/sometimes, two people have to fall apart to realize how much they need to fall back together/
💠💠💠Malam ini dingin.
Gadis bertubuh mungil itu kembali merapatkan cardigan abu-abu yang dipakainya. Sedikit menyesal karena kabur dari rumah hanya dengan dress putih selutut, cardigan tipis itu, dan sepasang sandal jepit.
Hembusan napas si gadis kembali terdengar seiring kaki-kaki kecilnya melangkah. Kalau dikira-kira, sudah hampir empat jam sejak dirinya kabur dari acara bodoh yang diadakan di rumahnya. Sudah hampir empat jam pula ia berkelana tanpa tujuan di tengah malam yang dingin begini.
Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul sebelas dua puluh malam. Sudah cukup larut, namun Ibukota belum terlelap. Jalanan masih dipenuhi kendaraan yang berlalu-lalang, lampu jalan yang remang, beberapa warung dan pertokoan pun masih semangat menjajakan dagangannya.
Kruyukk...
Gadis itu melenguh pelan begitu mendengar suara perutnya sendiri. Ia kembali merutuki kebodohannya karena tidak membawa sepeser uang pun begitu ia melarikan diri tadi. Bagaimana bisa ia melupakan hal-hal penting seperti dompet dan ponselnya padahal acara kabur dari rumah ini sudah dipersiapkannya dari jauh-jauh hari? Dan bodohnya lagi, ia bahkan menambahkan kegiatan mogok makan dalam agendanya malam ini. Pantas saja, lagi-lagi perut gadis itu menjerit, meronta minta diisi.
"Bedebah,"
Kepala si gadis yang tadinya tertunduk, seketika terangkat begitu mendengar sebuah umpatan serak dari arah depan. Seketika, bulu kuduknya meremang. Di depan sana, seseorang sedang duduk di atas dinding pembatas jembatan.
Tunggu. Jembatan? Gadis itu bahkan baru menyadari kalau dirinya sedang ada di jembatan. Entah jembatan di daerah mana ini, ia tak tahu. Ia kembali mengamati sosok yang masih bermonolog dengan suara parau itu.
Dia mabuk?, pikir si gadis setelah beberapa menit mengamati gerak-gerik pria yang duduk beberapa meter dari tempatnya berdiri. Ia tidak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas karena terhalangi tudung hoodie yang dipakainya, juga cahaya remang lampu jalan-yang sejujurnya tidak berfungsi saking minimnya.
Mungkin dugaannya benar, pria itu mabuk. Bicaranya mulai ngelantur, meracau tak jelas, dan sumpah serapah sesekali keluar dari mulutnya. Jujur, gadis itu beberapa kali berjengit kaget begitu mendengar umpatan si pria ber-hoodie. Namun bukannya segera menjauhi tempat itu, ia malah memutuskan untuk berhenti dan kembali mengamati. Takut-takut karena saking mabuknya, pria ber-hoodie itu mungkin bisa melompat dari jembatan.
"Mungkin dia punya masalah yang lebih besar dari masalah gue..." gumam gadis itu. Begitu diliriknya lagi, ia benar-benar merinding melihat pria itu mulai menggerakkan sepasang kaki panjangnya yang menggantung di jembatan. Pikiran-pikiran aneh membuatnya segera melangkah mendekati pria itu. Dan begitu sudah cukup dekat, kedua tangannya segera merengkuh pinggang si pria ber-hoodie.
Sontak saja yang dipeluk menoleh kaget.
"Pak, jangan mati dulu! Semua orang di dunia pasti punya masalah, nggak cuman Bapak doang. Pikirkan keluarga Bapak! Anak-istri mau makan apa kalau Bapak mati sekarang?" Si gadis memekik tanpa sadar. Ia mengeratkan tangannya di pinggang itu, bermaksud menghentikan niat bunuh diri pemiliknya.
"Siapa yang mau bunuh diri, sih?"
Si gadis lagi-lagi tertegun begitu mendengar suara bariton yang serak itu. Sang pemilik suara kini memasang tampang kesal. Sekarang, siapa yang tidak kaget kalau tiba-tiba dipeluk oleh orang asing?
"Gue masih 25 tahun, just for information. Belum punya istri, apalagi anak. Tampang gue emang bapak-bapak banget apa, sampai lo ngiranya gitu?"
"Oh?" Gadis itu mengerjap pelan sebelum mencerna ucapan sang pria. "Tapi, bukannya tadi Ba-eh, Mas, maksud saya, mau bunuh diri? Tadi kakinya gerak-gerak gitu, kan bikin saya mikir aneh,"
"Kaki gue digigit nyamuk, asal lo tahu aja,"
Astaga, gadis itu baru mengerti sekarang. Sedetik kemudian, ia melepaskan tangannya dari pinggang besar itu sambil meringis menahan malu. Pertama, ia sudah salah persepsi. Pria itu bukannya berniat bunuh diri. Kedua, dia salah sudah memanggil pria itu dengan sebutan Bapak padahal kalau dilihat-lihat wajahnya bahkan terlihat lebih muda dari usia yang disebutkannya tadi. Lebih konyolnya lagi, mereka seumuran. Ia benar-benar merasa begitu bodoh malam ini.
"Maaf, maaf. Saya nggak tahu,"
Pria itu hanya berdecak tak ikhlas sebagai jawaban. Membuat si gadis jadi dongkol sendiri, namun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
"Masih untung gue minta maaf. Toh, gue nggak sepenuhnya salah. Siapa yang nggak salah sangka coba ngelihat gerak-geriknya yang aneh? Terus kenapa kalau gue manggil Bapak? Kan, panggilan sopan! Emang gue tahu umurnya berapa? Dasar-"
Gadis itu menghentikan aksi protesnya ketika sebuah tangan besar menggenggam pergelangannya. Matanya membulat sempurna kala menoleh untuk melihat si pemilik tangan. Ngapain lagi nih bapak-bapak? Dia denger protesan gue? Mau protes balik?, batinnya frustasi.
"Sheryl?" Pria itu bertanya ragu.
Kening si gadis ber-cardigan abu-abu berkerut sebelum ia menyahuti. "Masnya kenal saya?"
"Lo beneran Sherylia Kayana?" Sang pria kini memasang raut yakin tak yakin.
Gadis yang dipanggil Sheryl itu merotasikan bola matanya jengah, karena bukannya menjawab, pria di hadapannya malah mengulang pertanyaan yang sama. "Aduh, iya, saya Sheryl. Mas siapa?"
"Leon. Chaleon Pradipta,"
Sepasang manik mata kecilnya bertubrukan dengan milik si pria. Membuat gadis dengan nama Sheryl itu mendadak diserang memori delapan tahun silam yang tadinya tersimpan rapih dan tak tersentuh di otaknya. Membuat ingatannya harus membuka lagi halaman-halaman yang terselip di bawah tumpukan halaman baru. Membuat cerita lama yang belum selesai ditulis sampai akhir memaksa untuk dilanjut dan diselesaikan. Layaknya sebuah proyektor, otak Sheryl secara alamiah dan spontan menayangkan ulang setiap detail kisah-kisahnya semasa SMA. Semua terekam dan tertulis dengan jelas, tidak ada yang terlewatkan.
💠💠💠
![](https://img.wattpad.com/cover/134914042-288-k228666.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora✔
Ficção AdolescenteSelalu ada hati yang merindukanmu untuk pulang. Menyiapkan segalanya agar kamu nyaman untuk tinggal. ©2019 • oldelovel