintu itu beberapa kali.
"Kenapa?" Ayah Sheryl menghampiri. Sebastian pun mengekor dari belakangnya.
"Sheryl nggak jawab, Mas,"
Ayah Sheryl menghela napas, lantas membuka pintu kamar putri tunggalnya.
Kosong. Tidak ada Sheryl di dalam sana.
"Handphone sama dompetnya masih di sini. Sheryl nggak mungkin kabur kan, Mas?" Tante Ratna mulai khawatir setelah menemukan dua barang itu di atas nakas.
Suasana makin keruh, semua yang ada di rumah itu bergegas mencari Sheryl. Di dalam maupun di sekitar rumah. Hasilnya nihil, acara pertunangan pun tidak berjalan sesuai rencana.
Sebastian sudah bisa menebak alurnya. Kalimat Sheryl tadi benar-benar bukan pertanda baik. Tapi dirinya bukan Sebastian delapan tahun lalu yang seketika itu juga putus asa hanya karena satu kalimat yang diucapkan gadis itu.
Karena Sebastian yang ini, tidak akan pernah melepaskan Sheryl semudah itu lagi.
💠💠💠
"Sheryl?"
Sheryl nyaris menghempaskan jemari yang melingkar di pergelangan tangannya. Namun begitu mendengar pria itu menyebut namanya setengah ragu, kening Sheryl berkerut.
"Masnya kenal saya?"
"Lo beneran Sherylia Kayana?"
"Aduh, iya, saya Sheryl. Mas siapa?"
"Leon. Chaleon Pradipta,"
Deg.
Untuk sesaat, jantung Sheryl seperti menolak untuk berdetak. Kisah lama yang belum tuntas itu seketika menghujam batinnya bertubi-tubi, siap tidak siap, tanpa kenal ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora✔
Fiksi RemajaSelalu ada hati yang merindukanmu untuk pulang. Menyiapkan segalanya agar kamu nyaman untuk tinggal. ©2019 • oldelovel