18 - adaptasi

649 152 9
                                    

🥀

put it here karena beberapa dari kalian sepertinya keburu males baca setelah ceritanya abis.

pertama, ravendra narayyan khevandra tidak sepenuhnya seorang park woojin, take a note. cuma visualisasinya sebenernya.

dan juga, aku gak tau apa kedepannya bisa update rutin di hari rabu atau enggak karena:
1. rabu adalah hari hectic aku sampai beberapa minggu ke depan.
2. aku bukan "that" writer yang bisa dapet inspirasi nulis dengan cepet. aku hanya bisa nulis ketika aku ingin dan punya ispirasi menulis.
3. sidernya banyak banget nih?

tapi last point ya udah lah ya, cuma tambahan. tapi untuk point pertama adalah hal utama dan point kedua adalah hal yang perlu digarisbawahi.

terima kasih udah baca ips 2 sampai saat ini! semoga aku bisa segera bawa kalian ke part di mana lebih banyak konflik di antara mereka👀

dan ... ya, selamat membaca chapter 18.

p.s jangan lupa nonton mv on summer ya, kalian!






s jangan lupa nonton mv on summer ya, kalian!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Aletha

Dan sebagaimana pacaran itu juga harus punya komitmen bersama, gue pikir gue harus ngebiasain diri sama hal-hal yang biasa Rayyan (dan temen-temennya) lakuin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Dan sebagaimana pacaran itu juga harus punya komitmen bersama, gue pikir gue harus ngebiasain diri sama hal-hal yang biasa Rayyan (dan temen-temennya) lakuin.

Bukan asal join bareng dan SKSD gitu sih, setidaknya gue gak bisa selalu nolak kalau dia ajak ke ini itu tanpa circle gue biasanya.

Termasuk pas jam kosong lainnya yang IPS 2 lewatin. Ngegelosor di lantai koridor dengan Rayyan di sebelah gue. Kadang dia cuma curi-curi pandang, seringnya dia secara tiba-tiba narik tangan gue terus dia genggam-genggam sendiri.

Di hari lain, Rayyan bakal ngajak gue untuk ke kantin. Kadang dia beli bubur, kadang sate padang, kadang mi ayam. Dan khusus untuk mi ayam itu juga, dia bakal beli sepiring pangsit yang kemudian dia kasih ke gue. Kebiasaan baru setelah dia nemuin fakta kalau gue doyan banget pangsit sejak beberapa minggu lalu.



"Tapi kamu nyaman gak sih kalau ngumpul sama yang lain?"

Gue yang dari tadi udah muter badan untuk menghadap ke mejanya Rayyan langsung ngedongak.

Masih jam istirahat dengan posisi kita yang masih sama-sama di kelas. Hari ini edisi Rayyan nemein gue untuk makan bekal.

"Ngumpul yang gimana dulu?"

"Kalau makrab?"

"Enggak. Gabut tau ikut gituan, mending tidur di rumah. Lagipula aku gak akan dibolehin ikut gituan."

"Udah ketebak sih," Rayyan langsung ngehela napas. "Tapi kalau sama anak-anak kelasan masih gak apa-apa?"

"Gak juga sih sebenernya ...."

"Serius, Ra?"



Pacaran sama Rayyan berarti juga harus terbiasa sama lingkungan dia, sama semua manusia yang deket sama dia. Gue ngerti itu.

Cuma mumpung dia nanya dan mumpung gue harus jujur, jadi gue milih untuk ngejelasin apa yang beneran gue rasain selama ini.

Asli deh, ini bukan pilihan gue untuk gak mau berbaur sama orang. Cuma emang rasanya gak nyaman, berasa ditarik dari tempat asal lo, dijauhkan dari diri lo yang sebenernya.

Cuma tatapan Rayyan yang seakan-akan gak ngerti sama penjelasan gue sedikit bikin gue hopeless dia bakal ngerti.



"Gara-gara belom coba ngobrol kali, Ra?"

"Udah, dan gak nyambung, Yan. Gak nyaman juga."

"Kalau kapan-kapan aku jalan-jalan sama yang lain terus mau ngajak kamu, bakal ditolak gak?"

Giliran gue yang ngasih tatapan gak ngerti.

"Jalan-jalan ke mana?"

"Kalau cabut gitu, kan circle kamu gak ikut."

"Gak tau lah, Yan. Kok jadi pusing sih mikirin ginian??"

Rayyan yang baru ngeruput minuman teh susunya langsung ketawa. Ngeliatin gue yang lagi motong nugget dengan sendok warna hijau yang mama kasih.

"Ansos banget sih, Ra."

"Kalau bisa milih juga aku gak mau, Rayyan."

Yang Rayyan lakuin setelah itu cuma nutup styrofoamnya, berdiri, kemudian ngacak rambut gue asal sebelum jalan ke arah pintu.

Efek sampingnya?

Hati gue ikut teracak-acak.

Tolong dong, gue lemah banget kalo udah urusan kepala dielus-elus atau diusek-usek kayak gini dan Rayyan malah ngelakuin itu ke gue?? Di sekolah???

Narayyan ini emang jago banget ya buat menjungkirbalikkan hati.



But nevermind, terlepas dari itu semua, kita semua tentu setuju dengan pernyataan "tidak ada yang sempurna di dunia ini".



Termasuk Rayyan.



Pacaran itu juga terdiri dari komitmen bersama, pemersatu dari dua manusia yang jelas berbeda.

Termasuk ketika otak gue, otak dari seorang perempuan yang risih dengan asap rokok, berputar harus bereaksi seperti apa pas nemuin sekotak rokok di dalam dashboard mobil Rayyan.



Dia gak pernah cerita.



Atau emang yang kayak gini sewajarnya gak diceritakan ke orang lain?

IPS 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang