12 - Tali Sepatu

477 85 8
                                    

/just friends, they agreed. but they looked at each other a little too long to be just friends/
💠💠💠

"Hari ini kita latihan basket buat classmeet besok, ya," Ivana tiba-tiba saja sudah duduk di depan bangku Sheryl dan Leon. "Lo berdua belum sempat latihan sejak insiden lapangan basket kemarin. By the way, lo udah sehat kan, Sher?"

Sheryl hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak puas hanya mendapat anggukan darinya, Ivana mengalihkan pembicaraan.

"Lo berdua pacaran? Sejak insiden itu, anak-anak pada ngiranya kalian pacaran. Termasuk gue, sih,"

"Nggak lah!" jawab Sheryl cepat. "Tolong bilangin ke mereka—termasuk lo juga, jangan sok tahu,"

Ivana mencibir. "Pokoknya jangan lupa nanti pulang sekolah latihan basket. Leon, itu pacarnya tolong diingetin ya?" pintanya jahil sebelum kembali ke tempat duduk.

"Itu cewek nggak bisa sopan dikit apa, ya? Dateng-dateng ngajak ribut, kenal juga nggak," Sheryl menekuk mukanya kesal.

Leon terkekeh. "Dia kepingin deket sama lo mungkin,"

Sontak Sheryl menoleh setelah mendengarnya. Bukan, bukan masalah jawabannya. Tapi... bahasa apa yang dipakai Leon barusan?

"Lo bilang apa?"

"Gue? Gue bilang apa?" Leon balas bertanya.

Sheryl terbahak seketika. "Kampang!!! Kok, gue ngakak denger lo pakai bahasa gaul kayak gitu? Sumpah nggak pantes," cecarnya tak tanggung-tanggung.

Leon mendengus. "Jangan ketawa kayak gitu, dong! Waktu di mall kemarin, Karin yang nyuruh buat nggak kaku-kaku kalau ngomong,"

"Tapi kocak, anjiirr!" Sheryl tertawa meledek tanpa henti. Sejenak ia memperhatikan penampilan Leon yang lebih 'tidak biasa' dari sebelumnya. Hari ini ia memakai gel yang membuat rambutnya lebih tipis dan rapi, tidak ada lagi kacamata yang membingkai matanya, bahkan barang-barangnya serba baru dan berkelas. Sheryl harus mengakui kalau Leon lebih menarik dengan perubahan penampilan yang seperti ini. "Lo kesambet apaan jadi sok ganteng gini?"

"Kesambet apaan? Emang dulu gue gimana?"

"Ya, lo inget-inget aja sendiri," cibir gadis itu.

"Mungkin yang lo bilang bener, Sher. Gue butuh orang lain, gue nggak bisa terus-terusan hidup dalam dunia gue sendiri. Nggak bisa seambisius ini sama pelajaran. Gue perlu berbaur dengan manusia, bukan cuman sama buku dan teman-temannya. Gue harusnya menikmati masa-masa SMA dari awal, bukannya baru pas mau lulus begini," jelas Leon.

Sheryl manggut-manggut. "Bagus, deh. Selain berbaur, lo juga harus lebih kuat dari sebelumnya. Jangan cemen kalau diganggu Andrew sama temen-temennya. Baru lo bisa ngerasain indahnya masa SMA,"

"Iya, iya," jawab Leon. "Lo nggak mau ke kantin gitu? Gue laper,"

"Lah, lo nggak bawa bekal?"

Leon menggeleng. Raut Sheryl berubah kecewa. Pasalnya baru kemarin Leon menjanjikan akan membawakannya bekal gado-gado buatan sendiri. Karena sungkan, akhirnya Sheryl memutuskan untuk tidak membahas janji Leon dan mengikuti lelaki itu ke kantin.

Begitu menjejakkan langkah di kantin, Sheryl langsung menyadari ada sesuatu yang aneh. Beberapa pasang mata tampak sesekali mencuri pandang ke arah mereka. Tidak ada yang salah dengan Sheryl, lalu kenapa mereka memperhatikan ke arahnya? Lama-kelamaan, Sheryl mengerti. Bukan dirinya yang bermasalah, tapi lelaki di sebelahnya ini. Ternyata penampilan baru Leon ini mampu menyita perhatian segelintir pengunjung kantin, terutama para siswi-siswi.

Pandora✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang