Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—Aletha
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gue baru nanya ke Rayyan beberapa hari setelahnya.
Enggak langsung nembak dia dengan pertanyaan —yang menurut gue itu bakal keliatan seakan-akan gue menentang banget, soalnya gue sebenernya biasa aja selama dia gak ngerokok di depan gue.
Gue cuma rada risih sama asapnya yang bikin hidung gatel, kalau bau yang ditinggalkan gue masih bisa tolerir deh.
Hari itu, gue iseng-iseng ngecek dashboard mobil Rayyan lagi dan jeng jeng, gue gak menemukan barang yang gue cari di situ.
Si Pemilik pun langsung nanya.
"Nyari apaan, Ra?"
"Kertas minyak aku kayaknya ketinggalan di mana gitu deh, Yan." Jawab gue, beralasan.
Huhuhu, maaf ya, Yan karena aku bohong, kali ini doang.
"Emangnya pernah kamu taruh di dashboard?"
"That's why i'm still looking for it, lupa juga akunya."
Rayyan cuma ngangguk-ngangguk, masih fokus sama jalanan di depan yang mau ngebawa kita ke McD Kemang.
Gak seramai biasanya, cenderung lengang malah.
"Btw, aku pernah nemu kotak rokok, emangnya kamu ngerorok, Yan?"
That's it, i said it.
Ekspresi dia langsung agak berubah, ngeliat gue sekilas, lalu kembali ke jalan.
"Nemu di mana?"
"Dashboard."
"Kapan?"
"Minggu lalu kalau gak salah? Atau lebih gitu, lupa."
Gue gak tau apa Rayyan udah ada niat untuk jawab atau belum karena setelahnya, mobilnya udah berhenti untuk parkir di McD.
Hari itu, gak ada remaja lain berseragam sekolah negeri di situ, cuma gue dan Rayyan yang somehow bikin gue dan dia berasa mencolok banget. Entah itu karena celana dan rok panjang warna abu-abu monyet ini, atau baju Rayyan yang udah dikeluarin dan rambutnya yang berantakan, atau tas kecil warna biru tua dengan tali kuning yang gue pakai.
"Big Mac gak, Ra?"
"Aku McSpicy aja deh."
"Katanya gak kuat pedes?"
"Tapi enak!"
"Ngapain enak kalau bikin sakit?"
Gue langsung mendengus, "yaudah deh, terserah aja." Ucap gue pada akhirnya.
Rayyan yang kemudian tetep gak mesen McSpicy tapi dua Big Mac, dua french fries ukuran large, dan dua gelas lemon tea. Beneran berasa punya personal caretaker lama-lama.
Gak lama setelah kita dapet kursi, Rayyan langsung berdiri lagi, terus nanya. "Mau diambilin saos lagi gak?"
"Boleh."
Dengan itu dia langsung berlalu.
Langit di luar masih cerah. Gue masih bisa ngeliat burung yang tiba-tiba muncul di jalanan kemudian terbang lagi entah ke mana. Kadang sendiri, kadang bergerombol.
Fokus gue baru agak kepecah pas Rayyan balik untuk duduk di depan gue lagi, dengan dua tempat saos sambal, naruh salah satunya di sebelah kentang gue.
Setelah itu? Balik ke our lovely, Big Mac.
Rayyan bener-bener fokus sama makanannya, liatin burgernya aja. Jadi gue ikut menaruh perhatian ke objek lain, burung-burung tadi.
"Ra,"
"Hm?" Gue langsung nengok ke Rayyan. Pipinya masih sedikit penuh sama makanan. Baru setelah habis, dia bicara.
"Itu ...,"
"Apa?"
"Kadang aku emang ngerokok, sih." Tangannya ngegaruk bagian belakang rambut dia.
Langsung muncul kerutan di dahi gue.
Sumpah deh, gue kira mau bahas apa. Taunya mau jawab pertanyaan ini.
"Kalau lagi rada stress atau ribet doang sih. Atau kalau lagi ngumpul terus suasananya pas."
"Kemaren lagi stress juga apa gimana sampai ditaruh di dashboard, Yan?"
"Lagi agak ribet aja, sih. Tapi bukan gara-gara kamu kok."
Gue langsung ngangguk, masih ngeliatin dia yang udah balik sibuk lagi sama Big Macnya.
"Tapi sekarang kamu udah gak apa-apa kan?"
Jawaban yang Rayyan berikan ke gue gak lain adalah senyum. Gak butuh waktu lama juga buat tangannya ngacak rambut gue pelan sambil nunjukin gingsulnya.
"Santai lah, emang biasa begini kok."
Baru deh setelah itu suasananya jadi lebih cair. Rayyan yang nanya apa gue alergi asap rokok atau enggak, gue yang nanya ini itu yang berujung ke tau beberapa hal yang belum gue tau selama ini. Masih banyak lagi.
Masih kurang dari sebulan, tapi setidaknya Narayyan selalu ngebawa gue ke posisi nyaman.
"Eh iya, Ra. Besok mau cabut gak?"
Dude??
"Ngapain?"
"Ya kan udah gak belajar, ngapain juga di sekolah, gabut."
Memang dari dua hari lalu tuh kondisi sekolah udah mulai gabut karena ujian semester dan beberapa remed penting juga udah selesai. Cuma yang bener aja? Rayyan, halo??
"Emang mau ngajak ke manaa?"
"Gak tau, liat aja besok. Yang penting yang jauh, jangan di Jakarta."
"Gamungkin diizinin sama nyokap, Yan."
"Ya makanya cabut, bilang aja sekolah. Apa mau aku jemput sekalian dari rumah kamu?"
Gue langsung makin ngerutin dahi, "dih, yang ada malah ketauan. Ngapain coba niat-niat amat ngejemput gitu kan?"
"Ya udah, besok nih ya, fix? Sekali-kali, Ra. Berdua doang kok, aku gak ngajak yang lain. Sore juga udah balik, gak bakal ketauan kalau kamu gak cerita."
"Sumpah, udah pengalaman banget ya, Yan?"
"Iya, makanya. Fix gak?"
Ekspresinya excited banget, gue mau nolak pun juga gak tega.
Jadi akhirnya gue ngeiyain ajakan yang gak pernah gue bayangin akan gue lakuin.
Semoga aja Rayyan gak bawa gue ke tempat yang serem-serem.
🥀 a.n in case kalian punya sesuatu yang dibingubgin dan pengen ditanyain, langsung tanya aja yaa, hehe.