Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—Aletha
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Terus?"
"Aneh aja."
Gue menggerakkan garpu gue ke sembarang, sedikit searah sama arah putar kepala gue.
"Gak usah gede rasa dulu lah." Arka ngerutin dahinya, lalu masukin sendok berisi mac n cheese itu lagi ke mulutnya.
"Ya, kalo bisa gak geer juga gue gamau kali, Ka."
"Gue kasih tau aja nih, Ra,"
Arka yang dari dulu emang manggil gue dengan "Yara" langsung musatin perhatiannya ke gue, tatapan mengintimdasi yang untungnya gak mempan di gue.
"bukan berarti cowok gak bisa baik, Rayyan Rayyan lo itu mungkin emang lagi peduli. Atau bisa aja dia emang mau ngalusin lo doang. Jangan mau kalo dialusin, langsung bilang gue aja."
Gue langsung menghela napas.
Arka adalah Arka. Orang yang barangkali, hanya barangkali, gue tanyain ke satu angkatan pun sebagian besar akan jawab kalau mereka tau siapa itu Arkananta Bagaskara.
Tapi itu dia, Arka yang itu pula ternyata adalah saudara gue sendiri.
Sayangnya nasib gue sama dia jauh beda. Dia eksis parah, sedangkan gue cuma bisa pasrah.
Semenjak dia nyulik dan membawa gue ke Warung Pasta deket sekolah ini, dan semenjak gue mulai ceritain panjang lebar perihal Narayyan yang entah kenapa gentanyangan terus di pikiran gue.
Gue pun tau kalau nanya tugas adalah hal biasa, tapi gak tau kenapa rasanya jadi gak biasa.
Lebay deh gue, mulai.
"Kayak kenal aja lo." Ujar gue sebelum ngarahin garpu untuk masuk ke dalam mulut gue lagi, entah udah keberapa kali.
"Kenal lah, temenan dia banyak kali. Gue juga pernah tanding futsal sama dia."
Sekarang giliran dahi gue yang mengerut.
"Hah, lo kenal dia?"
Terus Arka ngangguk.
Gila ya? Kalau lo semua bilang dunia gak sempit, gue gak tau harus mendefinisikan dunia seperti apa.
"Ra,"
gue mengembalikan perhatian gue ke saudara gue yang satu itu, lagi.
"Bilang gue kalau sampai dia mulai deketin lo lagi. Entar coba gue cari tau."
"Gak usah elah, serem banget lo."
"Ya, cowok mana lagi yang bisa bikin lo segampang itu move on dari Regan?"
Gue ngehela napas.
Duh Ka, cewek sekolah mana yang nantinya bakal berhasil menaklukan lo dan memenangkan sisi protektif dari lo itu?
—Rayyan
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ketok dulu kalo mau masuk, anjir." Bian langsung ngeliatin gue kesel.
Padahal dia juga cuma main hp di atas kasur. TVnya juga boro-boro nyala. Ngapain pake marah-marah coba seakan akan gue ganggu konsentrasi penting dia?
"Udah tadi, lonya aja yang gak jawab."
"Mana ada?"
Terus gue gak ngegubris lagi, langsung ikutan duduk di kasur dia.
"Eh Bi, nanya dong."
"Nanya apaan?" Bian masih fokus sama hpnya.
"Serius nih gua."
"Biasanya juga lo kalau mau nanya ya tinggal nanya."
"Kali ini serius."
Baru itu kembaran gue nurunin hp, kemudian ngeliatin gue pake tampang malesnya.
"Gece, Yan."
"Lo tau gak Aletha suka apaan?"
Bian langsung diem.
Gue juga.
Nyesel iya.
"Ada angin apa ya lo nanyain dia?"
Mampus skakmat.
Baru juga mulai, gila.
Mau jawab apa gue?
"Ya ... nanya aja. Waktu itu lu yang bingung kenapa gue gak tau apa-apa tentang orang di meja depan kan?"
"Aletha mau ultah apa gimana?"
"Enggak dah kayaknya."
"Tau banget lo."
Terus Biannya langsung ketawa ngejek.
Sialan lah asli.
"Beliin aja makanan. Mi ayam gitu, semua orang demen itu kayaknya," kata Bian. "Yang sekelas kan elo ya, masa gak liat dia jajan apa aja?"
"Gapernah jajan dia, sesering-seringnya jajan paling cireng, anjir."
"Yaudah, beliin cireng lah."
"Mana kenyang, ego."
Dia langsung ketawa lagi.
Berubah banget dibanding pas tadi gue masuk ke kamar dia.
Apa bahasan gue tentang Aletha ini bikin mood dia naik, au dah.
Gue baru mau berdiri, bermaksud buat ninggalin kamar dia pas suara dia kedengeran lagi.
Kalimat yang dia ucapin kemudian jadi kalimat yang sukses bikin gue sensi beberapa hari setelahnya sama dia.
"Yan, kalo gue deketin Aletha, lo marah gak? Gue udah sering chat juga sama dia nih."
"Bacot."
"Dih marah?"
"Gajelas lu."
Gue langsung bangun terus keluar dari kamar dia. Nutup kamarnya pas Bian mulai teriak "MAKASIH ORANG MAH" yang gak gue peduliin.
Tapi ya ... gue juga gak tau kenapa gue tiba-tiba pengen ngelakuin itu untuk Aletha, apalagi jadi ngerasa keganggu pas Bian bilang mau deketin Aletha.