7 - hanahaki

975 189 12
                                    

—Aletha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



—Aletha

Hari-hari setelahnya gak bikin gue jadi lebih santai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari setelahnya gak bikin gue jadi lebih santai. Rayyan yang entah kenapa jadi konstan untuk ngejajanin gue tanpa gue minta tuh bener-bener bikin bingung.



"Aletha, lo mau sate padang gak?"



"Aletha, mau susu jelly gak?"



"Aletha, mau es buah gak?"

"Gue gak suka buah—"

"Hah??"



Dia gak pernah menunjukkan indikasi suka sama gue seperti yang temen-temennya lakukan ke temen-temen gue, cuma seputar jajanin ini itu dan chat tugas.

Mungkin aja dia emang beda, gue juga gak tau. Tapi hal-hal ini juga yang bikin gue berpikir kalau bisa aja dia sebenernya gak punya perasaan lain selain "teman di meja depan".



"Eh, ini kumpulin aja?" Tanya Aleena setelah nyelesain tulisannya di lembar kerja geografi itu, mandangin gue.

Kali itu guru gue ngasih tugas geografi berkelompok lagi, berempat-berempat sesuai posisi duduk.

Jadi itu dia, Aleena dan gue yang balik badan menghadap Rayyan dan Harris.



"Yaudah. Udah selesai kan?"

"Sini dah gua yang ngumpulin." Harris langsung ngambil kertas itu dari tangan Aleena, terus jalan menuju meja guru di depan kelas.

Kemudian Aleena yang kembali fokus dengan handphonenya, gue dan Rayyan yang gak tau harus apa.

Netra gue mungkin emang sering melirik ke arah dia, sesekali di waktu yang sama.

Secanggung itu. Sehening itu.

"Yan," Rayyan langsung angkat kepalanya, memutus pandangan dengan layar handphone ketika suara gue keluar.

Gue yang berusaha ngelead pembicaraan pun ngelanjutin, "lo sama Bian beneran kembar?"

"Iya elah, perlu nih gue tunjukin kartu keluarga?"

"Ih, lagian beda banget?"

"Emang Bian gimana dah di depan lo?"



Gue langsung mikir.



"Gimana ya ..., dia berisik sih, cuma ya berisiknya beda sama lo."

"Gak nyebelin ya?"

"Ya gak gitu sih—" ngeremes rambut gue sendiri, nyesel karena udah nanya pertanyaan yang bisa nyinggung dia.

Muka dia emang keliatan biasa aja, tapi gimana dia beneran langsung ngeliatin gue secara penuh bener-bener bikin gue gak enak.

Barangkali, hanya barangkali, kalau gue ditanyain begitupun gue juga bakal merasa sedikit tersinggung.



Emangnya siapa yang suka dibandingin?



"Dia juga nyebelin. Cuma ... emang beda aja."

"Suka ya lu sama dia?"

"Hah, apaan enggak!!"

"Halah, gue bilangin nih."

"RAYYAN APAAN SIH ENGGAK!"

Kemudian yang bisa gue rasain cuma pukulan keras dari Aleena, gaung "ssstt" dari sekelas dan barangkali delikan guru geografi gue yang gak mau gue liat.

Rayyan cuma bisa cengengesan, nunjukin gingsulnya sambil ngeliatin gue.

"Sumpah, gak usah sebar hoax. Nanti jadi canggung kalau lagi kerja sama dia."

"Bodo."

"Sialan kan, ih."

Muter badan gue ke arah papan tulis lagi, gue tau kalau sebenernya mulai ada yang aneh sama segalanya.

Kayak ... meskipun gue gak merasa excited, gue tau kalo sensasi bunga mekar itu bener-bener ada.


Pernah denger istilah Hanahaki Diseases? Penyakit fiksi di mana ketika seseorang mengalami one sided love, dia bakal batuk, kemudian ngeluarin beberapa buah mahkota bunga dari mulutnya. Warnanya sendiri tergantung dari tingkat keparahan dia menanggung cinta bertepuk sebelah tangan itu.


Dan tau apa yang gue takutin sekarang?



Kalau sensasi bunga mekar itu penanda kalau Hanahaki sebenarnya ada, kemudian gue akan menjadi penderita Hanahaki dadakan pada suatu hari nanti.




Membiarkan mahkota-mahkota itu membunuh gue perlahan.




Membiarkan perasaan itu menyekik gue tertahan.

IPS 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang